HUMAS FULL

23.25 0 Comments

Pengertian-pengertian Dasar Hubungan Masyarakat A. HUMAS DAN KOMUNIKASI Grunig (1984:6) menyatakan bahwa Public Relations atau Humas adalah,...the management of communication between an organization and its publics. ( Humas adalah kegiatan manajemen komunikasi antara sebuah organisasi dengan berbagai macam publiknya ).Dalam pengertian yang cukup singkat dan sederhana tersebut, ada beberapa kata kunci yang cukup penting, yaitu (1) manajemen, (2) komunikasi, (3) organisasi, dan (4) publik. Empat kata kunci inilah yang selanjutnya merupakan elemen dasar untuk memahami semua kegiatan kehumasan. B. HUMAS DAN PUBLIK Johnston dan Zawawi (2000: 4) mendefinisikan publik secara cukup sederhana sebagai,...any groups of people who share interests or concerns. (Publik adalah sekelompok orang yang memiliki kepentingan atau kepedulian yang sama). Kepentingan atau kepedulian adalah baik organisasi maupun publik sama-sama memiliki suatu kepentingan akan sesuatu hal. Kepentingan publik terhadap organisasi bersifat khusus dan spesifik sehingga setiap organisasi memiliki publiknya sendiri yang acap kali berbeda dengan publik organisasi yang lain. Dan sini tampak bahwa publik memiliki arti yang lebih sempit jika dibandingkan dengan pengertian masyarakat yang biasanya memiliki anti Iebih luas. Publik yang terorganisasi dengan baik bisa memunculkan opini publik. Seorang pakar Sosiologi John Dewey menyatakan bahwa ciri-ciri publik adalah: 1. Ada permasalahan yang dihadapi bersama 2. Permasalahan tersebut benar-benar ada dan harus diselesaikan 3. Mengorganisir diri untuk melakukan sesuatu serta mencari solusi terhadap permasalahan yang dihadapi (dikutip dalam Grunig dan Hunt, 1984:144) C. HUMAS DAN MANAJEMEN Mengaplikasikan kegiatan kehumasan dalam sebuah organisasi sebagai sebuah fungsi manajemen dipandang semakin signifikan dalam kehidupan organisasi dewasa ini. Cutlip, Center, dan Broom (1985: 3) dalam buku mereka yang terkenal “Effective Public Relations” bahkan mendefinisikan humas sebagai salah satu fungsi manajemen yang harus ada dalam sebuah organisasi. Mereka menyatakan, Public Relations is the management function which evaluates public attitudes, identifies the policies and procedures of an individual or an organization with the public interest, and plans and executesa program of action to earn public understanding and acceptance. Dan definisi diatas dapat dilihat bahwa sebagai sebuah fungsi manajemen, kegiatan kehumasan bertugas untuk: 1. Mengevaluasi sikap dan opini publik 2. Mengidentifikasi serta menyesuaikan kebijakan-kebijakan organisasi dengan kepentingan publik 3. Merencanakan serta melaksanakan program-program/ kegiatan-kegiatan kehumasan agar organisasi dapat mencapai saling pengertian serta diterima keberadaannya oleh publik. D. FUNGSI HUMAS DALAM ORGANISASI Don Barnes, seorang praktisi Public Relations kawakkan, dan Australia menyatakan bahwa setidaknya terdapat 4 fungsi humas dalam organisasi, yaitu: 1. Memberikan saran kepada pihak manajemen hal-hal yang berkaitan dengan berbagai kebijakan yang diambil, serta dampak dari kebijakan itu bagi publik 2. Mengoordinasikan berbagai kegiatan komunikasi organisasi 3. Menyediakan sarana bagi upaya-upaya organisasi untuk berkomunikasi atau menjalin hubungan dengan publik 4. Mencari tahu/mencari informasi tentang opini publik terhadap organisasi(dikutip dalam Johnston dan Zawawi, 2000:4) Dan empat fungsi utama humas di atas, bisa disimpulkan bahwa kegiatan humas yang utama adalah merencanakan serta mengelola dengan baik segala kegiatan komunikasi organisasi sebagal upaya untuk menjalin hubungan timbal balik yang positif dengan publik. Selain itu, kalau dicermati dengan lebih seksama, empat fungsi utama humas tersebut masih dapat dipersempit lagi menjadi 2 fungsi dasar yaitu: 1. Humas sebagai penyampai informasi Di sini humas bertugas untuk menyampaikan segala informasi penting mengenai organisasi kepada publik. Dengan penyampaian informasi ini diharapkan publik dapat memahami sudut pandang organisasi tentang suatu isu atau permasalahan tertentu. 2. Humas sebagai pencari informasi Di sini humas bertugas untuk mencari segala informasi yang berkenaan dengan opini publik (pendapat, keluhan, pemikiran, kritikan, pujian, kepuasan, dan sebagainya) tentang organisasi. Dengan mengetahui opini publik secara pasti, humas dapatmemberikan masukan kepada pihak organisasi berdasar pada opini tersebut sehingga organisasi diharapkan tidak akan mengambil keputusan yang keliru yang akan merugikan posisi organisasi itu sendiri. 1.11 Perkembangan Konsep Humas dan Manipulatif ke Mutual Understanding A. HUMAS DAN DUNIA HIBURAN: MUNCULNYA ERA PRESS AGENTRY Dalam beberapa literatur disebutkan bahwa profesi humas dianggap pertama kali muncul sekitar tahun 1830-an di Amerika Serikat (Grunig dan Hunt, 1984:27). Pada waktu itu tentu saja istilah Public Relations atau humas belum dikenal. Yang populer pada masa itu adalah istilah Press Agents/ Press Agentry. Dengan perkembangan industri media massa (surat kabar) yang semakin pesat, industri hiburan pun tak mau ketinggalan. Karenanya, profesi Press Agents semakin menjadi bagian yang penting dan bisnis hiburan tersebut. Namun sayang bahwa profesi sepenting itu tidak disertai dengan etika kerja yang profesional pula. Walaupun di satu sisi profesi Press Agent adalah profesi yang menggiurkan, namun di sisi lain semakin banyak kebohongan-kebohongan yang mereka ciptakan demi mempopulerkan klien mereka. Kebohongan tersebut terbongkar, dan akhirnya justru memberi nama buruk bagi profesi itu sendiri. Era itu dikenal sebagai era di mana praktik Humas dipakai secara negatif, sebuah era Humas manipulatif. Namun begitu, profesi Press Agents tetap dicatat oleh berbagai literatur kehumasan sebagai cikal bakal perkembangan profesi Public Relations. B. HUMAS DAN ORGANISASI MODERN: MENUJU MUTUAL UNDERSTANDING Praktik humas di era modem adalah sebuah upaya menjalin komunikasi dua arah yang seimbang antara sebuah organisasi dengan para publiknya. Pada era ini keinginan organisasi untuk mendapatkan citra yang baik, nama besar, kepopuleran, serta dukungan masyarakat tidak lagi diperoleh dengan menggunakan segala cara, baik yang terpuji maupun yang dibenci. Pada era ini, organisasi lebih memilih cara-cara yang etis untuk memperoleh dukungan dan kedudukan yang baik di tengah-tengah masyarakat. Setelah era Press Agent yang cenderung manipulatif, organisasi menghadapi tipe publik yang berbeda, yaitu tipe publik yang lebih kritis dan cerdas dalam menyikapi permasalahan yang terjadi yang melibatkan kepentingan kedua belah pihak (organisasi dan publik). Era atau tahapan evolusi berikutnya adalah era Humas Dua Arah Asimetris (Two-way Assymetrical Model), Pada era ini upaya-upaya komunikasi yang digunakan oleh organisasi untuk menjalin hubungan dengan para publiknya telah menggunakan cara-cara komunikasi dua arah(two-way communication) tetapi belum sempurna. Oleh karena itu, disebut Asimetris. Adapun penjelasan mengenai era dua arah asimetris adalah sebagai berikut: Pertama, era ini bisa dikatakan menggunakan tipe komunikasi dua arah karena aspek feedback dan publik telah diperhatikan oleh pihak organisasi. Aliran pesan tidak lagi hanya berjalan dari organisasi menuju ke publik, tapi juga sebaliknya berjalan dan pihak publik menuju ke arab organisasi. Kedua, walaupun tipe komunikasinya telah dua arab, namun era ini masih dianggap belum menggambarkan komunikasi dua arah yang sempurna, karena feedback, masukan, saran, dan kritikan yang berasal dari publik tersebut diolah sedemikian nipa hingga hanya menguntungkan pihak organisasi saja. Dengan kata lain, masukan dan kritikan yang masuk hanya digunakan untuk kepentingan organisasi semata dan tidak dikelola lebih lanjut guna mendapatkan posisi win-win solution yang Iebih adil untuk kedua belah pihak. Era terakhir adalah era Humas Dua Arab Simetris (Two-way Symmetrical Model). Seperti juga namanya, pada era ini komunikasi yang terbentuk antara organisasi dengan publiknya telah memenuhi persyaratan komunikasi dua arah yang seimbang dimana aliran komunikasi bergerak baik dan pihak organisasi maupun dan pihak publik. Feedback yang diperoleh dan komunikasi dua arah ini pun dimanfaatkan sebaik-baiknya dengan memperhatikan kepentingan organisasi maupun kepentingan publik. Sehingga dapat dicapai kesepakatan yang benar-benar menguntungkan keduanya (disarikan dan Grunig dan Hunt, 1984:27-43). Hubungan Humas dengan Pemasaran, Periklanan, Publisitas, dan Propaganda A. HUMAS DAN PEMASARAN Karena berkaitan dengan penjualan dan pembelian maka kegiatan pemasaran biasanya selalu bermuara untuk mendapatkan keuntungan (memiliki profit motive) Sedangkan kegiatan kehumasan tidak semata-mata bertujuan untuk mencari keuntungan (Johnston dan Zawawi, 2000:12). Dari penjelasan di atas tampak bahwa kegiatan kehumasan justru lebih luas ruang lingkupnya daripada kegiatan pemasaran. Publik yang ditangani pun lebih beragam. Jika kegiatan pemasaran biasanya hanya menangani satu jenis publik saja yaitu konsumen atau pelanggan maka humas bisa dihadapkan pada berbagai macam publik seperti karyawan, pemegang saham, media massa, dan juga konsumen. Satu persamaan antara humas dan pemasaran adalah keduanya sama-sama merupakan fungsi manajemen sebuah organisasi. B. HUMAS DAN PERIKLANAN Satu hal yang harus diingat tentang Periklanan, bahwa Periklanan merupakan bagian dan Marketing Mix (Bauran Pemasaran) yang terdiri atas 4P yaitu Product, Placement, Price, dan Promotion. Iklan merupakan bagian dari aspek P yang keempat yaitu Promotion. Dari sini terlihat bahwa Periklanan Iebih condong sebagai bagian dan kegiatan Pemasaran. Selain itu, Iklan biasa dipahami sebagai ‘Kegiatan membeli ruang dan waktu di media massa yang akan dipakai untuk menyampaikan pesan tertentu kepada khalayak.” Adanya pengertian bahwa terdapat ruang dan waktu yang telah dibeli oleh pihak tertentu yang ingin menyampaikan pesan kepada khalayak menandakan bahwa iklan tergolong metode berkomunikasi yang bisa dikontrol hasil dan dampaknya oleh mereka yang berikian (Johnston dan Zawawi, 2000: 13). Karena ruang dan waktu tersebut telah dibeli oleh pihak yang ingin beriklan, sudah barang tentu pesan iklan tersebut akan diinformasikan kepada khalayak. Kepastian bahwa pesan tersebut akan diinformasikan inilah yang disebut sebagai metode komunikasi yang terkontrol. Sedangkan humas, selain menggunakan metode-metode berkomunikasi yang terkontrol semacam iklan, juga mengandalkan metode berkomunikasi yang tak terkontrol sifatnya, dan metode ini lebih banyak digunakan dibandingkan metode komunikasi yang terkontrol. Salah satu metode berkomunikasi yang tidak terkontrol sifatnya adalah publisitas, Pada metode komunikasi yang tidak terkontrol, pihak komunikator tidak bisa memastikan bahwa pesan tersebut akan diinformasikan kepada khalayak atau tidak, karena pada metode ini memang tidak ada ruang dan waktu yang harus dibeli. Dalam hal ini diinformasikan tidaknya suatu pesan kepada khalayak semata-mata bergantung pada kredibilitas isi pesan itu sendiri, ada tidaknya nilai berita yang dimiliki oleh pesan tersebut. C. HUMAS DAN PUBLISITAS Publisitas oleh Cutup, Center, dan Broom (1985: 8) didefinisikan sebagai ...Information from an outside source used by the news media based on its news values. (informasi yang berasal dan pihak luar yang digunakan oleh media massa berdasarkan nilai berita yang dimiliki oleh informasi tersebut). Dan definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa media massa mau menerima sumbangan berita atau informasi serta artikel dan tulisan dan pihak luar, sepanjang tulisan tersebut memiliki nilai berita yang cukup tinggi untuk dapat dimuat. Dalam definisi tersebut tidak disebutkan akan adanya kewajiban untuk membayar atau membeli semacam ruang dan waktu tertentu seperti dalam iklan. Artinya, jika humas bisa mengemas sebuah cerita atau artikel tentang kegiatan-kegiatan yang dilakukan organisasinya menjadi sebuah tulisan yang bernilai berita cukup Linggi maka media massa tidak akan ragu-ragu untuk memuatnya, tanpa dipungut biaya apapun. Hal inilah yang menyebabkan Publisitas dikategorikan sebagai metode komunikasi yang tidak terkontrol, karena diliput tidaknya sebuah berita oleh media massa benar-benar tergantung dan layak muat tidaknya sebuah berita. D. HUMAS DAN PROPAGANDA lstilah propaganda pertama kali digunakan pada tahun 1622 oleh Gereja Katolik untuk menetapkan Sacra Congregatio de Propaganda Fide dalam upaya untuk merespons kontra argumen yang dilancarkan oleh pihak Reformis Protestan berkenaan dengan doktrin-doktrin ajaran Gereja. Istilah tersebut sebenarnya digunakan dalam nuansa yang netral tentang segala hal yang berkaitan tentang komunikasi politik, sampai akhirnya kata propaganda mendapatkan konotasi yang negatif karena digunakan sebagai salah satu teknik pemanfaatan media massa secara besar-besaran untuk memenangkan perang oleh Hitler pada Perang Dunia II (Stockwell, 2000:282-283). Propaganda adalah kegiatan penyeragaman pesan yang hanya bisa terjadi pada negara/pemerintahan otoriter yang tidak mengenal demokrasi. Humas bisa menjadi propaganda jika diterapkan pada negara/pemerintahan semacam itu. F. HUMAS DAN BEBERAPA ISTILAH LAIN Setelah kita membahas perbedaan-perbedaan antara Humas dan beberapa konsep-konsep kegiatan komunikasi lainnya, pada bab ini kila akan membahas beberapa penggunaan istilah lain sebagai ganti istilah Humas yang sekarang ini banyak digunakan di berbagai macam bentuk organisasi. 1. Corporate Communication Istilah Corporate Communication biasanya banyak digunakan oleh profesi Humas yang ada di perusahaan-perusahaan besar. Selain dianggap lebih keren, istilah ini juga dipandang lebih tepat dalam menggambarkan tugas seorang Humas. Sebagai seorang corporate communication Manager misalnya, berarti seorang Humas bertanggung jawab atas segala kegiatan komunikasi organisasinya, baik komunikasi ke dalam dengan para publik di dalam organisasi maupun komunikasi ke luar dengan para publik di luar organsasi. Dalam literatur kehumasan memang dibedakan antara citra (image) dan reputasi (reputation). Reputasi mengandung aspek yang lebih luas jika dibandingkan dengan citra. Dalam membangun serta mempertahankan sebuah reputasi, kita berpikir dalam kerangka jangka panjang, sementara cilia lebih merupakan kajian jangka pendek yang kadang-kadang harus sering diubah memenuhi trend atau selera pasar. Selain itu, dalam menjaga sebuah reputasi kita juga harus memikirkan aspek seperti kredibilitas, sejarah panjang perusahaan, serta kultur organisasi. Namun begitu, tentu saja cilia produk dan reputasi perusahaan adalah dun hal yang hams saling mendukung dan melengkapi meskipun ketika bicara tentang cilia Sabun Lux tidak selalu sama dengan membicarakan reputasi. 2. Public Affairs (Urusan Publik_ed) Di luar negeri, organisasi-organisasi pemerintahan kebanyakan menggunakan istilah Public Affairs untuk menggambarkan kegiatan-kegiatan kehumasannya. Bagi organisasi-organisasi pemerintahan, istilah tersebut dipandang lebih tepat daripada Humas atau Public Relations karena banyak dan kegiatan-kegiatan yang ditangani oleh Humas organisasi pemerintahan merupakan kegiatan pelayanan kepada publik. Cutlip, dkk (1985) menyatakan bahwa public affairs adalah ...the specialized public relations effort designed to build and maintain community and governmental relations. Dari sini terlihat bahwa bagi sebagian organisasi (seperti organisasi-organisasi pemerintahan) Public Affairs dipandang sebagai sebuah fungsi khusus untuk menangani kegiatan-kegiatan pelayanan kepada masyarakat. Kegiatan Public Affairs biasanya meliputi kegiatan-kegiatan seperti pemberian informasi tentang layanan publik. kampanye untuk mendukung program pemerintah, dan semacamnya. Menariknya adalah istilah Public Affairs ini juga dipakai oleh organisasi-organisasi profit perusahaan untuk fungsi government relations (hubungan dengan pemerintah) yang mereka miliki. Sebuah organisasi yang cukup besar atau yang melihat bahwa organisasinya perlu secara tenis menerus membangun hubungan dengan pemerintah, biasanya memiliki satu departemen tersendiri di luar departemen Humas yang bertugas khusus untuk menangani segala kegiatan komunikasi dengan pemerintah. Istilah lain yang biasa digunakan dalam kaitannya dengan kegiatan kehumasan organisasi pemerintahan adalah Public Information Qfficer atau Spokesperson (Juru Bicara). Public information Officer biasanya bekerja dikantor Pemerintah Pusat/kantor Kepresidenan dan kantor Pemerintah Daerah. Tugasnya yang utama adalah memberikan informasi-informasi penting kepada media massa tentang berbagai pernyataan pemerintah atau Presiden tentang sesuatu kebijakan. Fokus tugas Public Information Officer memang untuk menjalin hubungan antara Pemerintah dan media massa atau pers, karena itu profesi ini juga dikenal dengan sebutan Press Secretary (Sekretaris Pers). Pembahasan Iebih lanjut tentang profesi ini bisa Anda baca pada Modul 8. 3. Marketing Communication/Marketing Public Relations Istilah Marketing Communication (MarComm) atau Marketing Public Relations (MPR) biasanya digunakan oleh mereka yang bertugas melakukan kegiatan kehumasan dalam sebuah Departemen Pemasaran. Karena berada di bawah Departemen Pemasaran, tentu saja tugas-tugas yang dilakukan oleh para MarComm atau MPR tersebut adalah kegiatan-kegiatan kehumasan yang masih ada hubungannya dengan fungsi Pemasaran. Kegiatan-kegiatan tersebut biasanya adalah kegiatan-kegiatan teknis yang erat kaitannya dengan misalnya saja promosi produk, mengorganisasikan event sehubungan dengan peluncuran produk bara, mengurus publikasinya, serta kegiatan-kegiatan sponsorship. Gejala Humas dalam Kehidupan Manusia Mulyana (2000) menyebutkan bahwa manusia perlu berinteraksi dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan biologis seperti makan minum dan kebutuhan psikologis yakni kebutuhan untuk mendapatkan sukses dan kebahagiaan. Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa humas adalah kegiatan untuk membangun hubungan antara dua pihak didasari oleh sating percaya, sating mengerti, saling mempengaruhi. Oleh karena itu, hubungan yang dilakukan oleh manusia sejak awal peradaban misal hubungan yang dilakukan oleh suku-suku primitif hingga hubungan yang dilakukan oleh perusahaan dengan perusahaan atau negara dengan negara pada jaman modem ini merupakan bentuk dan kegiatan humas. A. GEJALA AWAL KEGIATAN HUMAS DALAM SEJARAH KEHIDUPAN KELOMPOK Pada awal peradaban, manusia berusaha membangun hubungan antar manusia karena manusia tidak dapat memenuhi seluruh kebutuhannya sendiri. Dia melakukan kontak atau interaksi dengan orang lain baik dalam komunitasnya ataupun dengan komunitas lain. Interaksi yang terjadi dalam pola yang sederhana dengan sating tukar menukar bahan kebutuhan pangan. Pada saat ini telah terjadi transaksi dagang, namun transaksi yang dilakukan dalam bentuk barter belum dengan mata uang. Mengapa disebut sebagai gejala humas? (arena dalam membangun hubungan ini telah dikembangkan upaya menciptakan hubungan sating percaya, saling mempengaruhi dan saling menguntungkan sebagai landasan hubungan yang seimbang. Hal ini senada dengan pernyataan Newsom, Turk & Kruckerberg (1996) bahwa pada awal keberadaan manusia telah ada gejala kegiatan humas. Kegiatan ini sebagai upaya manusia untuk bertahan hidup, meskipun masih dalam bentuk yang sederhana berupa kesepakatan-kesepakatan yang dibangun melalui komunikasi interpersonal maupun komunikasi kelompok. Unsur-unsur dasar humas telah ada seperti saling memberi informasi, membujuk (mempengaruhi) dan mengintegrasikan masyarakat. Newsom, Turk & Kruckerberg (1996) menyebutkan bahwa hasil karya seni seperti piramid, candi, prasasti-prasasti, merupakan bentuk media komunikasi untuk mempersuasif publik pada saat itu. Konsep opini publik yang saat ini menjadi salah satu bidang kajian kehumasan mulai dikenal, yakni dengan populernya sebutan rumores, vox populi, res republicae yang diterjemahkan sebagai peristiwa umum, republik. Puncak kejayaan Romawi terjadi pada masa pemerintahan Julius Caesar. Pada saat itu opini publik berkembang pesat antara lain ditandai dengan munculnya seorang ahli pidato Cicero dan munculnya sural kabar pertama (Acta Diurna), seiring dengan lahirnya jurnalisme pertama dan berbagai prasasti yang semuanya mendorong pengakuan pada opini publik. B. PERKEMBANGAN KEGIATAN HUMAS SETELAH REVOLUSI INDUSTRI Di benua Amerika perkembangan humas mulai dikenal sejak 1883. Baskin & Aronoff (1988) menyebutkan bahwa perkembangan humas di Benua Amerika diawali oleh perusahaan AT&T (American Telephone and Telegraph) yakni perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi. Pimpinain AT&T menaruh perhatian untuk membangun hubungan antara publik dan perusahaan. Selanjutnya tahun 1889 George Westhinghouse pendiri industri raksasa, penama kali membentuk departemen humas dan mengangkat E.H. Heinrichs, seorang wartawan sebagai manajernya. Secara lebih rinci, perkembangan humas di daratan Amerika dapat dibagi ke dalam liga periode (Baskin & Aronoff ,1988) yakni: 1. Manipulation Period Pada periode ini humas masih dalam taraf sebagai press agents (agen pers).humas menjadi alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu seperti kepopuleran, membentuk opini publik, namun dengan memanipulasi informasi yakni hanya menonjolkan hal-hal yang batik saja. Periode ini berkembang pada abad 19, didorong oleh tuntutan pada kebutuhan para artis, politikus untuk tampil di sural kabar. Grunig & Hunt (1984), menyebutkan bahwa pada saat itulah kegiatan Press Agents/Press Agentry ini diidentikkan sebagai kegiatan humas. Para agen pers ini tugasnya membantu seseorang dalam berhubungan dengan media atau mempublikasikan diri. Profesi agen pers menjadi dikenal luas seiring dengan populernya sural kabar sebagai media penyampai informasi. Bahkan pada saat itu masyarakat Amerika sangat menyukai koran kuning atau koran gosip yang disebut sebagai Penny Press. Phineas T. Barnum (Baskin & Aronoff, 1988) adalah salah satu agen pers yang paling laris pada saat itu. 2. Information Periode ini dimulai pada tahun 1900, humas berkembang lebih maju yakni sebagai alat perusahaan dalam menyampaikan informasi kepada publik. Pada periode ini dikenal seorang pionir humas Edward L. Bernays yang memelopori perkembangan humas sebagai ilmu pengetahuan. Pertumbuhan humas pada periode ini cukup pesai dengan munculnya seorang praktisi humas yang sangat monumental yakni Ivy Ledbetter Lee (la disebut sebagai The Father of Public Relations). Ivy Lee adalah seorang wartawan yang berhasil meyakinkan para pengusaha akan pentingnya humas dalam sebuah perusahaan. Debut Lee diawali pada saat ¡a menjadi konsultan humas di perusahaan batu bara yang mengalami pemogokan besar-besaran karena para pekerjanya menurut kenaikan upah. Batu bara merupakan sumber energi yang utama pada saat itu sehingga dengan mogoknya para buruh batu bara membuat industri di Amerika mandek. Karena itu pemilik pabrik batu bara meminta Lee mengatasi pemogokan. Lee bersedia dengan memberikan syarat, pertama, ia diberi posisi dekat dengan top manajemen, dan kedua ja diberi kebebasan memberikan informasi kepada para wartawan. Permintaan Lee ini ditolak karena saat itu permintaan ini merupakan hal aneh. Namun, karena pemogokan Letup berlangsung akhirnya permintaan Lee dikabulkan dan sejak itulah dikenal kegiatan humas sebagai penyampaian informasi (Jefkins, 1995, Baskin & Aronoff, 1988), Catatan lain yang dapat diungkapkan adalah peran Lee dalam mengatasi kecelakaan kereta api Pennsylvania Rail Road tahun 1906. Kecelakaan kereta api ini membawa kerugian besar tidak hanya bagi perusahaan namun terganggunya perekonomian, karena KA menjadi transportasi utama di Amerika. Untuk mengatasi ini Lee memberikan syarat pada perusahaan agaria diberi kebebasan untuk berkomunikasi pada wartawan, untuk menjelaskan sebab-sebab terjadinya kecelakaan. Permintaan Lee dinilai tidak masuk akal karena pada jaman itu bukan hal yang lazim jika wartawan mendapat informasi tentang suatu peristiwa apa adanya, permintaan Lee pada awalnya ditolak, namun setelah negosiasi akhirnya permintaan ini dikabulkan. Lee juga pernah menjadi penasehat utama raja minyak Amerika John D. Rockefeler pada tahun 1914. Pekerjaan Lee sebagai konsultan humas pada saat itu cukup berat mengingat masih belum tumbuhnya kesadaran dan para pengusaha akan arti penting fungsi humas. Ivy Lee tercatat juga sebagai orang yang mengumpulkan prinsip-prinsip kehumasan seperti mengembangkan hubungan yang balk antara perusahaan dengan pegawai, antara perusahaan dan media. Prinsip Lee lain yang kemudian dikenal adalah menyediakan berbagai informasi yang cepat, akurat, khususnya mengenai segala sesuatu yang bernilai tinggi dan menyangkut kepentingan-kepentingan umum sehingga memang perlu diketahui oleh masyarakat (Jefkins, 1995). Lee dianggap berhasil membangun humas sebagai komunikasi yang berasaskan ketulusan (candor) dan kebenaran (truth). la juga mendeklarasikan Declaration of Principles sebagai wujud dan peIuangannya agar tercipta humas modern. Di lembaga non-profit kegiatan humas sebagai penyampai informasi juga mulai dikenal pada periode ini. Lembaga yang memanfaatkan peran humas antara lain lembaga pendidikan, gereja, rumah sakit. Tahun 1899 dikenal kegiatan humas di lembaga pendidikan, Yale University memberi kewenangan sekretaris kantor sebagai humas untuk melayani alumni, melayani publik. Demikian juga dengan gereja yang secara perlahan mengenal peran lembaga publisitas. Peran humas pada periode ini masih dalam bentuk memberi informasi yang sifatnya satu arah belum dalam bentuk hubungan yang timbal balik. Walaupun periode ini jauh lebih maju, namun masih belum memberi tempat yang semestinya pada publik. Publik hanya sebagai penerima saja, public tidak diberi ruang untuk menyampaikan keinginan dan kebutuhannya 3. Mutual influence and Understanding Period Periode ini adalah periode di mama humas berperan dalam membangun hubungan yang sailing mempengaruhi dan sating memahami. Humas tidak lagi memanipulasi informasi namun humas telah diposisikan sebagai unsur penting di organisasi, humas menjadi fungsi manajemen yang mengembangkan sikap budi manajemen dengan publiknya. Periode ini menjadi cikal bakal humas modem yang kita kenal sekarang. Namun demikian, melacak kapan humas modern mulai dikenal sama sulitnya dengan melacak kapan humas mulai ada. Beberapa catatan mengungkapkan keberadaan humas modem. Jeffkins (1995) menyebutkan bahwa humas modern mulai diterapkan pertama kali di Eropa dan di Amerika Serikat, justru bukan di lembaga bisnis namun di lembaga pemerintah. Tercatat 1809 Departemen Keuangan Kerajaan Inggris menunjuk seorang juru bicara resmi pemerintah. Tahun 1854 Dinas Pos Kerajaan Inggris dalam salah satu laporan tahunannya pertama mengatakan bahwa perlunya menjelaskan secara luas atas pelayanan yang dilakukan kepada masyarakat umum. Kemudian tahun 1912, taktik dan kehumasan yang terinci dan terarah mulai dipraktikan oleh Pemerintah Inggris. Jefkins (1995) menyebutkan, Lloyd George yang menjabat sebagai chancellor of the Exchequer atau Bendahara Negara mengorganisir sebuah tim yang khusus bertugas memberi penjelasan tentang rancangan pensiun untuk lanjut usia yang pertama di dunia. Peristiwa ini dimaknai sebagai kegiatan humas modern. Setelah Perang Dunia Pertama, antara tahun 1926 sampai tahun 1933 di lnggris berlangsung upaya kehumasan terbesar pada jamannya, pada saat itu Sir Stephen Tallent atas nama Dewan Pemasaran Kerajaan (Empire Marketing Board), menyediakan dan membelanjakan dana sebesar satu juta pondsterling untuk mengakampanyekan buah-buahan dan berbagai produk Inggris Iainnya agar lebih dikenal oleh rakyatnya. Usaha ini dilakukan dengan menggunakan berbagai media, seperti film, poster, pameran. Sejak itu Sir Stephen Tallent menjadi presiden pertama lembaga formal yang mengembangkan humas yakni institute of Public Relations pada tahun 1948( Jeffkins, 1995 ). Pada tahun ini pula terbentuk Institute of Public Relations di Inggris dan Public Relations of America di Amerika Serikat. C. PERKEMBANGAN KONTEMPORER Di era komunikasi global saat ini peran humas sangatlah penting. Humas tidak lagi dalam lingkup yang terbatas dalam satu negara saja, namun humas telah melampaui batas-batas negara. Fungsi humas yang menginternasional mulai dikenal sejak tahun 1980-an hingga 1990. Newsom, Turk, Kruckerberg (1996) menyebutkan bahwa pertumbuhan humas pada dekade ini ditandai dengan berubahnya masyarakat dunia yang tidak lagi terpisah oleh jarak sebagai akibat berkembangnya teknologi komunikasi. Berbagai peristiwa di satu belahan bumi dalam waktu singkat diketahui oleh masyarakat di belahan bumi lain. Pertumbuhan ekonomi yang sangat pesai pada dekade 1980an hingga 1990an di beberapa negara ikut mempengaruhi perkembangan humas. Newsom, Turk, Kruckerberg (1996) menyebutkan bahwa perubahan ekonomi dunia mendorong para pelaku bisnis melakukan perubahan dalam berbisnis, lebih efisien, dengan tingkat kompetisi tinggi. Disinilah praktisi humas berperan dalam perkembangan bisnis. Newsom. Turk, Kruckerberg (1996) menambahkan humas menjadi profesi yang mengglobal, kebutuhan akan profesi ini meningkat seiring dengan semakin meningkatnya tuntutan pada keahlian humas. Perkembangan humas juga didorong oleh perkembangan demokrasi, negara-negara yang sebelumnya menganut sistem tertutup (sosialis) berubah menjadi negara terbuka, seperti menyatunya Jerman Timur dan Jerman Barat menjadi Jerman, pecahnya negara komunis Uni Soviet, menyebabkan fungsi humas di pemerintahan berkembang pesat. Seperti telah diuraikan bahwa humas hanya bisa berkembang di negara yang menerapkan demokrasi dan menempatkan HAM sebagai pilar utama. Mengapa demikian? Karena di negara demokrasi hak publik untuk bicara diakui sehingga opini publik dapat berkembang pesat. Tanpa opini publik humas tidak bisa berfungsi. Secara geografis dengan lahirnya teknologi cyberspace (teknologi internet) menjadikan hubungan antar negara dan amar perusahaan tidak lagi dibatasi oleh batas-batas fisik. Kemajuan teknologi mempercepat perkembangan humas. Teknologi internet menjadikan pekerjaan humas lebih efisien, seperti riset dapat dilakukan dengan menggunakan internet. Susanne Elizabeth Gaddis (dalam Heath, 2001) menjelaskan praktisi humas dapat melakukan survey, interview, focus group, promosi, melalui internet. Internet dapat juga dimanfaatkan untuk mengomunikasikan berbagai informasi perusahaan ke seluruh dunia. Dengan kata lain kehadiran teknologi internet menjadikan pekerjaan humas lebih efisien, murah dan praktis. Perkembangan Humas di Asia dan Indonesia Sistem politik di China yang menganut sistem tertutup jelas menggambarkan bagaimana posisi humas di negara seperti itu. Di lembaga pemerintah, humas berperan sebagai lembaga penyampai informasi, menyampaikan kebijakan-kebijakan penguasa kepada rakyatnya. Siramesh (2004) menambahkan bahwa dalam sistem yang demikian pers sangat dikontrol pemerintah sehingga pers hanya berfungsi menyampaikan informasi satu arab dan pemerintah kepada rakyat dan tidak sebaliknya. Tidak jauh berbeda dengan kondisi di atas, Indonesia, setidaknya setelah Iebih 50 tahun merdeka, sistem pemerintahan kita belum sepenuhnya menerapkan sistem demokrasi. Pasca kemerdekaan hingga tabun 1959 Indonesia sibuk menata pemerintahan, kemudian tahun 1959 sampai tahun 1965 pemerintahan Indonesia menganut sistem Demokrasi Terpimpin yang tidak memberi peluang humas berkembang sebagaimana mestinya. Demikian juga tahun 1965 sampai tahun 1998, saat Indonesia berada di bawah kekuasaan Soeharto dengan pemerintahan yang tidak demokratis, cenderung otoriter, amat sulit bagi humas berkembang sebaik di negara demokratis, seperti Amerika Serikat. Selain sistem politik, faktor budaya menjadi salah satu faktor yang justru menghambat perkembangan humas di Indonesia. Budaya paternalistik, feodalistik, ewuh pekewuh (sungkan), menjadikan fungsi humas tidak maksimal. Budaya paternalistik menjadikan pola komunikasi di lembaga pemerintah dan juga di lembaga bisnis, antara atasan dan bawahan adalah hubungan vertikal, atasan selalu benar, tidak bisa dikritik, sementara budaya feodalistik adalah budaya yang menempatkan atasan bukan sebagai partner kerja namun sebagai majikan. A. PERKEMBANGAN HUMAS DI ASIA Humas di Asia dapat kita telusuri dari negeri Cina. Mark McElreath, Ni Chen, Lyudmila Azarova dan Valenia Ahdrova dalam Heath (2000) menyebutkan bahwa sejarah humas di Cina dimulai sejak ribuan tahun lalu. Seorang filosof Cina yang bernama Confucius mengajarkan bahwa bagaimana menggunakan komunikasi yang harmonis sebagai jalan membangun relasi untuk menyelesaikan konflik sosial. Ajaran ini merupakan esensi dan fungsi humas yang kita kenal. Namun, ajaran Confucius ini pada perkembangan lebih lanjut tidak nampak menjadi dasar aktivitas humas karena sejak Cina diperintah oleh pemerintahan komunis humas berfungsi sebagal lembaga penyampai informasi dan komunikasi bersifat searah (Heath, 2002). Uniknya dalam lembaga bisnis humas dapat menjalankan fungsinya menghubungkan kepentingan organisasi dengan stakeholder. Humas memiliki peran penting dalam industri. Berbeda dengan Cina, di India, humas jauh lebih berkembang. Hal ini disebabkan karena sistem politik India yang demokratis yang memberi ruang pada perbedaan pendapat. Sriramesh menyebutkan, di India profesi humas dapat berkembang pesat karena negara ini menerapkan sistem pemerintah yang demokratis. Di dunia bisnis, humas merupakan fungsi manajemen bagi organisasi. Perkembangan humas di India dapat dilihat juga dengan terbentuknya berbagai organisasi profesi kehumasan, seperti PRSI (The Public Relations Society of India) dengan anggota sekitar 3000 orang. Dari fenomena ini dapat dikatakan bahwa di India humas berkembang balk. B. PERKEMBANGAN HUMAS DI INDONESIA Di Indonesia humas mulai dikenal di lembaga pemerintah pada saat Presiden Soekarno berkuasa. Namun, dalam perkembangannya, humas di Indonesia khususnya di lembaga pemerintah tidak sepesat perkembangan humas di lembaga bisnis. Faktor politik dan budaya sangat kental mewarnai fungsi humas di Indonesia. Telah disebutkan bahwa sistem politik mempengaruhi perkembangan humas di Indonesia. Pada saat pemerintahan Soekarno, konsep humaspertama kali dikenal di lembaga pemerintah. Departemen Penerangan juga berperan sebagai koordinator organisasi kehumasan, yakni Bakohumas (Badan Koordinator Kehumasan) dengan anggota adalah staf humas pemerintah di departemen atau lembaga pemerintah yang lain. Bakohumas dibentuk tahun 1971. Dalam catatan Ananto (dalam Sriramesh, 2004) Pertamina perusahaan multinasional merupakan lembaga pertama yang mengadopsi fungsi humas untuk menjalankan komunikasi antara perusahaan dengan suptler, klien, distributor, dan konsumen. Tercatat pula pada tahun 1954, POLRI melakukan fungsi humas. Tahun 1972 humas secara profesional mulai dikenal dengan dibentuknya PERHUMAS (Persatuan Humas) dan pada tahun 1987 berdiri Asosiasi Perusahaan Public Relations Indonesia (APPRI). Di sisi lain selama periode pemerintahan Soeharto, perekonomian Indonesia antara tahun 1980 sampai 1990 berkembang pesat. Ananto dalam Sriramesh (2004) menyebutkan bahwa semasa pemerintahan Soeharto pertumbuhan ekonomi amat pesat ha! ini karena didukung oleh pembangunan infrastruktur yang tuar biasa. Sepanjang tahun 1980an sampai 1990an Soeharto membawa Indonesia menjadi negara yang disegani di Asia Tenggara dalam bidang ekonomi. Perekonomian yang berkembang pesat mendorong perkembangan fungsi humas di lembaga bisnis. Seperti telah dijelaskan bahwa lembaga bisnis memerlukan praktisi humas untuk menjembatani hubungan antara perusahaan dan publiknya. Pasca pemerintahan Soeharto, periode tahun 1998 sampai sekarang, humas mengalami perubahan karena perubahan sistem politik. Pergantian presiden hingga empat kali sejak tahun 1998-2004 membawa perubahan secara signifikan pada kehidupan masyarakat. Pada masa pemerintahan Habibie, pemerintah membuka kran kebebasan pers dengan mencabut ketentuan izin bagi pendirian usaha pers (SIUPP). Kebijakan ini berpengaruh luar biasa pada dunia komunikasi yang berimbas patin humas. Jika pada masa pemerintahan Soeharto pers sangat dikontrol maka pada saat pemerintahan Habibie pers bebas menyuarakan aspirasi masyarakat. Perubahan besar terjadi pada masa pemerintahan Abdurahman Wahid. Pada masa ini Departemen Penerangan yang selama ini merepresentasikan kekuasaan otoriter dihapus, dan Abdurahman Wahid mulai mengenalkan peran jurubicara kepresidenan seperti di negara Amerika Serikat. Pada masa pemerintahan Megawati, tidak banyak perubahan yang berarti, hanya saja masa pemerintahan Megawati lembaga juru bicara kepresidenan tidak ada. Pemilu 2004 yang demokratis, berhasil memilih presiden pertama Susilo Bambang Yudoyono. Masa pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono kembali menghidupkan lembaga juru bicara kepresidenan bahkan mencapai tiga orang serta Departemen Informasi dan Komunikasi seperti Departemen Penerangan, hanya saja perannya berbeda dengan Departemen Penerangan masa pemerintahan Soeharto. Pergantian pemerintahan di Indonesia semasa kurun waktu tahun 1998 hingga tahun 2005 jelas membawa pengaruh pada perkembangan humas. Humas pemerintah tidak hanya sebagai penyampai informasi namun di beberapa lembaga BUMN humas telah berfungsi sebagai penghubung kepentingan perusahaan dan stakeholder misalnya PT Telkom, Indosat, dan beberapa BUMN Iainnya. Di lembaga bisnis, humas berkembang pesat seiring dengan perkembangan bisnis di dunia internasional. Beberapa perusahaan yang berhasil mengembangkan diri sebagai perusahaan multinasional seperti PT Astra, Indofood, Unilever, lembaga humas ini sangat berperan. Perkembangan bisnis di Indonesia mendorong kebutuhan humas yang profesional dan praktisi humas yang mumpuni semakin besar. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Praktik Humas Praktisi humas tidak hanya bekerja dilandasi bakat namun dituntut menguasai ilmu humas, terampil berkomunikasi, memiliki skill dan memiliki tanggung jawab moral. Perkembangan humas hingga menjadi humas modem dipengaruhi oleh banyak faktor. Vercic, Grunig and Grunig dalam Sriramesh (2004) menyebutkan bahwa perkembangan humas dipengaruhi oleh variabel lingkungan masing-masing negara seperti : ideologi, sistem ekonomi, budaya, sistem media. Dan variabel lingkungan tersebut faktor-faktor yang mendorong perkembangan humas adalah: A. DEMOKRATISASI KEHIDUPAN POLITIK Demokrasi merupakan salah satu faktor penting dalam mendorong perkembangan humas. Hal ini seperti yang diungkapkan Freedom dalam Sriramesh (2004) bahwa sistem politik sebagai pendorong perkembangan humas adalah demokrasi. Dalam negara yang menjadikan demokrasi sebagai pilar utama maka suara rakyat menjadi dasar negara, dan kebebasan berpendapat, beropini dijamin oleh undang-undang. Hal ini sejalan dengan prinsip humas bahwa humas merupakan kegiatan komunikasi dua arab yang seimbang antan organisasi dan publiknya. Komunikasi dim arab akan berjalan jika didasari oleh keterbukaan, prinsip menghargai opini atau pendapat yang berbeda. lnilah sebabnya demokrasi menjadi salah satu factor yang mendorong perkembangan humas. Humas hanya bisa berkembang di negara yang menghargai HAM, menghargai pendapat rakyat. B. INDUSTRIALISASI James Watt membawa perubahan besar pada tatanan perekonomian dunia. Jika sebelumnya perekonomian mengandalkan pertanian maka dengan ditemukannya mesin uap perekonomian lebih mengarah pada industri. Penggunaan mesin-mesin dalam industri memicu konflik antara buruh dan majikan selain ¡tu terjadi kelebihan produksi yang menyebabkan persaingan tidak sehat antar para produsen. Terjadi kekecewaan masyarakat yang mendorong fungsi humas untuk mengatasi berbagai konflik tersebut. Selain itu, menurut Sriramesh (2004) bahwa dalam pasar bebas dengan kompetisi yang terbuka maka strategi humas diperlukan untuk memenangkan persaingan. Humas berperan dalam membangun citra lembaga bisnis, citra produk dan citra corporate. C. PERKEMBANGAN TEKNOLOGI KOMUNIKASI Ditemukannya mesin cetak oleh Johan Gutenberg, memacu perkembangan teknologi komunikasi. Mesin cetak mendorong berkembangnya surat kabar. Pada era teknologi cyber, humas semakin lebih mudah dan praktis. Komunikasi dan riset dapat dilakukan melalui internet, selain lebih murah, jangkauannya jauh lebih luas. Internet menjadikan dunia sebagai sebuah desa kecil, saat ini tidak ada lagi jarak antara satu tempat dengan tempat lain yang terpisah ribuan kilometer. Dengan kemajuan teknologi seperti ini tentu sangat menunjang kegiatan humas. D. PRIVATISASI DAN LIBERALISASI PEREKONOMIAN Privatisasi dan liberalisasi perekonomian menjadikan peluang bisnis lebih terbuka dan kompetitif. Bisnis terdorong untuk bersaing tidak hanya bersifat lokal namun menjangkau wilayah negara lain. Kondisi ini menjadikan pemasaran produk dan jasa tidak lagi dibatasi oleh batas-batas negara namun melampaui batas negara. Pesatnya kegiatan bisnis mendorong humas semakin dibutuhkan. Bisnis tidak hanya menggunakan marketing untuk memasarkan produknya namun bisnis harus ditunjang oleh kegiatan humas. E. PENERAPAN GOOD GOVERNANCE Penerapan pemerintahan yang bersih menjadi salah satu pendorong perkembangan humas. Pemerintahan yang bersih menciptakan iklim usaha yang sehat, iklim usaha yang sehat menciptakan persaingan sehat. Persaingan bisnis yang sehat mendorong upaya mencari pasar dengan berbagai teknik komunikasi dan salah satunya adalah humas, Humas menjadi peranti untuk mengembangkan usaha dengan metode dan prinsip-prinsip yang terstandar, beretika. Pemerintahan yang bersih menciptakan masyarakat yang aktif dan berpartisipasi dalam pemerintahan. Partisipasi dapat diungkapkan melalui opini publik, kondisi ini mendorong optimalisasi fungsi humas. 3.3 Organisasi Sebagai Sebuah Sistem A. PENGERTIAN-PENGERTIAN SISTEM: ELEMEN-ELEMEN DAN CARA KERJA SISTEM Menurut Grunig dan Hunt (1984), sebuah sistem terdiri atas aspek-aspek sebagai berikut: 1. Environment (lingkungan) 2. Boundary (pembatas) 3. Input (masukan) 4. Output (keluaran) 5. Throughput 6. Feedback (umpan batik) Sebuah sistem yang hidup dalam sebuah batasan (boundary) (2) tertentu menerima masukan (input) (3) dan lingkungan (environment) (1) Masukan tersebut diproses atau dikelola di dalam sistem sebagai sebuah throughput (5) Sistem kemudian mengeluarkan throughput yang sudah jadi sebagai keluaran(output) (4) ke Iingkungan (environment) di sekitarnya. Setelah keluaran tersebut diterima oleh lingkungan di sekitar sistem, sistem akan mencari atau mendapatkan umpan balik (feedback)(6) dan lingkungan tersebut. Demikianlah gambaran bagaimana sebuah sistem bekerja dan berinteraksi dengan lingkungannya. B. ORGANISASI SEBAGAI SEBUAH SISTEM TERBUKA DAN SISTEM TERTUTUP Ada dua bentuk sistem yang akan dibahas disini yaitu (1) Sistem Tertutup dan (2) Sistem Terbuka. Secara sederhana sistem tertutup adalah sebuah sistem yang tidak berinteraksi dengan lingkungannya. Apa yang dimaksud dengan hal ini? Misalnya untuk kebutuhan pangan, desa tersebut memiliki sawah-sawahnya sendiri yang cukup untuk memberi makan seluruh warga desa. Padi sebagai input ditanam dan diproses hingga menjadi output yang berupa beras yang pada akhirnya juga akan dikonsumsi oleh warga desa itu sendiri. Demikian juga untuk kebutuhan sandang, tenaga kerja, dan Iain-lainnya, semua dipenuhi dan dikonsumsi sendiri. Desa tersebut tidak memerlukan kerja sama akan berhubungan dengan desa tetangga atau desa lainnya. Sistem seperti inilah yang disebut sebagai sebuah sistem yang tertutup. Namun pada masa sekarang ini, akan sulit sekali bagi kita untuk menemukan organisasi atau komunitas seperti desa. Ketika sebuah sistem tidak bisa lagi memenuhi kebutuhan serta menyerap keluarannya sendiri, atau dengan kata lain ia memerlukan atau bergantung pada sistem yang lain atau lingkungannya untuk bisa bertahan hidup, maka sistem tersebut secara otomatis telah berubah menjadi sistem yang terbuka. C. PERAN HUMAS PADA ORGANISASI BERSISTEM TERBUKA Pada sebuah organisasi bersistem terbuka dan karenanya perlu menjalin hubungan dengan banyak pihak baik di dalam maupun di luar organisasi, ia memerlukan sebuah fungsi yang sanggup mengelola hubungan tersebut dengan baik. Humas adalah fungsi yang diperlukan oleh sebuah organisasi yang menganut sistem terbuka untuk mengelola hubungan atau interaksi serta komunikasi antara organisasi dengan pihak-pihak luar tersebut. Grunig dan Hunt (1984) menyebut humas dengan istilah ‘boundary spanner” karena posisinya yang mengantarai atau berada di perbatasan antan manajemen pusat dengan bagian-bagian lain yang ada di dalam organisasi serta antara organisasi dan lingkungannya D. HUMAS DAN WORLDVIEW ORGANISASI perlu untuk ditekankan disini bahwa hubungan antara organisasi dengan lingkungannya tidaklah berada dalam kerangka hubungan yang tidak seimbang. Organisasi harus sejak awal menyadari bahwa hubungan antara dirinya dengan lingkungan adalah hubungan yang saling menguntungkan, seimbang, serta berazaskan komunikasi dua arah yang saling timbal balik. Karena hanya dalam kerangka hubungan semacam inilah organisasi dapat bertahan dan eksis untuk terus merealisasikan tujuan tujuannya. Untuk dapat merealisasikan sebuah hubungan timbal balik dua arah yang saling menguntungkan, ternyata keterbukaan sebuah sistem saja dipandang kurang mencukupi. Atau dengan kata lain, walaupun organisasi tersebut telah bersistem terbuka, organisasi masih memerlukan faktor lain untuk memantapkan posisinya dalam sebuah sistem. Organisasi masih memerlukan worldview yang sesuai. Kearney (1984) seorang antropolog menyatakan bahwa worldview adalah, “...a set of images or assumptions about the world.”. Sementara Kuhn (1970) berpendapat bahwa woridview adalah, “...a paradigm that stands for the entire constellation of beliefs, values, techniques, and so on shared by the member of a given community.” (dikutip dalam Grunig dan White, 1992). Dari pendapat tersebut bisa kita pahami bahwa woridview adalah semacam paradigma yang dianut oleh suatu masyarakat. Sebuah paradigma yang bisa menjelaskan bagaimana sekelompok masyarakat memandang keberadaan mereka dan orang-orang lain yang ada di dunia. Menurut Grunig (1989) ada dua jenis worldview yang bisa dianut oleh sebuah organisasi. Ia menyebutnya sebagai Symmetrical Woridview dan Asymmetrical Worldview atau bisa kita terjemahkan sebagai Paradigma Simetris dan Paradigma Asimetris. Grunig lebih lanjut menyatakan bahwa untuk sebuah organisasi agar bisa bertahan dalam lingkungannya dengan baik dan mampu menjalin hubungan yang positif dengan Iingkungan tersebut sebuah organisasi memerlukan Paradigma yang Simetris (dikutip dalam Grunig dan White, 1992). Sebaliknya sebuah organisasi tidak akan dapat bertahan lama dalam sebuah lingkungan jika ia memiliki seperangkat Paradigma yang Asimetris. Paradigma yang Asimetris tersebut adalah: 1. Internal Orientation (berorientasikan ke dalam) Para anggota organisasi tersebut hanya bisa melihat kepada dirinya sendiri namun tidak mampu membayangkan bagaimana orang lain memandang organisasi tersebut. Dengan kata lain organisasi tersebut tidak pernah berusaha mencari tahu bagaimana pendapat orang lain tentang dirinya. Ia sudah cukup puas dengan pendapatnya sendiri. 2. Closed System Informasi hanya bergerak ke luar dan organisasi, namun tidak ada informasi yang masuk ke dalam organisasi. Artinya, organisasi tersebut tidak pernah berusaha mencari feedback dari luar. 3. Efficiency Efisiensi adalah segala-galanya bagi organisasi, bahkan jika perlu dengan mengorbankan inovasi. 4. Elitism Menganggap pimpinan organisasi sebagai yang paling tahu dari yang paling bijak. Ide-ide atau pendapat dan mereka yang tidak memiliki posisi tinggi atau penting dalam organisasi dianggap sebagai pendapat yang tidak berguna dan karenanya tidak perlu diindahkan. 5. Conservatsim Organisasi enggan untuk berubah. Perubahan dianggap sebagai sesuatu yang buruk dan karenanya harus dihindari. Upaya-upaya yang ada untuk membawa organisasi ke arab perubahan dianggap sebagai tindakan yang subversif dan karenanya patut mendapat hukuman. 6. Tradition Tradisi turun temurun dalam organisasi tersebut dianggap sebagai pakem yang tidak bisa diubah-ubah lagi, bahkan bila tradisi tersebut tidak sesuai lagi dengan perubahan jaman. Organisasi menganggap bahwa bergantung pada tradisi akan membawa stabilitas dan rasa nyaman. 7. Central Authority Kekuasaan harus terkonsentrasi pada segelintir orang yang ada di pucuk pimpinan perusahaan. Kewenangan tidak didelegasikan (dan Grunig dan White, 1992). Sementara seperangkat Paradigma yang Simetris adalah: 1. Interdependence Organisasi menyadari bahwa ia tidak bisa mengisolasi diri dari lingkungan sekitar. Walaupun sebagai sebuah sistem organisasi memiliki 2. Moving equilibrium Organisasi sebagai sebuah sistem bisa saja berupaya untuk mencapai kondisi equilibrium yaitu kondisi yang stabil, namun ia harus menyadari bahwa kondisi stabil tersebut tidak akan selamanya bertahan. Dengan kata lain, organisasi hams selalu siap dengan kondisi equilibrium yang selalu bergerak ini. Equilibrium selalu bergerak karena lingkungan di sekitar sistem selalu berubah. Jika sebuah sistem ingin terus eksis, ia harus bisa beradaptasi dengan perubahan itu. 3. Equity Organisasi beroperasi atas dasar persamaan hak antar manusia. Karyawan hams diperlakukan dengan manusiawi serta dipenuhi hak-haknya, termasuk hak untuk berbeda pendapat atau memberi kritikan serta masukan kepada organisasi. Demikian juga dalam berinteraksi dengan komponen yang lain dalam komunitas. 4. Autonomy Memberikan otonomi yang cukup luas kepada karyawan. Pemberian otonomi tidak perlu dikhawatirkan akan menjadi lepas kendali karena banyak penelitian membuktikan otonomi yang dimiliki seseorang justru akan memperbaiki kinerja orang tersebut. Dengan demikian pemberian otonomi pada karyawan justru akan memberikan dampak yang positif pada organisasi. 5. Innovation Organisasi bersikap fleksibel atau luwes dalam menghadapi adanya gagasan-gagasan baru dan tidak terpaku pada konservatisme atau tradisi yang ketinggalan jaman. Anggota organisasi diberikan kesempatan dan ruang untuk berinovasi, mengembangkan kreativitasnya atau berimprovisasi. 6. Decentralization of management Ada pendelegasian kewenangan yang memadai. Para menajer berperan lebih sebagai koordinator dari pada diktator. Pendelegasian kewenangan yang cukup terbukti akan mendorong tumbuhnya iklim komunikasi yang sehat, kinerja yang bait dan kepuasan kerja yang cukup tinggi. 7. Responsibility Organisasi dan para anggotanya harus menyadari bahwa kehadiran mereka dalam suatu lingkungan memiliki dampak bagi sistem lain yang ada di Iingkungan tersebut. Karenanya, organisasi harus berupaya memaksimalkan dampak yang positif dan meminimalkan dampak negative mereka terhadap Iingkungan. 8. Conflict Resolution Organisasi bersikap terbuka terhadap adanya konflik. Konflik adalah sesuatu yang biasa dalam interaksi antar manusia, sehingga tidak perlu ditutupi atau dianggap tabu. Konflik yang terjadi harus diselesaikan dengan cara negosiasi, komunikasi, dan kompromi dan bukannya diselesaikan dengan cara pemaksaan, manipulasi, koersi, atau kekerasan. Kedudukan Humas dalam Struktur Organisasi A. KEBERADAAN HUMAS DALAM ORGANISASI Keberadaan humas di sebuah organisasi juga tergantung dari bagaimana apresiasi dan persepsi para pengambil keputusan. Keberadaan humas dalam organisasi pada dasarnya bisa dilihat secara fungsional maupun struktural. Secara fungsional humas tidak harus ada sebagai state of being atau sebagai sebuah bagian tersendiri dengan segala konsekuensi sebuah bagian yang merniliki fasilitas ruang, pimpinan dan staf tersendiri, melainkan secara fungsional tanpa adanya bagian humas, organisasi bisa mengangkat seorang petugas humas untuk menjalankan fungsi-fungsi kehumasan. Sedangkan secara struktural humas telah terlembagakan ke dalam bagian tersendiri. Dalam hal ini Djanaid (2000) mengklasifikasikan menjadi dua, yakni sebagai state of being dan method of communication. Sebagai method of communication, humas dipahami sebagai sebuah aktivitas berhubungan dengan publik melalui pendekatan komunikasi yang dilakukan oleh siapa saja yang berada dalam organisasi tersebut. Sedangkan sebagai state of being, humas telah terlembagakan ke dalam bagian-bagian dalam struktur organisasi, Beberapa faktor yang mempengaruhi keberadaan humas dalam organisasi adalah sebagai berikut: 1. Besar-kecilnya oorganisasi. Hal ini mencakup kemampuan sumber daya yang dimiliki organisasi. Konsekuensi sebuah organisasi yang membentuk bagian humas adalah tersedianya sumber daya yang bisa menunjang bagian humas berjalan dengan baik. Balk itu SDM, dana, dan fasilitas. Besar-kecilnya sebuah organisasi juga bisa mencerminkan berapa banyak publik-publik yang dimiliki dengan berbagai persoalan yang juga lebih kompleks. 2. Kemauan Pimpinan. Persepsi dan apresiasi pimpinan terhadap humas sangat penting artinya bagi keberadaan humas. Termasuk dalam hal ini adalah sejauh apa para pimpinan menganggap pentingnya humas bagi organisasinya. Beberapa kalangan memandang istilah media relation officer lebih tepat daripada public relations officer apabila maksud pimpinan mengangkat petugas humas untuk mengelola hubungan dengan media massa. Istilah Jurnalist in House lebih tepat digunakan untuk petugas humas yang diberi wewenang dan deskripsi tugas mengelola media internal. Cutlip, Center, dan Broom (1985) menggambarkan bagaimana kedudukan ideal humas dalam sebuah organisasi: dapat kita lihat bahwa posisi humas idealnya diletakkan sejajar dengan fungsi-fungsi penting organisasi lainnya seperti bagian Marketing, bagian Sumber Daya Manusia (Human Resources), serta bagian Keuangan dan Pengembangan (Finance and Development). Tiga bagian penting tersebut beserta Humas menempati posisi langsung dibawah CEO (Chief Executive Officer) atau yang bisa juga disebut dengan Direktur Utama. Hal ini menandakan bahwa empat fungsi yang dianggap paling penting dalam organisasi tersebut berada dalam posisi yang paling dekat dengan pucuk pimpinan organisasi. Posisi keempatnya berada langsung dibawah kedudukan Direktur Utama tanpa ada uni manajemen yang lain yang mengantarai mereka. Dengan memposisikan humas beserta tiga bagian yang lain langsung dibawah pucuk pimpinan, bal ini berarti humas ditempatkan sebagai salah satu bagian dan Manajemen Lini Atas (Upper Line Management) dan karenanya ikut serta dalam pengambilan-pengambilan keputusan penting dalam organisasi. Sebagai tambahan informasi saja, sebuah organisasi besar biasa memiliki tiga uni manajemen yaitu Manajemen Lini Atas, Manajemen Lini Tengah (Middle Line Management), serta Manajemen Lini Bawab (Lower Line Management,). Kewenangan terbesar untuk mengambil keputusan-keputusan penting dalam organisasi dipegang oleh mereka yang berada dalam posisi Manajemen Lini Atas. Satu hal lagi yang perlu digarisbawahi, pada model yang disajikan oleh Cutlip, Center, dan Broom tersebut (Gambar 3.3), ada satu garis khusus yang menghubungkan bagian Humas dengan Direktur Utama secara langsung. Hal ini semakin menunjukkan pentingnya posisi humas dalam organisasi. Garis khusus tersebut menandakan bahwa humas memiliki akses langsung kepada pucuk pimpinan dan jika perlu, dalam situasi genting, dapat mengambil keputusan-keputusan penting secara mandiri. Selain itu, adanya garis khusus yang menghubungkan langsung humas dengan pucuk pimpinan tersebut juga bermakna bahwa humas memiliki komunikasi dua arab yang terbuka dengan pihak pimpinan yang memungkinkan humas untuk bisa menyampaikan dan mendiskusikan informasi-informasi penting beserta penyelesaiannya secepat mungkin. B. PERANAN HUMAS DALAM ORGANISASI Praktek-praktek humas dalam organisasi memunculkan dua peranan humas yang kelihatan menonjol. Grunig dan Hunt (1984) yang merujuk hasil karya Broom dan Dozier, mengidentifikasi peran humas sebagai teknisi dan peran sebagai manajer. Bila peran manajer dianggap sebagai peran merencanakan dan mengelola program-program humas, memberikan saran pada manajemen, membuat keputusan tentang kebijakan komunikasi, maka peran teknisi terfokus sebagai pelaksana saja. Misalnya mereka menulis siaran pers, menulis pidato, mengedit majalah internal atau mendesain halaman web. Jadi mereka melaksanakan keputusan manajemen. Kemudian dan duai peran tersebut, dapat dibedakan menjadi liga jenis peran manajer, yaitu: 1. Expert preciber Peran-peran sebagai ahli dan penasihat bagi manajemen. Praktisi humas dianggap sebagai seorang ahli yang bisa memberi solusi bagi permasalahan humas sebuah organisasi dan manajemen, seperti halnya seorang dokter dengan kliennya. Dalam hal ini pihak manajemen menerima ide dan cara praktisi humas menyelesaikan permasalahan-permasalahan humas sebuah organisasinya. 2. Communication facilitator Peran-peran sebagai fasilitator komunikasi antara organisasi dan publiknya. Praktisi humas bertindak sebagai perantara, penghubung, penerjemah serta mediator, menjaga terwujudnya komunikasi dua-arah antara organisasi dengan publiknya. 3. Problem Solving Process Facilitator Peran-peran sebagai anggota tim yang dilibatkan dalam memecahkan masalah-masalah organisasi. Tentu saja penman humas disini masih dalam koridor komunikasi. Sebagai bagian dan tim pemecah masalah, humas mengambil peran sebagai fasilitator antan bagian dalam organisasi, sehingga persoalan bisa dipecahkan secara bersama dan memuaskan pihak-pihak yang terlibat. Selanjutnya Dozier mengidentifikasi dua peran ditingkat menengah, yaitu: 1. Media Relations Role. Tugas praktisi humas adalah memastikan media selalu mendapat informasi dan organisasi perusahaan, dan menginformasikan kepada organisasi apa saja yang dibutuhkan dan dikhawatirkan oleh media. Dalam bal ini pengetahuan akan media menjadi persyaratan bagi praktisi humas yang menjalankan peran tersebut. 2. Communication and Liaison Role. Dalam hal ini praktisi humas bertindak sebagai perwakilan organisasi pada acara-acara tertentu, dan secara positif menciptakan kesempatan kepada manajemen untuk berkomunikasi dengan para publik organisasi. Hubungan Kerja Humas dengan Bagian Lain dalam Organisasi A. SDM (SUMBER DAYA MANUSIA) Wewenang Bagian SDM biasanya meliputi: Perekrutan Pegawai Bank, Pensiun dan pemutusan hubungan kerja, mutasi, promosi jabatan, pengembangan keterampilan dan pelatihan. Sehingga tujuan kerja bagian SDM bisa disebutkan, antara lain: terekrutnya pegawai baru sesuai kebutuhan dan kompetensi, pelaksanaan pensiun pegawai dengan tepat dan pemutusan hubungan kerja yang rasional, mutasi dan promosi jabatan yang adil, pengembangan keterampilan dan pelatihan yang efektif, dan semuanya harus bermuara pada ukuran produktivitas dan efisiensi SDM. Bagaimana Humas bisa berkait dan menjalin dengan wewenang dan tujuan Bagian SDM?. Ingat, kata kunci daii humas adalah hubungan, yakni terbentuknya hubungan yang menumbuhkan saling pengertian, sating memahami dan sating keija sama. Di mana upaya kehumasan tersebut muaranya adalah cilia dan reputasi yang favourable. Fungsi humas dan Bagian Humas bisa mewarnai tercapainya tujuan tui uan bagian SDM dengan memperhatikan terbentuknya hubungan yang favourable dengan calon pegawai, pegawai dan mantan pegawai sebuah organisasi. Misalnya dalam perekrutan pegawai barn. Humas bisa bekerja sama dalam sosialisasi perekrutan melalui media atau cara yang tepat, elegan, dan berkarakter sesuai image dan reputasi yang diinginkan oleh perusahaan Dalam proses perekrutan pegawal barn, humas bisa mendesain penerimaan pendaftaran, wawancara dan pertemuan antara calon pegawai dan manajemen secara mengesankan dan bersahabat. Sedangkan dalam program pensiun dan pemutusan hubungan kerja. humas bisa memberikan nasihat dan mungkin pelaksanaan teknis yang berkaitan dengan bagaimana organisasi/lembaga mengkomunikasi kan program pension dan pemutusan hubungan kerja tersebut secara manusiawi sehingga tercapai saling pengertian. Beberapa perusahaan menerapkan kegiatan “pembekalan” bagi pegawai yang akan pension. Baik pembekalan mental (psikologis) maupun ketrampilan. Sehingga para pensiunan tersebut bisa menerima tanpa mengalami post power syndrome dan bisa memilih aktivitas rekreatif selama menjalani masa pension nanti. Konstribusi humas dalam program mutasi dan promosi jabatan antara lain membantu pegawai tersebut dalam hal adaptasi terhadap budaya dan lingkungan barn, misalnya. B. HUKUM Kerja Bagian Hukum di sebuah organisasi biasanya meliputi Kontrak Kerja. Kontrak Kerjasama, Membuat Tata Aturan, Mengontrol Persoalan persoalan organisasi dan aspek pelanggaran Undang-undang dan Hukum yang berlaku, dan sebagainya. Dalam hal ini humas bisa memberi kontribusi dalam hal sosialisasi produk-produk hukum. Banyak kalangan menilai, pendekatan hukum merupakan lawan dan pendekatan humas. Apabila pendekatan hukum cenderung bersifat represif terhadap stakeholder atau publik sebuah organisasi, maka pendekatan humas cenderung lebih manusiawi dan akomodatif. Jalinan kerja antara Humas dan Hukum memang agak sulit. Tetapi dalam banyak praktek, pendekatan hukum akan digunakan apabila pendekatan humas sudah tidak bisa lagi mengatasi sebuah persoalan. Begitu pula sebaliknya, pendekatan humas bisa digunakan apabila pendekatan hukum sudah tidak bisa memecahkan persoalan. Adakala stake/wider atau publik tidak memahami bahwa hubungan mereka dengan organisasi/ lembaga telah diatur secara hukum. Di sinilah humas hams memerankan diri sebagai fasilitator, sehingga kedua belah pihak (publik dan organisasi) saling mengerti, memahami dan memiliki suatu komitmen untuk tidak melanggar aturan hukum tersebut. Karena pendekatan hukum yang dirasa cenderung represif, bisa saja suatu persoalan teratasi dengan cepal, namun penyelesainnya belum tentu menciptakan saling pengertian dan kepuasan masing-masing pihak. Di sinilah humas sekali lagi bisa mengambil fungsi, kembali membangun hubungan baik sehingga reputasi organisasi atau lembaga tidak tercoreng sebagai pihak yang sewenang-wenang. Apabila hukum memang ingin ditegakkan. maka tugas humaslah untuk mendidik stake holder atau publik untuk memiliki sikap mental “sadar hukum”. C. PEMASARAN Thomas L. Harris adalah salah satu contoh orang marketing yang melihat peluang kolaborasi humas dengan marketing ke dalam suatu konsep Marketing Publik Relations (MPR). Orang marketing menyadari bahwa keberhasilan pemasaran tidak bisa dipisahkan dengan upaya kehumasan. Mereka meyakini bahwa reputasi perusahaan sebagai produsen bisa mendorong keberhasilan penjualan produk-produk mereka. Suatu contoh, publik mungkin akan melihat reputasi PT. Indofood sehingga memutuskan untuk membeli apapun produk makanan yang diproduksi oleh PT. Indofood. Kolaborasi humas dengan dunia pemasaran juga bisa belajar dan kasus Jepang. Masih ingat dibenak kita, julukan Jepang sebagai “The animal economic”. Suatu julukan yang tidak menyenangkan atas keberhasilan pemasaran produk-produk mereka. Sehingga kebijakan pemerintah Jepang kemudian adalah menggunakan upaya kehumasan sebelum memasarkan produk-produk industri mereka. Pengenalan terhadap profil perusahaan, pendidikan bagi calon konsumen, community relationships, dilakukan untuk mengawali aktivitas pemasaran produk-produk Jepang. Respon yang cepat terhadap keluhan pelanggan dan komunikasi intensif dengan pelanggan, adalah contoh lain dan pendekatan humas dalam bekerja sarna dengan bidang pemasaran. Dalam dunia pemasaran sangat dikenal adanya periklanan. Konsep MPR mengasumsikan bahwa iklan adalah upaya komunikasi, oleh karenanya aspek-aspek image yang ditimbulkan oleh adanya iklan produk juga harus mampu mendukung terbangunnya image tanggung jawab sosial organisasi. iklan yang terkesan membuat khalayak “bodoh” dan ‘dungu” tidak akan direkomendasikan oleh orang-orang humas. Pengertian Publik Pengertian publik dapat ditinjau dan perspektif sosiologi dan komunikasi. Dan perspektif sosiologi istilah publik diartikan (Herbert Blumer dalam Grunig & Hunt, 1984) sekelompok orang yang 1) dihadapkan oleh sebuah isu, 2) memiliki pendapat yang kontroversial tentang bagaimana isu tersebut diselesaikan, 3) mendiskusikan cara-cara atau solusi yang tepat bagi penyelesaian isu tersebut. Pendapat Blurner ini bisa kita aplikasikan misalnya dalam isu kenaikan BBM. Tanggal I Oktober 2005 pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono menaikkan harga BBM antara 80% sampai 185%. Tidak berbeda dengan pendapat Blumer adalah pendapat Bernard Henessy (1989), publik adalah kelompok orang yang memiliki kepentingan pada persoalan tertentu. John Dewey dalam Henessy (1989) mengatakan bahwa publik terdiri dan individu-individu yang bersama-sama dipengaruhi oleh kegiatan atau cita-cita tertentu. Dalam ilmu komunikasi dalam hal ini ilmu humas, publik didefinisikan sebagai “any group of people who share interest concerns” (Zawawi, 2000) yang dapat diartikan sebagai sekelompok orang yang memiliki kepentingan dan perhatian yang sama. Hal senada disampaikan Moore (1981) bahwa publik adalah sekelompok orang dengan kepentingan yang sama seria memiliki pendapat terhadap suatu isu yang menimbulkan pertentangan atau kontroversial. Newsom, Turk Kruckerberg (1996) mengatakan bahwa “public” dalam pengertiannya selama ini diartikan sebagai sekelompok orang yang mempunyai keterkaitan dengan suatu organisasi. Dikatakan Iebih lanjut, bahwa kata publik sering disama artikan dengan audience padahal keduanya berbeda jauh. Audiens memang berarti sekumpulan orang hanya saja audiens lebih pada kumpulan orang yang tertarik pada pesan-pesan media dan bersifat pasif, sementara publik bersifat aktif. Mengapa publik bersifat aktif? Jefkins (1995) menyebutkan bawa publik dalam public relations adalah kelompok orang yang berkomunikasi dengan suatu organisasi, baik internal maupun eksternal. Dari pendapat Jefkins tersebut jelaslah bahwa publik menyangkut sekelompok orang yang berkaitan dengan suatu lembaga baik lembaga profit ataupun lembaga non profit yang melakukan kegiatan komunikasi. Dengan demikian pengertian publik dalam public relations adalah sekelompok orang yang memiliki keterkaitan, kepentingan yang sama dengan suatu organisasi dan bersifat aktif. Kepentingan publik terhadap organisasi bersifat khusus dan spesifik. sehingga setiap organisasi memiliki publiknya sendiri yang acapkali berbeda dengan publik organisasi yang lain. Dari sini tampak bahwa publik merniliki arti yang lebih sempit jika dibandingkan dengan pengertian masyarakat. Moore (1981) menyebutkan dalam publik terdapat ikatan berupa kepentingan yang mempersatukan dan terciptanya suatu kesamaan pandangan yang mengarah pada kebulatan terhadap suatu persoalan. Dari penjelasan ini maka publik dalam organisasi secara umum dapat dikategorikan dalam dua bagian yakni: 1. Publik internal adalah orang-orang yang berada di dalam organisasi. Mereka meliputi karyawan dan level atas hingga level paling bawah, keluarga karyawan, dan pemegang saham (jika lembaga profit). 2. Publik eksternal adalah orang-orang yang berada di luar organisasi yang memiliki kepentingan dan keterkaitan dengan organisasi. Mereka adalah, komunitas atau penduduk yang bertempat tinggal di sekitar lembaga, konsumen, pelanggan, pemasok, distributor, pemerintah, media massa dan lembaga-lembaga lain. Opini dapat juga dinyatakan dengan menggunakan bahasa tubuh (non verbal), perilaku, wajah, simbol-simbol tertulis, pakaian yang dikenakan, atau oleh tanda-tanda lain yang tak terbilang jumlahnya, melalui referensi, nilai-nilai, sikap, pandangan, dan kesetiaan (Khasali, 1994). A. PUBLIK SEBAGAI MASSA Telah dijelaskan berbagai pengertian publik. Berikut kita akan membahas publik sebagal massa, karena publik dapat diartikan sebagai massa. Pengertian massa sendiri dapat ditinjau dari sosiologi, psikologi dan komunikasi. Dari perspektif sosiologi massa diartikan sebagai sejumlah besar orang yang berkumpul di suatu tempat yang sama dan tertarik pada suatu peristiwa. Sementara dalam psikologi, massa adalah sekelompok orang yang sangat banyak. Dalam pengertian psikologi, massa tidak selalu berada di tempat yang sama bisa jadi ia secara fisik berada pada tempat yang sama namun bisa juga secara terpisah. Massa dalam pengertian komunikasi adalah sejumlah besar orang yang tersebar secara geografis, heterogen, anonim, yang menerima pesan-pesan komunikasi melalui media massa cetak dan elektronik (Rahmat, 1997). Sejumlah besar orang dapat diartikan secara kuantitatif sulit untuk dihitung apalagi disebutkan secara geografis tersebar luas. Massa juga bersifat heterogen yakni terdiri dan berbagai latan belakang sosial, ekonomi dan psikologis. Massa bersifat anonim yakni mereka tidak sating mengenal satu sama lain. Jika kita simak pengertian massa dan tiga perspektif ilmu: sosiologi, dan komunikasi maka massa merniliki karakteristik antara lain sejumlah besar orang, heterogen dalam latar belakang demografi, memiliki ketertarikan pada suatu peristiwa atau masalah, ada se-suatu yang mengikat dan mereka tidak sating mengenal. Pengertian ini jika dikaitkan dengan pengertian pubtik maka ada beberapa kesamaan. Oleh karena itu, publik dapat kita sebut juga sebagai ‘masa”, karena adanya unsur “sejumlah besar orang”, “tertarik pada suatu masalah” atau “mempunyai kepentingan yang sama pada suatu hal” dalam hal ini organisasi. B. PUBLIK SEBAGAI KELOMPOK KEPENTINGAN Kata publik sering juga disebut sebagai kelompok kepentingan. Sebelum kita bahas lebih lanjut pengertian publik sebagai kepentingan kelompok kepentingan akan kita bahas terlebih dahulu pengertian publik sebagai kelompok. Dalam berbagai literatur, publik sering diartikan sebagai group atau dalam bahasa Indonesia kelompok. Kelompok menurut Rahmat (1997) adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan dan ikatan yang mempersatukan mereka. Dalam kelompok terjadi interaksi di antara anggotanya. Selanjutnya Rahmat (1997, hal 141-142) menambahkan bahwa kelompok mempunyai dua tanda psikologis, pertama anggota kelompok merasa terikat dengan kelompok yakni dalam bentuk sense of belonging (rasa memiliki) yang tidak ada pada orang yang bukan anggota kelompok, kedua adanya ketergantungan antar anggota kelompok sehingga setiap orang terkait dalam cara tertentu dengan hasil yang lain. Dari pendapat ini maka dapat dikatakan bahwa publik suatu organisasi merupakan kelompok kepentingan, hal ini senada seperti yang dikatakan Moore (1981) bahwa dalam publik terdapat ikatan berupa kepentingan yang mempersatukan dan menciptakan suatu kesamaan pandangan yang mengarah pada kebulatan terhadap suatu persoalan. Pendekatan Stakeholder sebagal Alat Memahami Publik Istilah publik sering disamakan dengan istilah stakeholder. Kasali (1994) dalam menyusun buku Manajemen Public Relations memilih menggunakan istilah stakeholder untuk menyebut orang-orang yang berkaitan dengan organisasi dan tidak menggunakan istilah publik. Penggunaan istilah stakeholder oleh Kasali nampaknya dimaksudkan lebih menegaskan tingkat hubungan antara orang-orang yang mempunyai kaitan dengan suatu organisasi dengan organisasi tersebut. Hubungan itu adalah hubungan yang saling tergantung. Sedangkan Caroll dalam Grunig (1992) mengatakan dalam hubungan antara organisasi dan stake/wider terdapat unsur “an interest or a share in an undertaking’ (saling memperhatikan atau saling berbagi). Pengertian Stakeholder Stake holder adalah individu-individu yang tergabung dalam suatu kelompok yang mempengaruhi tindakan, keputusan, kebijakan, praktik serta tujuan organisasi (Freeman dalam Grunig, 1992). Kasali (1994) mengartikan stake holder sebagai setiap orang yang mempertaruhkan hidupnya pada perusahaan. Jelas di sini apa yang dimaksud dengan stakeholder, yakni orang-orang yang punya kaitan langsung dengan organisasi dan orang-orang ini memiliki “kekuatan” dalam mempengaruhi organisasi sena dipengaruhi oleh organisasi. Pengaruh maksudnya memiliki peran dalam penentuan kebijakan organisasi. Untuk lebih jelasnya Kasali (1994) membagi stake holder dalam beberapa kategori dengan kriteria kepuasan yang diharapkan masing-masing stakeholders: Interes dan Kepentingan Masing-masing stakeholders Pemegang saham  Prestasi keuangan Karyawan  Kepuasan kerja, gaji, supervisi Konsumen  kualitas produk, kenyamanan, harga, lokasi Kreditor  creditworthiness Pemasok  transaksi yang memuaskan Pemerintah  kepatuhan terhadap hukum Tidak jauh berbeda dan pengertian tersebut Freeman dalam Grunig (1992) mengatakan bahwa untuk mengetahui secara jelas siapa stakeholder seorang praktisi humas perlu melakukan map (memetakan) siapa saja yang termasuk dalam stake holder organisasinya. Stakeholder terdiri dan kelompok-kelompok yang berada di dalam dan di luar organisasi yang mempunyai peran dalam menentukan keberhasilan organisasi, karenanya stakeholder dibedakan menjadi stake holder internal dan stakeholder eksternal. Freeman mengklasifikasi stake holder sebagai berikut: owner (pemilik perusahaan), konsumen, pelanggan, kompetitor, media. karyawan, kelompok-kelompok yang memiliki kaitan dengan organisasi misalnya Yayasan Lembaga Konsumen, tokoh masyarakat, suplier, pemerintah, masyarakat sekitar organisasi. Dari pernyataan ini kita dapat membagi stakeholder dalam dua kategori yakni: 1. Stakeholder internal : Owners, Manajemen (top executive), karyawan, keluarga karyawan. 2. Stakeholder eksternal : Konsumen, Penyalur, Pemasok, Bank, Pesaing, Komunitas, Media, Pemerintah. Stakeholder Internal Dalam manajemen modern saat ini keberadaan stakeholder bagi sebuah perusahaan sangat menentukan keberhasilan perusahaan, keberhasilan ini dapat diukur dan kepuasaan yang diperoleh stakeholder. Bagi stakeholder internal kepuasaan yang diharapkan tentu berbeda dengan kepuasaan yang diharapkan stakeholder eksternal. a. Owner Kasali (1994) mengatakan bahwa dalam perusahaan yang masih menganut paham paternalistik, yakni memberikan peran besar pada orang yang dianggap senior atau tua misalnya pemegang saham mayoritas, maka jika perusahaan tersebut dikelolamanajer profesional bobot keputusan masih disandarkan kepada pemegang saham mayoritas. b. Manajer dan Top Executive c. Karyawan d. Keluarga Karyawan Stakeholder Eksternal Stakeholder eksternal adalah unsur-unsur yang berada di luar kendali organisasi (Kasali, 1994). Yang dimaksud di luar kendali organisasi adalah, organisasi tidak memiliki kewenangan mengatur mereka seperti halnya organisasi mengatur karyawan. Namun demikian, mereka merniliki pengaruh besar bagi organisasi. Berikut kiasifikasi stakeholder eksrernal: a. Konsumen. Jefkins (1995) mengatakan bahwa konsumen tidak hanya individu namun juga perusahaan yang membeli produk untuk diolah dan dijual kembali dalam bentuk lain. Misalnya, konsumen bahan setengah jadi, konsunien hahan mentah (terigu diolah menjadi roll). b. Penyalur. c. Pemasok. d. Bank. e. Pesaing Pesaing atau kompetitor tidak selalu bermakna negatif. Keberadaan kompetitor atau pesaing justru mendorong perusahaan untuk selalu melakukan inovasi dalam perusahaan. Kasali (1994) menyebut bahwa pesaing bisa mendorong produsen dalam memperbaiki pelayanan, kualitas produk, harga, dan sebagainya. f. Komunitas Unsur lain dalam organisasi adalah komunitas yakni masyarakat atau penduduk yang menetap atau tinggal di sekitar lokasi perusahaan. Mereka termasuk dalam stakeholder eksternal. g. Pemerintah Pemerintah adalah lembaga yang mengatur kegiatan usaha. h. Kelompok Pemerhati Kelompok pemerhati atau bisa juga disebut kelompok penekan (pressure group), merupakan stake holder yang cukup penting. Kelompok ini pendapatnya bisa mempengaruhi masyarakat dan berdampak pada organisasi. Misalnya. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI). i. Media massa. Jenis dan Segmentasi Publik A. Jenis-jenis Publik Grunig (1992) membagi publik berdasar aktifitasnya sebagai berikut: 1. All Issue Publics, yakni publik yang aktif pada keseluruhan masalah. 2. Apathetic Publics, yakni publik yang tidak tertarik pada keseluruhan masalah 3. Single Issue Publics, yakni publik yang aktif pada bagian-bagian tertentu dan suatu masalah (bukan pada keseluruhan masalah), mereka memiliki kepentingan yang berbeda-beda. 4. Hot Issue Publics, yakni publik yang aktif pada satu isu tertentu menyangkut kepentingan umum. Publik ini biasanya mendapat dukungan dan media massa. Dari pendapat Grunig tersebut maka yang termasuk publik aktif adalah 1) All Issue Publics, 2) Single Issue Publics, 3) Hot Issue Publics dan yang Apathetic Publics adalah publik tidak aktif (laten). Publik Aktif Publik aktif adalah publik yang berani menyampaikan sikap dan pendapatnya dalam bentuk verbal. Publik aktif dapat dikategorikan dalam: 1) All Issue Publics, yakni publik yang aktif pada keseluruhan masalah. Publik ini merupakan publik yang memiliki perhatian pada seluruh masalab yang berkait dengan suatu organisasi. Contoh dan publik ini adalah kelompok penekan (pressure group) seperti lembaga konsumen, lembaga pemerhati lingkungan, lembaga pemerintah yang mengawasi kegiatan industri (dinas perpajakan, perijinan, lingkungan hidup dan sebagainya), sena media massa. 2) Single Issue Publics, yakni publik yang aktif pada bagian-bagian tertentu dan suatu masalah (bukan pada keseluruhan masalah), mereka memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Contoh dan publik ini adalah, konsumen, pemegang saham, tokoh masyarakat setempat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada kasus yang berkaitan dengan Single lssue Publics berikut ini, jika ada kerusakan produk maka hanya publik konsumen yang berkepentingan dan ini pun hanya sebagian kecil konsumen yang secara aktif melakukan komplain. Demikian juga dengan pemegang saham, mereka hanya akan memeberikan perhatian pada isu yang berkaitan dengan masalah modal atau saham. 3) Hot Issue Public, yakni publik yang aktif pada satu isu tertentu manyangkut kepentingan umum. Publik ini biasanya mendapat dukungan dar! media massa. Publik ini secara aktif akan mengkritisi kebijakan organisasi seperti kelompok pemerhati lingkungan. Misalnya sebuah perusahaan menimbulkan pencemaran lingkungan dan menimbulkan gejolak unjuk rasa dar! masyarakat, hal ini akan mengundang media massa meliput dan media cenderung akan membela kepentingan kelompok yang tertindas (masyarakat yang menjadi korban pencemaran). Publik Laten Publik laten adalah publik relatif tidak tertarik pada keseluruhan masalah atau disebut Grunig (1992) sebagai apathetic Publics yakni publik yang tidak tertarik pada keseluruhan masalah. Publik ini jumlahnya relatif besar dan mereka biasanya tidak sadar jika mereka punya kepentingan. Mereka tidak beropini, tidak vokal sehingga bagi organisasi publik laten sulit diidentifikasi. Contoh : Konsumen misalnya, mereka adalah sebuah organisasi. Mereka tidak merasa berkepentingan dengan perusahaan yang produknya dia gunakan, dan jika seorang konsumen mengalami kekecewaan dalam menggunakan produk maka dia akan mengganti dengan produk lain. Implikasi Bagi Humas Bagi organisasi, publik aktif dan publik laten dapat menguntungkan dan merugikan. Publik aktif menguntungkan organisasi karena opininya dapat menjadi indikator citra dan reputasi organisasi. Hanya saja jika humas pandai mengelola hubungan dengan media maka media dapat dimanfaatkan untuk kepentingan organisasi, dan hal ini jelas akan menguntungkan organisasi. tugas humas dalam mengelola publik laten jauh lebih sulit dan pada publik aktif. B. Segmentasi Publik lstilah segmentasi sering digunakan dalam pemasaran. Segmentasi adalah kegiatan membagi-bagi “pasar” (konsumen) ke dalam kelompok yang lebih homogen dengan harapan akan diperoleh respons, seperti membeli, memakai, menerima, percaya, setia atau sejenisnya (Kasali, 1994). (Kasali, 1994). Grunig (1992) mengatakan bahwa segmentasi adalah “one of most influential and fashionable concepts in marketing”. Berkait dengan hal tersebut Grunig (1992) lebih lanjut menyebutkan bahwa konsep segmentasi dapat membantu humas khususnya humas perusahaan (organisasi profit). dalam mengidentifikasi publik. Dengan teridentifikasinya publik maka akan memudahkan humas dalam menyusun program. Pada saat ini penyusunan program tidak bisa lagi hanya didasari suatu asumsi atau perkiraan, namun program harus dipersiapkan sedemikian rupa sesuai dengan target publiknya. Untuk inilah segmentasi diperlukan. Praktisi humas akan berhadapan dengan pertanyaan: apa yang harus dilakukan? Kasali (1994) menyebutkan bahwa banyak praktisi humas langsung menyusun program komunikasi berdasar perkiraan seperti yang biasa mereka lakukan, misainya mencetak brosur, beriklan, melakukan press conference tanpa jelas apa target dan kegiatan tersebut. a. Pendekatan dalam segmentasi Untuk menghindari kesalahan target dalam program komunikasi, maka diperlukan pendekatan seginentasi dalam humas. Pendekatan segmentasi diperlukan untuk Iebih menajamkan sasaran danmembuat program lebih terarah. Dalam pernasaran (Kotler & Andreasen dalam Grunig, 1992) menyebut bahwa segmenatsi clapai digambarkan sebagai “niche” atau ceruk dalam konsep pemasaran. Publik dalam hal ini selain terbagi dalam publik internal dan eksternal. b. Kegunaan segmentasi Segmentasi diperlukan untuk menajamkan sasaran publik. Dengan tajamnya sasaran maka komunikasi yang dilakukan bisa lebih efisien dan efektif. Kotler dan Andreasen dan Lovelock & Weinberg dalam Grunig (1992) mengatakan bahwa dalam segmentasi harus bisa didefinisikan, diukur, mudah dijangkau, tepat sesuai dengan misi organisasi. Dari pernyataan ini jelaslah bahwa segmentasi memudahkan kerja humas dalam menyusun program. Program Hubungan dengan Berbagai Publik Program hubungan dengan karyawan. suasana kerja atau sering disebut iklim komunikasi menjadi landasan hubungan dengan karyawan. Selain itu hubungan dengan karyawan dapat berjalan jika didukung oleh tiga hal pokok (Jefkins, 1995): a. Keterbukaan pihak manajemen b. Kesadaran dan pengakuan pihak manajemen akan nilai dan arti penting komunikasi dengan karyawan c. Keberadaan seorang manajer komunikasi (manajer humas) yang tidak hanya ahli dan berpengalaman tetapi juga didukung oleh sarana teknologi yang modern, seperti media komunikasi, yang antan lain berupa majalah, film, audio visual, internet dan lain-lain. Program hubungan dengan pemegang saham Hubungan yang dibangun adalah hubungan untuk mendapatkan kepercayaan dan pemegang saham. Pemegang saham adalah sumber investasi bagi organisasi khususnya organisasi profit.Yang juga penting dilakukan adalah membuat iklan laporan tahunan tentang kondisi keuangan perusahaan. Program hubungan dengan konsumen Tanpa konsumen sebuah perusahaan tidak akan hidup. Hubungan yang dibangun dengan konsumen tergantung pada pengelompokan konsumen, apakah anak-anak, remaja, dewasa, laki-laki atau perempuan, hoby dan sebagainya. Hubungan dengan konsumen dapat dilakukan dengan komunikasi lisan, open house yakni memberi kesempatan kepada konsumen untuk mengunjungi perusahaan dan mereka dapat melihat secara langsung proses produksi, melakukan komunikasi lewat majalah, audio visual, iklan kelembagaan dan mengadakan special event atau acara khusus. Program hubungan dengan Pemerintah Telah disebutkan bahwa pemerintah merupakan kelompok publik eksternal yang cukup penting bagi organisasi. Sejak pendirian hingga operasional, organisasi profit dan non profit akan berhubungan dengan pemerintah. Hubungan dengan pemerintah menjadi salah satu program humas yang cukup penting. Program yang dilakukan antara lain, melakukan komunikasi dengan menggunakan berbagai media cetak, elektronik, bahkan di beberapa negara maju program humas yang penting adalah melakukan lobi (Kasali, 1994). Lobi dilakukan untuk mempengaruhi kebijakan dalam pembuatan peraturan, undang-undang dan ketentuan lain. Lobi bukan sesuatu yang melanggar hukum karena lobi adalah kegiatan memberi informasi dan membujuk dengan cara-cara yang etis. bibi dilakukan misalnya untuk meminta keringanan pajak, dll. Program hubungan dengan Komunitas Baskin & Aronoff (1988) menyebut bahwa lingkup komunitas tidak hanya mereka yang secara fisik berdekatan dengan bangunan perusahaan namun komunitas meliputi lingkup regional, nasional bahkan internasional. Menurut Baskin & Aronoff (1988) prinsip dalam hubungan dengan komunitas adalah ‘good neighbor’ , membangun hubungan bertetangga dengan baik, saling tergantung, saling menguntungkan. Program hubungan komunitas (community relations) antara lain, tidak mencemari lingkungan, memberi kontribusi kesejahteraan pada masyarakat,dll. Hal lain yang perlu dilakukan adalah berkomunikasi secant rutin dengan tokoh-tokoh masyarakat setempat. Program hubungan dengan Media Massa Peran media dalam memperkenalkan, membesarkan seseorang atau suatu organisasi sangat besar. Namun media juga dapat menghancurkan seseorang atau suatu organisasi. Oleh karena itu membangun hubungan dengan media menjadi tugas utama humas. Hal penting yang perlu diketahui humas dalam membangun hubungan dengan media adalah (Baskin & Aronoff, 1988): a. Memahami cara kerja media. Praktisi humas harus memahami bagaimana media bekerja. Media bekerja dibatasi oleh “dead line” atau tenggang waktu, setiap naskah berita atau informasi “dikejar” waktu pemuatan. Untuk sural kabar waktunya 24 jam, sementara televisi dan radio tidak ada jeda lagi antara peristiwa dan waktu penyiaran. Jadi media berkerja cepat agar informasinya tetap aktual. Dengan demikian bahan-bahan informasi yang disampaikan humas juga harus cepal agar informasinya tidak kedaluarsa. b. Memahami kebijakan redaksional. Praktisi humas harus dapat mengerti tentang kebijakan redaksional setiap media yang berbeda-beda (Jefkins, 1995). Informasi yang dikirim humas tidak selalu bisa disiarkan media tergantung dan ada tidaknya nilai berita (news values) dan segmentasi media. Nilai berita berkait dengan menarik tidaknya informasi tersebut bagi audiens. Jika informasi dinilai tidak menarik maka redaksi punya kewenangan untuk tidak memuat atau menyiarkan. Untuk itu, praktisi humas tidak boleh kecewa atau berprasangka pada media. c. Perbedaan kepentingan antara humas dan media (conflict of interest). Antara praktisi humas dan media sering timbul perbedaan kepentingan, bagi media bad is news sementara bagi humas bad is not news, maksudnya peristiwa buruk yang terjadi di organisasi kita merupakan berita menarik bagi media sementara bagi humas peristiwa tersebut dapat berakibat pada menurunnya citra. Teori Komunikasi sebagai Pendukung Praktik Humas A. AGENDA-SETTING Asumsi dasar dari teori ini adalah, dimana khalayak dianggap mudah diarahkan oleh komunikator dengan penekanan-penekanan pemberitaan yang dilakukan melalui media massa, sehingga model ini lebih fokus pada tujuan komunikator saja. Karena meningkatnya nilai penting dan suatu topik yang di blow-up melalui media massa maka akan menyebabkan meningkatnya nilai topik tersebut pada khalayak. Teori ini muncul untuk pertama kalinya dan hasiÍ sebuah riset sistematis yang dilakukan oleh M.E.Mc.Combs dan D.L. Shaw. Mereka meneliti penentuan agenda (Agenda-Setting) dalam kampanye presiden tahun 1968 dan membuat hipotesis bahwa media massa menentukan agenda untuk setiap kampanye politik, yang mempengaruhi proyeksi sikap terhadap isu-isu politik. Penelitian tersebut fokus pada pemilih yang masih ragu-ragu di Chapel Hill, North California, karena diasumsikan bahwa “Pemilih ragu ragu” akan mudah terpengaruh dengan dampak dan Agenda-Setting (Severin dan Tarikard Jr., 2005:264). Dalam Public Opinion Quarterly yang terbit pada tahun 1972 dengan judul “The Agenda-Setting Function of Mass Media “, kedua pakar tersebut mengatakan bahwa “Jika media memberikan tekanan pada suatu peristiwa maka media akan mempengaruhi khalayak untuk menganggap peristiwa tersebut sebagai sebuah peristiwa penting”. Dan nampaknya pernyataan itu merupakan bukti dan hasil dan riset yang telah dilakukan sebelumnya. Sebuah penjelasan yang dilakukan untuk meningkatkan kecenderungan publik dalam memandang suatu masalah sebagai masalab bangsa yang paling penting dan besar. Fungsi penentuan agenda (Agenda-Setting-Function) media mengacu pada kemampuan media, dengan liputan berita yang diulang-ulang, untuk mengangkat pentingnya sebuah isu dalam benak khalayak. Teori Agenda-Setting menunjukkan bahwa media massa mampu mempengaruhi kognisi khalayaknya melalui dua cara; 1. Media secara efektif menginformasikan peristiwa tertentu kepada khalayak 2. Media mempengaruhi persepsi khalayak mengenai pentingnya peristiwa atau masalah tersebut Sementara itu Manhein dalam pemikirannya tentang konseptualisasi agenda yang potensial untuk memahami proses Agenda-Setting menyatakan bahwa Agenda-Setting meliputi liga agenda, yaitu agenda media, agenda khalayak, dan agenda kebijaksanaan. Masing-masing agenda tersebut mencakup dimensi-dimensi sebagai berikut: 1. Agenda Media, meliputi; a. Visibility (visibilitas), jumlah dan tingkat menonjolnya suatu berita dapat dilihat dan halaman berapa berita tersebut dimuat dan berapa diokasi jumlah kolom dan luas kolom yang disediakan untuk berita b. Audience Silence (tingkat menonjol bagi khalayak), relevansi isi berita dengan kebutuhan khalayak. Kadangkala, media memuat berita yang isinya bukan merupakan kebutuhan khalayak namun media bisa membuat seolah-olah khalayak membutuhkan c. Valence (valensi), menyenangkan atau tidak menyenangkan cara pemberitaan suatu peristiwa. Kecenderungan tingkat valensi bisa menunjukkan keberpihakan media pada peristiwa tertentu 2. Agenda Khalayak, meliputi; a. Familiarity (keakraban), derajat kesadaran khalayak akan topik tertentu b. Personal Silence (penonjolan pribadi), relevansi kepentingan dengan ciii pribadi c. Favorability (kesenangan), pertimbangan senang atau tidak senang akan topik berita 3. Agenda Kebijaksanaan, meliputi; a. Support (dukungan), kegiatan menyenangkan bagi posisi suatu berita tertentu b. Likelihood of Action (kemungkinan kegiatan), kemungkinan pemerintah melaksanakan apa yang diibaratkan c. Freedom of Action (kebebasan bertindak), nilai kegiatan yang mungkin dilakukan pemerintah Pendekatan ini penting dipahami karena dalam teori agenda setting ditunjukkan cara yang dapat dimiliki media agar memiliki dampak pada khalayaknya, yakni alternatif untuk perubahan sikap. Selanjutnya ada indikasi bahwa dampak tersebut mungkin adalah dampak yang signifikan. Media mampu membentuk pandangan khalayak mengenai masalah-masalah penting dan serius yang sedang dihadapi, dan bahwa masalah-masalah yang ditekankan melalui media massa bisa jadi bukanlah masalah yang dominan dalam realitas sosial. Itulah realitas media yang sering kali melebihi dari realitas sosial sesungguhnya. Dalam praktek humas, pemahaman dan penguasaan teori Agenda-Setting sangatlah mendukung, khususnya dalam kegiatan komunikasi baik melalui media internal maupun melalui media massa yang khalayaknya lebih luas. Hal ini sangat berkaitan dengan penentuan opini publik yang dibangun melalui media massa. Dengan memanfaatkan penentuan agenda media maka kerja seorang petugas humas, khususnya yang berkaitan erat dengan pembentukan pendapat umum akan menjadi lebih efektif dan efisien. B. USES AND GRATIFICATION Pendekatan ini merupakan pergeseran fokus dan tujuan komunikator (penyampai pesan) ke tujuan komunikan (penerima pesan). Pendekatan mi berusaha menentukan fungsi apa saja yang dijalankan oleh komunikasi massa dalam melayani khalayaknya. Khalayak dianggap lebih aktif sehingga dalam Leon ini yang menjadi fokus adalah apa yang dilakukan oleh khalayakterhadap media. Pendekatan Uses and Gratification untuk pertama kali dijelaskan oleh Elihu Katz (1959) yang menyatakan dalam sebuah artikel yang ditulisnya sebagai reaksi atas pernyataan Bernard Berelson (1959) yang mengatakan bahwa bidang penelitian komunikasi sudah mati. Katz berpendapat bahwa bidang yang sedang sekarat adalah kajian komunikasi massa sebagai persuasi. Menurut Katz penelitian komunikasi massa kebanyakan bertujuan mencari jawaban atas pertanyaan “Apa yang dilakukan media terhadap khalayaknya” (Severin dan Tarikard,Jr, 2005:354) bukan “Apa yang dilakukan khalayak terhadap media”. Pendekatan Uses and Gratification inilah yang mampu menjawab pertanyaan “Apa yang dilakukan khalayak terhadap media?” Asumsi dasar teori Leon Uses and Gratification adalah, khalayak dianggap aktif dan membutuhkan media. Motivasi masing-masing khalayak dalam menggunakan dan memanfaatkan media sangat ditentukan oleh faktor kebutuhan masing-masing. Uses and Gratification meneliti asal muta kebutuhan khalayak secant psikologis dan sosial, dimana menimbulkan harapan tertentu dan media massa atau sumber-sumber lainnya, yang membawa pada pola terpaan media yang berlainan (atau keterlibatan pada kegiatan yang lain), dan menimbulkan pemenuhan serta akibat-akibat lain, bahkan termasuk juga akibat-akibat yang tidak kita inginkan. Ada beberapa cara untuk mengklasifikasikan kebutuhan dan gratifikasi khalayak. Ada Gratifikasi langsung (informatif-mendidik) dan Gratifikasi terabai (khayaIi-pelarian). Katz, Gurevitch, dan Haas (1973) memandang media massa sebagai suatu alat yang digunakan oleh individu-individu untuk memenuhi kebutuhannya termasuk menjalin atau bahkan memutuskan hubungan dengan individu lainnya. Mereka mencoba membuat daftar kebutuhan berdasarkan fungsi-fungsi sosial dan psikologis media massa, adapun kategori kebutuhannya adalah sebagai berikut; 1. Kebutuhan kognitif, memperoleh informasi, pengetahuan, dan pemahaman. 2. Kebutuhan afektif, emosional, pengalaman menyenangkan, atau estetis. 3. Kebutuhan integratif personal, memperkuat kredibilitas, rasa percaya diri, stabilitas, dan status. 4. Kebutuhan integratif sosial, mempererat hubungan dengan keluarga, teman, sahabat, dan sebagainya. 5. Kebutuhan pelepasan ketegangan, pelarian, dan pengalihan. Pendekatan Uses and Gratification dapat memberikan deskripsi dinamis tentang khalayak, dalam model ini khalayak tidak dipandang sepenuhnya pasif sehingga penggunaan media oleh khalayak dapat teridentifikasi motifnya. C. DIFUSI-INOVASI Pendekatan ini menjelaskan bagaimana suatu ide, gagasan, praktik, atau penemuan baru (inovasi) disebarkan kemudian diterima oleh pura pemakai yang menjadi sasaran komunikasi. Teori ini mulai dikenalkan oleh Everett M. Rogers (1995), melalui bukunya yang berjudul Diffusion of Innovations ia mengkaji hampir 4000 publikasi difusi untuk merevisi teori tentang proses keputusan inovasi sebelumnya. Rogers mendefinisikan innovation sebagai gagasan, praktik, atau obyek yang dipandang baru oleh individu atau unit adopsi yang lain. Teori ini mencoba mengembungkan secara perlahan-lahan model alir dua langkah menjadi model alir multi langkah yang sering digunakan dalam riset difusi (Diffusion Research), yakni penelitian proses sosial mengenai bagaimana inovasi-inovasi sosial] (ide-ide, praktik-praktik, obyek-obyek barn) menjadi diketahui dan tersebar ke seluruh sistem sosial. Model alir dua langkah hanya terfokus pada bagaimana individu menerima informasi dan meneruskannya kepada yang lainnya, sementara difusi Iebih berkonsentrasi pada Iangkah terakhir yakni adopsi at-au justru melakukan penolakan terhadap hadirnya inovasi. Rogers menggeser penekanan aktivitas komunikasi satu arah ke pertukaran informasi di antara peserta dalam proses komunikasi. Dia menggunakan konsep ketidakpastian (uncertainty,) dan informasi yang dikemukakan oleh Shannon dan Weaver sebagai kerangka kerja teoritis. Sebuah inovasi menghasilkan ketidakpastian (uncertainly) karena inovasi memberikan alternatif pada metode-metode atau gagasan-gagasan yang ada saat ini (newness). Adapun karakteristik inovasi yang mempengaruhi tingkat adopsi, adalah (Rogers, 1995:15-16, 212-244); 1. Relative Advantage (Manfaat relatif), yakni sejauh mama inovasi tersebut dipandang lebih baik dan pada gagasan yang ada sebelumnya yang (digantikan). 2. Compatibility (Kesesuaian), yakni sejauh mana inovasi dipandang konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman-pengalaman masa lalu, dan kebutuhan-kebutuhan pengadopsi yang potensial. 3. Complexity (Kerumitan), yakni sejauh mana inovasi dipandang sulit untuk dimengerti dan digunakan. 4. Trial-ability (Kemampuan untuk dicoba), yakni sejauh mana inovasi dapat dicoba secara terbatas 5. Observ-ability (Kemampuan untuk dapat dilihat), yakni sejauh mama hasil-hasil inovasi dapat dilihat oleh orang lain. Difusi didefinisikan Rogers sebagai jenis komunikasi khusus yang berhubungan dengan penyebaran inovasi. Aspek lain dalam kegiatan difusi adalah apa yang dalam komunikasi dikenal dengan Homophily dan Heterophily. Homophily adalah tingkat dimana pasangan individu yang sedang berinteraksi mempunyai kemiripan dalam sifat-sifat tertentu, seperti keyakinan, nilai-nilai, pendidikan, atau status sosial. Sedangkan Heterophily adalah tingkat dimana pasangan individu yang sedang berinteraksi memiliki perbedaan dalam sifat tertentu (kebalikan dan Homophily). Dan dalam difusi sebuah inovasi, seringkali terdapat Heterophily. Heterophily tingkat tinggi seringkali dijumpai dalam difusi-inovasi, karena gagasan-gagasan barn sering berasal dan orang-orang yang benar-benar berbeda dengan penerima, dan menciptakan masalah unik dalam memperoleh komunikasi yang efektif (Severin dan Takard,Jr, 2005:249). Adapun proses keputusan inovasi (Innovation Decision Process) merupakan proses mental yang dilalui individu atau unit lain yang membuat keputusan untuk menerima atau menolak inovasi yang diperkenalkan padanya. Proses ini terdiri dan lima tahap, yakni: 1. Knowledge (Pengetahuan), yakni penerimaan inovasi dan suatu pemahaman tentang bagaimana movasi tersebut berfungsi. 2. Persuasion (Persuasi), yakni pembentukan sikap terhadap inovasi. 3. Decision (Keputusan), yakni aktivitas yang menghasilkan pilihan untuk mengadopsi atau menolak inovasi. 4. Implementation implementasi), yakni penggunaan dan pelaksanaan inovasi. 5. Confirmation (Konfirmasi), yakni mencari penguatan terhadap keputusan inovasi yang dibuat. Apabila dan hasil pencarian ini ia merasa keputusannya benar maka ja meneruskan menggunakan inovasi, sebaliknya apabila ja merasa keputusannya tidak benar maka ia meninggalkan inovasi tersebut. Di dalam proses inovasi dikenal istilah Innovativeness, yaitu suatu kondisi di mana seseorang relatif lebih dini dalam mengadopsi ide-ide baru dan pada anggota-anggota yang lain dalam suatu sistem sosial. Ada beberapa jenis pengadopsi, yaitu; 1. Innovators (inovator) orang-orang yang tergolong sebagai inovator adalah orang yang berani mengambil risiko, bersemangat untuk mencoba ide-ide baru, mempunyai hubungan yang lebih kosmopolitan atau mendunia dari pada rekan-rekan sesamanya. 2. Early Adopters (pengadopsi awal), orang-orang yang tergolong sebagai early adopters kebanyakan memiliki tempat yang terhormat, biasanya tingkat pimpinan opini yang tertinggi dalam sistem sosial. 3. Early Majority (Mayoritas awal). orang-orang yang tergolong earl majority memiliki sifat tenang dan berhati-hati, sering berinteraksi dengan sesamanya namun jarang memegang posisi kepemimpinan utama. 4. Late Majority (Mayoritas akhir), orang yang tergolong Late Majority Memiliki sifat skeptis, sering mengadopsi inovasi karena kebutuhan ekonomi atau tekanan jaringan kerja yang meningkat. 5. Laggard (Orang yang ketinggalan) tradisional, paling lokal hampir terpencil, yang sering dijadikan acuan adalah masa lalu. Konsekuensi merupakan sebuah perubahan yang terjadi, pada diri individu atau sistem sosial sebagai akibat adopsi atau penolakan pada inovasi. Ada beberapa jenis konsekuensi yang terjadi setelah adanya keputusan; 1. Konsekuensi dikehendaki Vs tidak dikehendaki, hal tersebut sangat tergantung pada apakah dampak-dampak inovasi dalam sistem sosial berfungsi atau tidak. 2. Konsekuensi langsung Vs tidak langsung, hal ini tergantung pada apakah perubahan-perubahan pada individu atau sistem sosial terjadi dalam respons langsung terhadap inovasi atau sebagai hasil urutan kedua dan konsekuensi langsung inovasi, 3. Konsekuensi yang diantisipasi Vs yang tidak diantisipasi, hal ini sangat tergantung pada apakah perubahan-perubahan diketahui dan diinginkan atau tidak oleh para anggota sistem sosial. Dalam penerimaan inovasi ada istilah Rate of Adoption, di mana kondisi ini dimaknai sebagai kecepatan relatif pada saat sebuah inovasi diadopsi oleh anggota-anggota suatu sistem sosial. Rate of Adoption sangat dipengaruhi oleh masing-masing unsur difusi-inovasi. Artinya cepat atau lambatnya proses penerimaan sebuah inovasi sangat ditentukan oleh saluran yang digunakan, apakah berupa hubungan antarpribadi ataukah media massa yang benar-benar ada atau mungkin berasal dan sumber kosmopolit atau lokal. Saluran komunikasi kosmopolit (Cosmopolite), adalah saluran komunikasi yang berada di luar sistem yang sedang diselidiki, sedangkan saluran lokalit (Localite) adalah yang berasal dan dalam sistem sosial yang sedang diselidiki. Dan temyata masing-masing saluran ini memainkan peran yang berlainan selama proses difusi berlangsung. Saluran media massa menjangkau khalayak yang lebih tuas dengan cepat, menyebarkan informasi, dan mengubah sikap-sikap yang kurang kuat. Saluran hubungan antarpribadi memberikan pertukaran informasi dua arah dan lebih efektif daripada media massa dalam menangani resistansi atau sikap apatis dan pihak penerima. Sumber hubungan antarpribadi dapat menambahkan informasi atau mengklarifikasi poin-poin dan mungkin mengatasi kendala psikologis dan sosial. Dalam proses difusi-inovasi, saluran media massa dan saluran saluran kosmopolit relatif lebih penting pada tahap pengetahuan, sedangkan saluran hubungan antarpribadi dan saluran lokalit Iebih efektif pada tahap persuasi. Dalam difusi-inovasi, agen-agen perubahan memiliki peran yang utama, terlebih dalam tahap percobaan dan evaluasi. Agen perubahan (Change agent) adalah seorang profesional yang berusaha untuk mempengaruhi keputusan adopsi dalam arah yang menurutnya dikehendaki. Seringkali seorang agen perubahan memanfaatkan pemimpin opini lokal untuk membantu menyebarkan inovasi atau bahkan mencegah terjadinya adopsi(pada inovasi yang sifatnya berbahaya. Dan peran agen perubahan dalam evaluasi dan percobaan inovasi sangatlah penting khususnya bagi periklanan dan humas. D. DISONANSI COGNITIVE Teori yang berarti ketidaksesuaian antara kognisi sebagai aspek sikap dengan perilaku yang terjadi pada diri seseorang ini dimunculkan oleh Leon Festinger (1957). Teori ini beranggapan bahwa dua elemen pengetahuan “merupakan hubungan yang disonan (tidak harmonis) apabila, dengan mempertimbangkan dim elemen itu sendiri, pengamatan satu elemen akan mengikuti etimon satunya” (dikutip dari pendapat Festinger dalam Savarin dan Tarikard,Jr, 2005:165) Sebagaimana teori-teori konsistensi lainnya, teori ini berpendapat bahwa disonansi: ‘karena secara psikologis tidak nyaman maka akan memotivasi seseorang untuk berusaha mengurangi disonansi dan mencapai harmoni/keselarasan” dan ‘selain upaya itu orang juga akan secara aktif menolak situasi-situasi dan informasi yang sekiranya akan meningkatkan disonansi”. Dalam disonansi kognitif elemen-elemen yang dipermasalahkan antara lain; 1. tidak relevan satu sama lain 2. konsisten satu sama lain (harmoni) 3. tidak konsisten satu sama lain (disonansi) Dalam pengambilan keputusan, disonansi diprediksikan akan muncul karena alternatif pilihan yang akan mengakibatkan ja diterima atau ditolak. Semakin sulit sebuah keputusan dibuat maka semakin besar disonansi setelah keputusan diambil (disonansi pasca-keputusan). Selain itu semakin penting sebuah keputusan maka semakin besar pub disonansi pasca-keputusan. Sebagai contoh, para pembeli mobil-mobil baru lebih tertarik membaca informasi dan iklan tentang mobil yang baru mereka beli daripada mobil lain (dikutip dan hasil riset Ehrlich. Guttman, dan Mills, 1957 dalam Savarin dan Takard, Jr, 2005:166). Teori disonansi juga merumuskan bahwa ketika seseorang ditempatkan pada sebuah situasi di mana dia harus berperilaku di depan umum yang bertentangan dengan sikap pribadinya maka dia akan mengalami disonansi dan pengetahuan tentang fakta tersebut. Derwin (1980) mencoba mengkritik hipotesis kesenjangan pengetahuan, yang menurutnya teori ini menekankan pencapaian tujuan sumber dan percobaan untuk memanipulasi guna mencapai tujuan tersebut. Menurut Derwin, pendekatan ini menyebabkan sindrom ‘menyalahkan korban”. Bagi seorang komunikator sekaligus sebagai penghubung yang tertarik dalam membantu menjembatani kesenjangan pengetahuan dapat melakukan beberapa langkah, diantaranya; 1. membuat strategi-strategi yang melibatkan orang-orang dalam kelompok-kelompok karena hal ini dapat membantu mengatasi kesenjangan pengetahuan. 2. mengidentifikasi khalayak yang menjadi target untuk kampanye komunikasi tertentu. 3. mendesain pesan-pesan untuk menjangkau masing-masing khalayak. Ada beberapa faktor penyebab timbulnya kesenjangan pengetahuan, yakni; 1. terdapat perbedaan keterampilan komunikasi antara mereka dan status sosial ekonomi rendah dan mereka dan status sosial ekonomi tinggi. 2. terdapat perbedaan antara jumlah informasi yang disimpan atau latar belakang ilmu pengetahuan yang diperoleh sebelumnya. 3. orang dan status sosial ekonomi lebih tinggi mungkin mempunyal lebih banyak hubungan yang relevan. 4. mekanisme pajanan, penerimaan, daya ingat selektif mungkin berfungsi. 5. sifat dan sistem media massa itu sendiri disesuaikan dengan orang-orang dan status sosial ekonomi yang lebih tinggi Persuasi A. PENGERTIAN PERSUASI Persuasi didefinisikan sebagai ‘perubahan sikap akibat paparan informasi dan orang lain”. Menurut Aristoteles persuasi dapat didasarkan pada sebuah sumber kredibilitas (ethos), emosional (pathos), atau logika (logos) atau bahkan kombinasi dan ketiganya. Howell (Larson, 2000: 8) mendefinisikan persuasi sebagai sebuah kesadaran berupaya untuk mengubah pemikiran dan sikap seseorang dengan memanipulasi motif seseorang tersebut dalam menghadapi keputusan akhirnya. Selain itu, persuasi juga dimaknai sebagai sebuah bagian dan efek yang ada pada penerima pesan, sebagai akibat dari pesan yang membujuk dan merayu. Pace, Peterson, dan Burnett (1979) mendefinisikan persuasi sebagai tindakan komunikasi yang bertujuan untuk membuat komunikan mengadopsi pandangan komunikator mengenai suatu hal atau melakukan suatu tindakan tertentu. Namun definisi ini dianggap sebagai definisi yang terlalu umum. Johnston (1994) memberikan definisi yang lebih spesifik dengan menyatakan bahwa “Persuasi adalah proses transaksional di antara dua orang atau Iebih di mana terjadi upaya merekonstruksi realitas melalui pertukaran makna simbolis yang kemudian menghasilkan perubahan kepercayaan, sikap dan atau perilaku secara sukarela”. Dari kedua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa persuasi pada prinsipnya adalah setiap tindakan komunikasi yang ditujukan untuk mengubah atau memperteguh sikap, kepercayaan dan perilaku khalayak secara sukarela sehingga sejalan dengan apa yang diharapkan oleh komunikator. Kegiatan persuasi selalu ditandai oleh empat hal, yakni: 1. melibatkan sekurang-kurangnya dua pihak; 2. adanya tindakan mempengaruhi secara sengaja; 3. terjadi pertukaran pesan persuasif; 4. adanya kesukarelaan dalam menerima atau menolak gagasan yang ditawarkan. B. STRATEGI PERSUASI Teori-teori persuasi dapat membantu mengidentifikasi proses-proses yang terjadi ketika pesan-pesan komunikasi diarahkan untuk mempengaruhi sikap dan perilaku komunikan. Menurut Devito (1997), ada beberapa strategi untuk memperkuat atau mengubah sikap dan kepercayaan, yaitu: 1. Perkirakanlah dengan cermat tingkat sikap atau kepercayaan pendengar saat ini. 2. Upayakanlah perubahan sedikit demi sedikit. 3. Berikan alasan yang meyakinkan untuk membuat khalayak mempercayai apa yang Anda inginkan mereka percayai. Sedangkan dalam praktek kehumasan ada beberapa strategi persuasi yang dapat digunakan, yakni (Antar Venus, 2004:43); 1. Pilih atau jadilah Komunikator yang kredibel, maksudnya adalah; pesan yang diorganisasikan dan disampaikan dengan baik belum tentu cukup untuk mempengaruhi komunikan. Karenanya kredibilitas yang dimiliki komunikator harus disesuaikan dengan khalayak yang akan dituju. 2. Kemaslah pesan sesuai dengan keyakinan khalayak, maksudnya adalah; karena pesan akan mempunyai pengaruh yang besar untuk mengubah perilaku khalayak jika dikemas sesuai dengan keyakinan dan kepercayaan yang ada pada diri khalayak. 3. Munculkan kekuatan pada diri khalayak, maksudnya adalah; agar dapat membuat perubahan yang sifatnya permanen pada diri khalayak maka salah satu hal yang harus dilakukan adalah meyakinkan bahwa mereka secant personal mempunyai kemampuan untuk melakukan perubahan tersebut. Keyakinan bahwa seseorang secara personal mempunyai kemampuan untuk mengubah perilaku yang direkomendasikan disebut dengan persepsi kemampuan diri (Self-Efficacy Perception). 4. Ajak khalayak untuk berpikir, maksudnya adalah; sebuah pesan dapat membawa perubahan jika dapat memunculkan pemikiran positif dalam din khalayak. 5. Gunakan strategi pelibatan emosional, maksudnya adalah; agar dapat mempengaruhi khalayak (komunikannya) maka pesan komunikasi hendaknya juga disampaikan dengan melibatkan emosi komunikannya. 6. Gunakan strategi pembangunan inkonsistensi, maksudnya adalah; berdasarkan toeri disonansi kognitif, muncul sebuah pesan yang akan menimbulkan disonan karena tidak cocok dengan apa yang selama ini mereka percayai. 7. Bangun resistansi khalayak terhadap pesan negatif, maksudnya adalah; salah satu cara yang dapat ditempuh agar khalayak mengikuti keinginan komunikator adalah dengan memunculkan resistansi (kekebalan) khalayak terhadap pesan negatif yang berlawanan dengan pesan komunikasi yang sedang disampaikan. Strategi ini berguna membuat khalayak memiliki kekebalan terhadap tindakan yang ingin dicegah atau ditanggulangi melalui komunikasi tersebut. Beberapa model yang sering digunakan dalam proses persuasi antara lain; model respon kognitif (Greenwald, 1968), teori pemrosesan informasi (Information Processing Theory - McGuire- 1968), dan dua model proses ganda yaitu model kemungkinan elaborasi (elaboration likelihood model - Petty dan Cacioppo-1986) dan model sistematik heuristik (Heuristic systematic model - Chaiken, Liberman dan Eagly-1989). Model-model tersebut memiliki kesamaan sebagai berikut: 1. mereka mempresentasikan perubahan sikap atau persuasi sebagai sebuah proses yang terjadi melalui beberapa tahapan dan waktu. 2. Mereka menekankan pada kognisi atau pemrosesan informasi. 3. Mereka memberikan peran yang lebih aktif kepada penerima pesan sebagai agen pemrosesan informasi dibandingkan konsep-konsep persuasi atau perubahan sikap sebelumnya. Selain itu, dua model proses ganda tersebut menyebutkan bahwa setiap individu yang menerima sebuah pesan persuasif memiliki dua prosedur mental yang berbeda untuk memproses pesan tersebut. Satu-persatu model- model tersebut akan dijelaskan di bawah ini: 1. Teori Pemrosesan Informasi menyebutkan bahwa perubahan sikap terdiri dan enam tahap yang masing-masing tahap merupakan kejadian penting dan menjadi patokan untuk tahap selanjutnya. Tahap-tahap tersebut adalah: a. pesan persuasif harus dikomunikasikan b. penerima akan memperhatikan pesan c. penerima akan memahami pesan d. penerima terpengaruh dan yakin dengan argumen-argumen yang disajikan e. tercapai posisi adopsi baru f. terjadi perilaku yang dinginkan 2. Model Sistematik Heuristik mendiskripsikan dua cara pemrosesan pesan-pesan persuasif secara sistematik dan heuristik; a. pemrosesan sistematik: merefleksikan pengamatan yang hati-hati, analistik, dan sungguh-sungguh terhadap pesan. Orang harus dimotivasi untuk mempraktekkan pemrosesan sistematik, dan ini sebaliknya dapat dipengaruhi oleh variabel-variabel situasi seperti tekanan waktu atau kurangnya keahlian di bidang tertentu. b. pemrosesan heuristik adalah cara yang lebih sederhana yang menggunakan aturan-aturan atau skema penilaian atau pembuat keputusan. Contohnya pernyataan pernyataan pakar yang dapat dipercaya, orang yang populer akan dapat membantu pengambilan keputusan. 3. Model Kemungkinan Elaborasi, merujuk pada dua rute perubahan sikap yakni sentral dan eksternal. a. rute sentral dipakai ketika penerima secara aktif memproses informasi dan terbujuk oleh ra.sionalitas argumen. b. rute ekstemal dipakai ketika penerima tidak mencurahkan energi kognitif untuk mengevaluasi argumen dan memproses informasi di dalam pesan dan lebih dibimbing oleh isyarat-isyarat eksternal, di antaranya kredibilita.s sumber, gaya, dan format pesan, suasana hati penerima dan sebagainya. Persuasi dapat terjadi di bawah elaborasi tinggi maupun elaborasi rendah alan di antara keduanya, tetapi model itu menyebutkan bahwa proses perubahan sikap akan sangat berbeda pada masing-masing tingkatan elaborasi. Ketika persuasi terjadi melalui rute sentral, biasanya dikarenakan argumen-argumen berkualitas tinggi dipresentasikan secara kuat. Sedangkan melalui rute sentral, besar kemungkinan terjadi persuasi apabila penerima digiring untuk memiliki pemikiran-pemikiran positif secant umum tentang posisi yang dianjurkan. 4. Model Respon Kognitif, menyebutkan bahwa perubahan sikap dimediasikan oleh pemikiran-pemikiran yang terjadi dibenak penerima pesan. Dalam komunikasi persuasi, penerima pesan mempertimbangkan dan menghubungkan pesan-pesan yang diterima dengan sikap-sikap, pengetahuan, dan perasaan yang ada. Dalam hal ini penerima pesan mengulang-ulang materi kognitif yang telah tersimpan. Dalam model ini ditunjukkan bahwa respon kognitif terhadap sebuah pesan persuasif merupakan bagian penting dan proses persuasi yang seharusnya tidak diabaikan. C. KOMPONEN DALAM PERSUASI Persuasi sebagal salah satu teknik komunikasi memiliki komponen yang tidak jauh berbeda dengan komunikasi yang menggunakan teknik lain, seperti teknik informatif, coersive, pervasif, instruktif, dan human relations. Hanya yang menjadi perbedaan adalah karena teknik persuasif lebih bertujuan pada terjadinya perubahan pada komunikan baik secara kognitif, afektif, maupun behavioral maka seluruh komponennyapun harus mendukung tujuan tersebut. Komponen yang terlibat dalarn persuasi adalah; 1. Komunikator, dalam hal ini seorang komunikator dituntut untuk memiliki kredibilitas dan daya tarik, baik secara fisik maupun psikologis. Kredibilitas mempengaruhi tingkat kepercayaan komunikan terhadap pesan yang disampaikan oleh komunikator. Salah satu komponen dan daya tarik psikologis adalah adanya kesamaan (similarity). Dalam banyak hal kemiripan dan kesamaan antara komunikator dun komunikan dapat meningkatkan daya tarik yang membuat upaya persuasi menjadi lebih efektif. Selain itu juga didukung dengan adanya keterbukaan (extroversion), ketenangan (composure), kemampuan bersosialisasi sociability), dan karisma. 2. Pesan, dalam hal ini pesan yang dirancang secara kreatif akan menjadikan komunikasi persuasif lebih efektif. Adapun unsur pesan meliputi; isi pesan (mulai dan materi pendukung, visualisasi pesan, isi negatif pesan, pendekatan emosional, pendekatan rasa takut, kreatifitas dan humor, serta pendekatan kelompok rujukan), struktur pesan, yang merujuk pada bagaimana unsur-unsur pesan diorganisasikan. Secara umum ada tiga aspek yang terkait Iangsung dengan pengorganisasian pesan dalam komunikasi persuasif, yakni; sisi pesan, susunan penyajian,dan pernyataan kesimpulan. 3. Saluran, dalam hal ini saluran dianggap sebagai perantara dalam menyampaikan pesan kepada komunikan. Dalam komunikasi persuasif, media massa cenderung Iebih sering digunakan sebagai saluran komunikasi. 4. komunikan, dalam hal ini mereka adalah sasaran atau yang akan menerima pesan-pesan persuasif. Dan dalam komunikasi persuasif komunikan adalah sejumlah orang yang pengetahuan, sikap dan perilakunya akan diubah. Beberapa hal yang menentukan komunikan dalam merespons pesan-pesan persuasif antara lain; keyakinan, sikap dan nilai-nilai yang dimiliki oleh komunikan. 5. Efek, dalam hal ini efek yang ingin dicapai adalah adanya perubahan baik secara kognitif, afektif maupun behavioral pada komunikan. Efek kognitif berkenaan dengan pendapat, pandangan dan opini komunikan. Efek afektif yang berhubungan dengan emosi dan kondisi psikologis komunikan, sedangkan efek behavioral berhubungan dengan sikap darn perilaku yang timbul sebagai akibat dan penerimaan pesan. Dalam komunikasi persuasif, mempelajari kondisi komunikan atau khalayak adalah hal penting sebelum mempersiapkan dan mengemas pesan. Karena pesan baik dan aspek isi maupun penyajian akan sangat ditentukan oleh karakter dan kondisi komunikan yang menjadi target. Terlebih lagi jika komunikasi persuasif dilakukan melalui media massa, karakter khalayak yang sangat heterogen harus benar-benar dipelajari dengan matang sehingga tidak timbul misperception dan khalayak terhadap pesan yang disampaikan. Begitu juga kegiatan kampaye persuasif yang memanfaatkan forum-forum tertentu. lntinya kelima komponen tersebut harus benar-benar diperhatikan demi suksesnya sebuah komunikasi persuasif. Salah satu penentu keberhasilan praktek kerja humas adalah bagaimana dia mampu melakukan komunikasi persuasif yang benar-benar efektif. Pendapat Umum A. PENGERTIAN PENDAPAT UMUM Pendapat umum atau lebih sering disebut sebagai opini publik dimaknai sebagai ekspresi sikap yang sifatnya umum. Opini diartikan sebagai pendapat, ekspresi sikap, dan aktualisasi, artinya seseorang yang sedang mengeluarkan sebuah opini tampak dan komunikasi verbal dan non verbalnya. Cutlip dan Center pernah mengatakan bahwa opini adalah kecenderungan untuk memberikan respons terhadap suatu masalab atas situasi tertentu. Respons di sini jika kita pahami dan esensi opini, berarti sesuatu yang sudah dikeluarkan pada diri seseorang. Sedangkan publik sering diartikan umum, atau sekelompok orang yang tertarik pada suatu isu dan terbagi-bagi pikirannya dalam menghadapi isu tersebut dan berusaha untuk menghadapinya. Publik merupakan sekelompok individu yang tidak terorganisasi, mempunyai interes yang sama terhadap suatu persoalan, tidak berada dalam satu tempat (menyebar), melakukan kontak satu sama lain secara tidak langsung dan biasanya sangat anonim. Ada beberapa pengertian yang dikemukakan oleh beberapa pakar berkaitan dengan pendapat umum, antara lain berikut ini. 1. Berita-berita yang banyak diketahui dan dipermasalahkan oleh masyarakat. 2. Pendapat mayoritas rakyat 3. Pikiran orang banyak yang menjadi bahan perdebatan 4. Pendapat orang banyak yang dikumpulkan menjadi satu setelah dimusyawarahkan 5. Apa yang dipikirkan oleh anggota masyarakat disampaikan melalui media komunikasi 6. Pendapat orang banyak yang disampaikan untuk kepentingan bersama. Dengan demikian, pendapat umum dalam konteks kegiatan humas (dan yang perlu diketahui oleh seorang petugas humas) adalah: 1. Pendapat-pendapat yang disuarakan oleh orang-orang pemerintahan ataupun organisasi yang berkenan. 2. Pendapat kelompok elite yang disebabkan karena kompetensi pendidikannya, pengalamannya atau kedudukannya terhadap suatu isu yang bisa mempengaruhi jalannya organisasi atau pemerintahan. 3. Pendapat-pendapat organisasi mengenai isu yang bisa memberikan pengaruh terhadap proses pengambilan keputusan pembuatan undang undang. 4. Pendapat-pendapat yang disampaikan kepada pemerintah atau lembaga lembaga yang berkenan. 5. Pendapat-pendapat terhadap masalah yang berhubungan dengan pemerintah atau organisasi yang dikemukakan secara bebas dan terbuka oleh orang luar. Tindakan-tindakan mereka dapat mempengaruhi kegiatan dan struktur pemerintahan atau organisasi tersebut. Dan pendapat-pendapat di atas maka dapat dirumuskan tentang pendapat umum (Adnan dan Cangara, 1996:169) sebagai berikut: pendapat umum dimaknai sebagai gabungan pendapat perseorangan mengenai suatu isu yang dapat mempengaruhi seseorang serta memungkinkan seseorang, untuk dapat mempengaruhi pendapat-pendapat tersebut. ini berarti pendapat umum hanya bisa terbentuk kalau menjadi bahan pembicaraan umum atau jika banyak orang penting (elite) mengemukakan pendapat mereka tentang suatu isu sehingga bisa menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. B. PROSES PEMBENTUKAN PENDAPAT UMUM Sebelum membahas bagaimana proses pembentukan pendapat umum, ada baiknya mengetahui Iebih dahulu faktor-faktor yang bisa menyebabkan terbentuknya pendapat umum antara lain adanya realitas faktual tertentu yang kemudian menjadi wacana dalam proses komunikasi. Ketika realitas faktual tersebut ditransformasikan dalam pesan-pesan komunikasi, sesungguhnya realitas itu bersifat statis. Fakta empiriknya sama. Akan tetapi, pelaksanaannya mengalami pergeseran disebabkan oleh pengaruh faktor faktor yang terlibat dalam komunikasi. Adapun faktor-faktor komunikasi tersebut adalah: 1. Faktor Psikologis 2. Faktor Sosiologis 3. Faktor Budaya 4. Faktor Media Massa Menurut teori yang dikemukakan oleh beberapa pakar ilmu politik dan ilmu komunikasi, syarat terbentuknya suatu pendapat umum dalam suatu negara ialah Demokrasi, yakni adanya kebebasan menyatakan pendapat atau kebebasan bersuara. Semua yang menyangkut kepentingan umum harus disampaikan kepada masyarakat. Sehingga media massa harus difungsikan sebagai saluran informasi untuk menyampaikan pendapat dan aspirasi anggota masyarakat sehingga terjalin komunikasi timbal balik baik antara masyarakat dengan pemerintah, maupun masyarakat dengan anggota masyarakat lainnya. Dan media massa sebagai salah satu unsur yang sering terlibat dalam pembentukan pendapat umum. Timbulnya pendapat umum meliputi dua sebab yakni direncanakan dan tidak direncanakan (Nuruddin, 2001:55). Sebuah pendapat umum yang tidak direncanakan kemunculannya dikeluarkan karena memang tidak mempunyai tujuan dan target tertentu, ja hanya sekedar untuk memberitahu masyarakat akan suatu permasalahan yang harus mereka ketahui. Pendapat ini juga bisa jadi tidak dikeluarkan oleh suatu organisasi atau institusi tertentu. intinya, ja muncul secara alamiah sehingga tidak membutuhkan media atau saluran yang efektif agar pendapat itu menjadi pendapat umum. Lain halnya dengan pendapat umum yang direncanakan. Karena direncanakan maka keorganisasian, media dan target tertentu yang menjadi sasaran sudah benar-benar dipersiapkan. Hal ini muncul untuk mempengaruhi pendapat umum yang sudah berkembang di masyarakat atau sengaja untuk mengkonter pendapat umum lain yang sudah diyakini masyarakat. Untuk memahami dan mempengaruhi pendapat umum ada baiknya seorang petugas humas mengetahui proses pembentukan pendapat umum. Pembentukan pendapat umum melalui proses sebagai berikut: 1. munculnya ketidakpuasan terhadap sesuatu yang memerlukan perbaikan 2. ketidakpuasan tersebut menjadi pembicaraan di kalangan masyarakat, baik yang disiarkan oleh media massa maupun yang tersebar dan mulut ke mulut. 3. masalah tersebut mendesak penyelesaiannya 4. diperlukan pengambilan keputusan dalam penyelesaiannya Jackson Baur, seorang pakar pendapat umum berkebangsaan Amerika berpendapat bahwa proses pembentukan pendapat umum melalui liga tahap; 1. tahap pertama pada tingkah laku massa, yakni menyebarkan berbagai macam pendapat di kalangan kelompok-kelompok kecil dalam masyarakat 2. tahap kedua pada situasi kontroversial, di mana pendapat tersebut mulai menyebar di kalangan elite tertentu 3. tahap ketiga dengan dilakukannya secara melembaga Iebih lanjut Baur membagi tiga tahap tadi menjadi tujuh langkah proses pendapat umum secara konkret: 1. timbulnya kerisauan di kalangan anggota masyarakat mengenal sesuatu masalah dan mencoba menghubungkan pendapat-pendapat tersebut dan berbagai sumber 2. timbulnya gagasan penyelesaian yang dikemukakan oleh kelompok kelompok masyarakat yang menaruh perhatian pada masalah tersebut 3. apabila telah muncul pendapat menentang yang dilakukan secara melembaga maka sutu publik yang sempurna telal terbentuk 4. apabila kelompok penentang ladi sudah mulai menyatu dan mencari dukungan dan luar 5. melalui pembicaraan dan perdebatan yang kontroversial inilah timbul pendapat umum 6. efek munculnya pendapat umum apabila kelompok-kelompok tersebut mulai melakukan atau rekomendasi agar pemerintah atau lembaga yang berkenan mengambil secara tegas 7. akhirnya pihak yang merasa berwenang mengambil keputusan yang sepantasnya Sebenarnya masih banyak pantangan dan pendapat mengenal proses pembentukan pendapat umum. Namun ada baiknya kita tidak hanya mengetahui proses pembentukan pendapat umum tetapi juga konteks kerja dan pendapat umum. Ada btherapa konteks kerja pendapat umum antara lain: 1. memperbaiki cilia baru, membentuk citra baru sesungguhnya relatif Iebih mudah dilakukan bagi produk-produk inovatif yang sebelumnya tidak dikenal masyarakat, apa lagi jika tidak memiliki pesaing yang berarti. Dalam hal ini tugas komunikator adalah menciptakan komunikasi secara teratur, berkesinambungan dan menggunakan saluran yang tepat. 2. mempertahankan citra yang telah terbangun, mempertahankan citra lebih sulit dan pada membangun citra. Karena ketika cilia sudah terbangun biasanya akan muncul pesaing, dan ini merupakan momen untuk mempertahankan citra yang sudah mapan. 3. memperbaiki citra yang terpuruk, ketidakpercayaan publik pada kita membuat kita menjadi tertuntut untuk tidak melakukan sesuatu. 4. menguatkan cilia karena kekuatan bersaing, citra ternyata bisa menurun bukan karena apa yang diperbuat, tapi juga karena makin kuatnya citra pesaing. 5. menguatkan atau mempertahankan cilia ketika berada di puncak, dalam kondisi ini yang perlu dilakukan adalah sekedar mengingatkan publik bahwa kita masih eksis Selain proses pembentukan pendapat umum dan konteks kerja pendapat umum, perlu bagi seorang petugas humas untuk mengetahui prinsip-prinsip pendapat umum. Menurut Hadley Cantril, seorang pakar humas dan pendapat umum dan Amerika Serikat dalam bukunya Gauging Public Opinion mengemukakan beberapa prinsip pendapat umum sebagai berikut: 1. pendapat umum amat peka terhadap kejadian-kejadian yang sifatnya luar biasa. 2. kejadian-kejadian yang sifatnya luar biasa akan mengguncang pendapat umum untuk sementara waktu. Dalam situasi seperti ini pendapat umum tidak akan stabil, sepanjang implikasi-implikasi peristiwa itu belum dapat dilihat secara menyeluruh 3. pendapat umum dinyatakan dalam bentuk ucapan atau sikap yang dapat diinterpretasikan 4. orang mudah terpengaruh sepanjang anggota masyarakat belum berstruktur, artinya masyarakat cenderung mencari informasi dan mencoba menginterpretasikannya 5. pendapat umum sifatnya merisaukan 6. pendapat yang dikemukakan seseorang cenderung dikaitkan dengan kepentingannya sendiri 7. pendapat mudah berubah sepanjang hal itu tidak membawa manfaat bagi din seseorang 8. apabila kepentingan seseorang terkait di dalamnya maka ja segan atau sama sekali tidak mau mengubah pendapatnya 9. dalam situasi yang kritis orang akan cenderung mencari pegangan pada orang yang bisa dipercaya dan memimpinnya 10. seseorang cenderung menerima keputusan pimpinannya dalam situasi kritis apapun, sepanjang mereka memiliki rasa keikuisertaan dalam pengambilan keputusan 11. seseorang cenderung Iebih senang membuat pernyataan daripada mengambil tindakan untuk mencapai tujuan tertentu 12. pendapat umum senantiasa diwarnai adanya keinginan. 13. dimensi psikologis yang ada pada pendapat umum ialah arah, kekuatan, kedalaman, dan kebijakan. Ada beberapa implikasi dan pendapat umum yakni: 1. pendapat umum bisai mensejajarkan fungsinya dengan standar normatif, seperti trdisi agama, hukum, dan lain sebagainya. 2. pendapat umum dapat menghilangkan karakter individu dalam Iingkungan sosialnya, karena ketika mayoritas dalam sistem sosial menjadi parameter keputusan-keputusan maka yang terjadi adalah hilangnya eksistensi individu dalam banyak hal Individu merasa takut untuk berbeda dengan arus pendapat umum sehingga dia mengikuti pendapat umum hanya untuk mencari selamat saja 3. pendapat umum bisa menjadi sumber ketakutan bagi kalangan minoritas apalagi jika jumlahnya sangat sedikit, tapi dan segi penguasaan aset sangat besar dan kuat sehingga biasa dijadikan sebagai sasaran dan amuk massa RISET UNTUK MENGETAHUI PENDAPAT UMUM Ada dua cara yang dapat dilakukan dalam menganalisis pendapat umum, yakni dengan melakukan penelitian dan promosi. Penelitian berusaha mengetahui isu-isu tertentu, seperti; jenis isu, lamanya isu, proses terjadinya pendapat, kekuatan kelompok dalam mempertahankan pendapat, sifat-sifat publik yang berkenan dan aspek-aspek publik Iainnya. Adapun analisis pendapat umum yang berhubungan dengan promosi, dimaksudkan untuk memberi pendidikan dan kesadaran seseorang tentang pendapat umum tersebut. Kedua macam analisis ini dapat memberikan manfaat agar petugas humas dapat mengetahui tingkat dan kecenderungan pendapat umum, proses pembentukannya, serta luas pengaruhnya dan lain sebagainya Untuk beberapa penelitian tentang pendapat umum yang berasal dan teks berita dapat digunakan beberapa pendekatan studi seperti, analisis wacana (discourse analysis), analisis framming (framming analysis), bahkan analisis semiotik (semiotic analysis) atau analisis isi (content analysis). Sebagai contoh adalah penelitian tentang citra, motivasi, efektivitas, danstudi tentang masyarakat perseorangan, dua atau lebih di antaranya dapat digunakan secara bersamaan dalam menentukan sifat pendapat umum (Frazier Moore, 1987:106). Penelitian A. ARTI PENTING PENELITIAN Penelitian adalah suatu tindakan dalam rangka mengumpul kan, mengolah, menganalisis, dan menyajikan data secara sistematis dan objektif. Proses penelitian menunjukkan perlunya ketelitian, dan kecermatan seorang peneliti. Oleh karena itu, diperlukan seseorang yang capable untuk melakukan penelitian ini. Jenis penelitian Lerbinger (1988) dalam Public Relations Review yang dikutip oleh Ngurah Putra (1999) mengemukakan empat jenis penelitian dalam kehumasan, yakni: Environmental monitoring, Public Relations Audit, Communication Audit, Social Audit. Berikut ini akan dijelaskan satu persatu. 1. Environmental monitoring Pemantauan lingkungan dibuat untuk mengamati kecenderungan kecenderungan dalam pendapat umum dan berbagai peristiwa dalam lingkungan sosial politik organisasi yang mungkin akan punya pengaruh penting terhadap sebuah organisasi. Di samping melakukan monitoring. Bisa juga dilakukan scanning (Baskin, Aronoff & Lattimore, 1997). Ada tiga model dasar scanning untuk mengetahui perubahan lingkungan, yaitu: a. irregular model yang menggunakan pendekatan ad hoc karena didorong oleh adanya krisis yang sedang dihadapi oleh sebuah organisasi, b. regular model yang lebih komprehensif dibandingkan model pertama. Biasanya menggunakan penilaian tahunan pada situasi lingkungan. Tujuannya atau fokusnya pada masalah-masalah khusus atau keputusan yang harus diambil organisasi, c. continous model yang menekankan pada pemantauan secara berkesinambungan berbagai unsur lingkungan yang mungkin punya pengaruh pada organisasi termasuk di dalamnya; system politik, peraturan dan persaingan. 2. Public Relations Audit Tujuan PR Audit adalah untuk menyediakan informasi bagi perencanaan usaha-usaha kehumasan di masa yang akan datang. asset dan kemampuan humas sebuah organisasi. PR Audit yang lengkap meliputi: a. relevant public, berupa daftar siapa saja yang menjadi publik yang relevan bagi organisasi. Daftar ini meliputi pula gambaran mereka berdasarkan fungsi mereka — para pemegang saham, karyawan, pelanggan, aktivis lingkungan, konsumen, dan sebagainya. Daftar tersebut kemudian dibuat ranking kelompok berdasarkan potensi pengaruhnya dan mengapa mereka penting, b. the organization‘s standing with publics, berupa pandangan masing masing publik terhadap organisasi. Misalnya melalui survey citra organisasi. c. issues of concern to publics berupa masalah-masalah yang menjadi agenda masing-masing publik. Organisasi dapat menentukan secara mudah mana publik yang punya agenda masalah yang sama dan melihat mana yang menjadi musuh atau beraliansi, d. power of public berupa rekaman berdasarkan kekuatan ekonomis dan politis yang dimiliki masing-masing publik. Kekuatan ini bisa diukur melalui jumlah anggotanya, kualifikasinya, anggaran dan sumber pemasukan, dan metode-metode yang digunakannya. 3. Communication Audit Audit komunikasi merupakan sebuah analisis lengkap tentang komunikasi organisasi internal dan atau eksternal yang dirancang untuk memahami kebutuhan, kebijakan, praktek, dan kemampuan komunikasi, untuk menemukan data sehingga manajemen puncak dapat membuat keputusan yang ekonomis dan berdasarkan informasi lengkap tentangtujuan ke depan komunikasi organisasi. Metode yang digunakan dalam audit komunikasi meliputi; a. readership survey, digunakan untuk melihat berapa orang yang membaca, mengikuti program, memahami dan mengingat pesan yang didapatkan dari publikasi khusus. Rubrik dan artikel apa yang sering dibaca, dan sebagainya, b. content analysis, yaitu sebuah metode untuk mengkoding dan mengklasifikasi secara sistematis pesan-pesan khusus dalam aspek tema-tema yang ada maupun atribut lainnya seperti pesan yang favourable dan unfavourable, c. readability studies digunakan untuk menilai keterbacaan sebuah artikel atau isi media cetak. d. communication climate survey, yaitu pengukuran sikap yang biasa dipakai untuk mengungkapkan persepsi publik terhadap tingkat keterbukaan dan ketersediaan saluran komunikasi, e. network analysis yang bertujuan untuk mengamati frekuensi dan pentingnya jaringan interaksi, berdasarkan pada jalinan yang paling sering. 4. Social Audit Audit sosial umumnya merupakan survey sikap dan pendapat yang mengukur persepsi berbagai publik tentang keresponsifan sosial sebuah organisasi. Teknik ini berusaha mengkuantifikasi dampak kehadiran sebuah organisasi pada publiknya. Fokus audit sosial adalah pada pengaruh apa yang dimiliki organisasinya pada publik dan efek fisik kehadiran suatu organisasi pada sebuah komunitas (physical environment). Audit ini untuk melihat penampilan sosial sebuah organisasi dan melihat organisasi sebagai “corporate citizen “. Di samping itu audit ini juga dilakukan untuk mengukur biaya sosial dan keuntungan sosial sebuah organisasi bisnis terhadap lingkungannya. Umumnya empat jenis penelitian di atas menggunakan metode penelitian yang bersifat formal dan dengan jenis data kuantitatif. Teknik-teknik penelitian humas Reilly (1988) misalnya membedakan penelitian berdasarkan teknik pengumpulan data yaitu: Penelitian Informal dan Formal. Gregory (2001) menjelaskan bahwa berdasarkan jenis data yang diperoleh dan disajikan maka penelitian dapat dibedakan kedalam Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, penelitian Kontinyu atau pelacakan berdasarkan objek penelitiannya, serta Penelitian Sekunder dan Primer berdasarkan perolehan sumber datanya. Penelitian Informal dan Formal, yaitu teknik penelitian yang disampaikan oleh Reilley (1988). Teknik penelitian ini sering digunakan dalam penelitian kehumasan. 1. Penelitian informal Melakukan penelitian dengan menggunkan berbagi sumber seperti perpustakaan, internet, menghubungi teman seprofesi, membuka file-file lama untuk mendapatkan informasi tentang apa tugas kita. Untuk keadaan dan kondisi tertentu. memperoleh data dari penelitian orang lain (disebut data sekunder) bisa menghemat waktu dan biaya daripada melakukan penelitian sendiri. 2. Penelitian Formal Penelitian formal mensyaratkan adanya prosedur ilmiah. Prosedur ilmiah inilah yang lazim disebut sebagai metode penelitian. Melalui prosedur penelitian ilmiah, sebuah kebenaran data bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Barangkali, survey merupakan metode yang banyak digunakan dan disukai. Penelitian survey bisa dilakukan dengan berbagai cara, antara lain; a. teknik survey melalui surat. Survey melalui surat relatif murah. Apalagi sekarang ada banyak cara mengirim surat kepada responden. Tidak hanya melalui kantor pos, humas bisa melakukan via e-mail. Namun ada kelemahannya, yakni kita tidak bisa memastikan berapa surat yang pasti akan dikembalikan kepada kita, b. interview secara pribadi. Teknik ini mungkin mahal, namun mungkin yang terbaik dan paling lengkap karena kita bisa memiliki kesempatan untuk melihat reaksi responden secara langsung, bertanya sebanyak mungkin yang diperlukan, dan merekam jawaban-jawaban yang lebih detail. Namun teknik ini ada kelemahan yaitu, mahal dan lama. Selain itu, terkadang harus berhadapan dengan calon responden yang tidak ramah dan tidak kooperatif. Selain teknik-teknik penelitian humas seperti tersebut diatas, teknik teknik penelitian humas lainnya menurut Gregory (2001) adalah sebagai berikut: 1. Penelitian Kuantitatif yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang kemudian dibuat statistiknya untuk mendapatkan hasil yang berupa angka-angka atau kuantitas. 2. Penelitian Kualitatif yaitu teknik penelitian yang menyelidiki variabel variabel yang tidak dapat di kuantifikasi, seperti opini, reaksi, dan sikap masyarakat. 3. Penelitian Kontinyu atau Penelitian Pelacakan yaitu teknik penelitian yang dilakukan dengan cara mengambil sekelompok orang yang sama atau sekelompok orang yang memiliki profil yang sama sebagai objek riset. Selanjutnya pertanyaan yang sari akan diajukan kepada mereka setiap interval waktu tertentu, misalnya tiap tahun sekali sekelompok orang tersebut ditanya tentang tingkat kesadaran (awareness) mereka terhadap keberadaan organisasi tertentu. Penelitian ini sangat membantu terutama bila kita ingin mengukur perubahan sikap atau tren konsumen dalam kurun waktu tertentu. 4. Penelitian Sekunder atau studi pustaka yaitu teknik penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data dan sumber-sumber yang telah diterbitkan. Trik dan teknik penelitian ini adalah dimana humas bisa menemukan data-data tersebut, Perpustakaan adalah contohnya. 5. Penelitian Primer yaitu teknik penelitian yang digunakan untuk mencari informasi yang kita butuhkan dengan segera melalui pengisian kuesioner, wawancara tatap muka, wawancara melalui telepon, fokus group, Internet group, dan sebagainya. 6.14 Perencanaan dan Pemrograman Gregory (2001) menyatakan bahwa melalui berbagai survey, kurangnya keahlian para praktisi humas dalam hal keuangan dan anggaran dianggap sebagai kelemahan para praktisi humas. Kelemahan lainnya adalah kurangnya kemampuan dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, penetapan tui uan, penetapan prioritas, perencanaan dan organisasi, kemampuan analisis dan time management. Pengertian perencanaan Berkaitan dengan hal diatas maka dapat kita lihat definisi humas yang dikemukakan oleh institusi of PR adalah sebagai berikut: “Praktik PR adalah usaha yang direncanakan sefla dilakukan secura kontinyu untuk menciptakan dan menjaga nama baik (goodwill) dan kesepahaman bersama antara suatu organisasi dengan publiknya”. Maksudnya adalah Humas haruslab direncanakan, yakni melalui proses yang dipikirkan secura matang, hati-hati, dan bertanggung jawab. Secura teknis, pentingnya perencanaan adalab dikarenakan keterbatasan waktu, sumber dana, dan tenaga disatu sisi dan kompleksitas persoalanhumas yang mungkin timbul disisi yang lain. Sedangkan secura strategis, pentingnya sebuah perencanaan dalam kerja humas adalah kesadaran para praktisi bahwasannya membangun reputasi yang baik bagi organisasinya bukanlah pekerjaan yang bisa dilakukan dalam semalam, melainkan harus dipupuk dengan hati-hati dan terencana. Unsur-unsur dalam Perencanaan Reilly (1988) dalam bukunya menyatakan bahwa, sebuah perencanaan mungkin bertujuan positif, preventif, atau tindakan perbaikan. Praktisi humas mungkin ingin memulai program yang bermanfaat akan mengantisipasi situasi yang negatif, namun bisa juga program harus mengoreksi kondisi yang kritis. Artinya, masing-masing perencanaan mempunyai kerangka unik sendiri, tetapi langkah-langkah yang diambil agak serupa, antara lain: Perumusan Masalah, Penetapan Sasaran dan Tujuan, Penentuan Jadwal dan Biaya. 1. Rumusan Masalah Suatu keadaan dikatakan sebagai masalah apabila muncul perbedaan antara kenyataan dan harapan (Broom dan Dozier, 1990). Kaitannya dengan persoalan humas, Jefkins merincikan empat persoalan utama yang dihadapi humas, yaitu meliputi pengetahuan publik yang salah (persepsi negatif) terhadap organisasi, timbulnya rasa curiga di kalangan publik kepada organisasi, apatisme yang muncul di kalangan kelompok yang diharapkan menjadi publik organisasi dan munculnya permusuhan publik terhadap organisasi. Sedangkan menurut Wilcox, Ault, dan Agee (1995) dalam Putra (1999), praktisi humas pada dasamya akan menghadapi tiga jenis masalah kehumasan yang harus ditangani. Pertama, persoalan yang berkaitan dengan adanya persepsi negatif publik terhadap organisasi atau sebuah produk. Biasanya persepsi yang demikian ini berkembang pelan-pelan yang dalam jangka waktu tertentu akan mempengaruhi penampilan organisasi. Kedua, praktisi humas harus menyusun dan melaksanakan sebuah program kehumasan dalam posisi organisasi yang netral, dalam arti tidak ada persepsi negatif yang berkembang. Ketiga, praktisi humas harus mengembangkan program-program berkesinambungan dalam usaha untuk membangun dukungan secara tenis menerus dan berbagai publik organisasi. Beberapa karakteristik perumusan masalah adalah sebagai berikut: a. Perumusan Masalah bisa dinyatakan daÍam bentuk pernyataan atau pertanyaan masalah b. Pernyataan atan pertanyaan masalah harus spesifik dan jelas. contoh rumusan masalah : Ada anggapan di kalangan masyarakat bahwa menabung di bank selalu menguntungkan. Pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan resiko menabung di bank sangat rendah. 2. Penentuan Sasaran dan Tujuan Cutlip, Center dan Broom (1994) menyatakan fungsi penentuan sasaran dan tujuan ini adalah: a. memberi fokus dan arah bagi orang yang akan mengembangkan strategi dan taktik program. b. sebagai panduan bagi orang yang akan melaksanakan program. c. memberi rincian ukuran keberhasilan untuk memantau dan mengevaluasi program. Sasaran dan tujuan haruslah dipahami sebagai outcome objective. Cutlip, Center dan Broom (1994) memberikan taksonomi sebagai berikut: 1. Knowledge Outcome, yakni berupa pengetahuan atau pemahaman publik terhadap organisasi dan sebaliknya pemahaman organisasi terhadap publik. Misalnya meningkatkan jumlah orang yang memahami masalah tertentu. 2. Predisposition Outcome, yakni berkaitan dengan sikap atau kecenderungan tindakan. Misalnya meningkatkan orang yang setuju terhadap suatu ide. 3. Behavior Outcome, yakni berupa perilaku nyata yang nampak. Misalnya, meningkatkan jumlah orang yang melaksanakan suatu keputusan. Gregory (2001) memberikan tip untuk menetapkan tujuan secara realistis sebagai berikut: 1. Kita dapat memiliki efek yang diinginkan dan komunikasi yang dilakukan. Jadi jika kita sedang memperkenalkan suatu ide baru atau ide yang sulk, maka dapat berkosentrasi pada tingkat kesadaran (awareness) terlebih dahulu, jangan malah mencoba untuk segera mendapatkan tanggapan dan segi perilaku! 2. Kita dapat memilih siapa yang akan menjadi publik sasaran. Kemudian susun daftar bantuan yang telah diberikan oleh individu-individu yang menjadi kelompok sasaran tersebut. 3. Persuasi (komunikasi) tersebut tidak perlu dilakukan hanya dengan satu cara. Organisasi dapat berubah dan kadangkala perubahan yang kecil dalam sikap alan perilaku organisasi dapat membawa dampak positif bagi publik sasaran kita. Beberapa kata kunci untuk menentukan tujuan humas antara lain: a. Menginformasikan b. Meningkatkan pengetahuan c. Menciptakan kesadaran d. Mendorong saling pengertian e. Mengatasi kesalahpahaman f. Menghilangkan prasangka g. Melakukan tindakan h. Meningkatkan tindakan Sebagai contoh: Menciptakan kesadaran karyawan akan manfaat Majalah Internal bagi manajemen dan karyawan. Meningkatkan jumlah partisipan dari kalangan karyawan untuk ikut menulis dalam rubrik Majalah Internal dan 4 orang menjadi 8 orang pada edisi ke-4. Meningkatkan pengetahuan masyarakat akan resiko menabung di bank dalam 2 tahun ke depan dan 30% menjadi 60%. Meningkatkan jumlah pengunjung dalam stan pameran Lembaga Kita, setidaknya 50% dan tahun yang lalu. Terakhir, kata Gregory (2001) ingatlah akronim SMART ketika menentukan tujuan, yaitu: Stretching, Measurable, Achievable, Realistic dan Timebound. 4. Penentuan Jadwal dan Anggaran Alokasi waktu bisa berdasarkan kebutuhan internal dan eksternal (Gregory, 2002). Contoh alokasi waktu berdasarkan kebutuhan internal adalah acara-acara penting perusahaan seperti pengumuman pensiunnya kepala eksekutif, penyusunan agenda orang-orang yang terlibat dalam program humas, dan sebagainya. Sedangkan contoh alokasi waktu berdasarkan kebutuhan eksternal adalah peringatan han besar nasional, jadwal tetap expo pembangunan, event-event komunitas yang telah teragendakan, dan sebagainya. Penentuan Anggaran Hal yang perlu diperhatikan dalam merinci biaya adalah pertimbangan efektif dan efisiensi (Gregory, 2002). Sedangkan menurut Cutlip, Center, dan Broom (1994) anggaran program humas sebuah perusahaan biasanya ditentukan berdasarkan salah satu dan faktor berikut ini: 1. Anggaran berdasarkan jumlah keseluruhan anggaran yang tersedia atau persentase dan seluruh anggaran operasional yang dikeluarkan perusahaan. 2. Anggaran yang dialokasikan berdasarkan keperluan bersaing. Yakni bersaing dengan anggaran humas perusahaan saingan 3. Anggaran berdasarkan seluruh keperluan untuk kegiatan yang ada. 4. Anggaran yang disusun berdasarkan keuntungan yang diperoleh. Sedangkan anggaran untuk kegiatan humas biasanya dipilah menjadi biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap antara lain meliputi gaji dan keuntungan tambahan, biaya telepon, Iangganan sural kabar atau media lainnya, dan sebagainya. Biaya tidak tetap adalah biaya-biaya untuk proyek khusus, misalnya biaya produksi materi, penempatan iklan, dan sebagainya. Implementasi Implementasi atau pelaksanaan adalah tahapan yang harus dilakukan setelah tahap perencanaan selesai dikerjakan dan perencanaan tersebut matang. Implementasi dalam program humas berupa suatu tindakan dan komunikasi. Seperti bita Burston yang di kutip Cutlip, Center dan Broom (1999), bahwa sekarang humas membantu organisasi tidak hanya dengan “mengatakan apa” atau berkomunikasi, melainkan juga dengan “melakukan apa” atau suatu tindakan. Jadi sudah saatnya program humas tidak hanya sekedar program komunikasi, melainkan juga harus mampu mendorong organisasi melakukan tindakan-tindakan non-komunikasi. Bahkan Cutlip, Center, dan Broom (1999) menyatakan “Action speak louder than words”. Suatu hal yang masih belum banyak dipahami oleh kebanyakan orang. Pembahasan implementasi dalam bahan ajar ini akan membahas dua hal tersebut: tindakan dan komunikasi Strategi Tindakan Menurut Cutlip, Center, dan Broom (1999), tindakan kehumasan adalah tindakan tanggung jawab sosial oleh departemen humas atau bagian lain dan organisasi kita. Strategi tindakan yang dilakukan biasanya termasuk perubahan dalam kebijakan organisasi, prosedur, produk, pelayanan, dan perilaku organisasi. Perubahan-perubahan itu selain di rancang untuk mencapai sasaran dan tujuan organisasi, juga sebagai respon terhadap kebutuhan dan kesejahteraan publik-publik organisasi tersebut. Hasil-hasil strategi tindakan, menurut Cutlip, Center, dan Broom (1999) digunakan untuk mengetahui bagaimana kebijakan organisasi, prosedur, tindakan-tindakan, dan hasil lainnya memberi konstribusi pada masalah- masalah kehumasan sebuah organisasi. Lebih jauh Cutlip dan kawan-kawan mengatakan bahwasanya strategi tindakan dikursuskan sebagai upaya pembenaran dan adaptasi dalam organisasi. Strategi Komunikasi Humas sebagai fungsi komunikasi sudah sangat populer dibandingkan sebagai fungsi manajemen secara keseluruhan (termasuk tindakan). Hal mi bisa dilihat melalui tugas utama humas, yakni membangun dan mempertahankan hubungan dengan publik-publik organisasi melalui serangkaian kegiatan komunikasi yang intensif. Tugas humas dengan demikian mengharuskan kualifikasi praktisi humas sebagai seseorang yang memiliki keahlian dalam berkomunikasi. Pesan. Menurut Cutlip, Center dan Broom (1999), prinsip pertama membingkai isi pesan adalah mengetahui posisi organisasi dalam suatu persoalan. Prinsip kedua adalah mengetahui kebutuhan, perhatian, dan kepedulian sasaran publik. Praktisi humas mengatakan, “Get Smart and put yourself in the other party ‘s shoes”. Sementara menurut Putra (2000) beberapa bagian penting dan pesan dalam komunikasi meliputi: gaya pesan (content style), imbauan pesan (messages appeals) yang biasanya berupa imbauan rasional dan emosional (ethos, pathos, dan logos), pengulangan pesan (messages repetition), kesimpulan (implicit dan explicit), pengorganisasian pesan, dan kejelasan pesan. Memilih media. Beberapa contoh media komunikasi meliputi telepon, surat, pertemuan Iangsung, pidato, radio, swat kabar, televisi, maupun internet. Menurut Pace & Faules dalam Putra (2000), penggunaan media tersebut, biasanya didasarkan pada sejumlah pertimbangan, seperti: 1. Biaya yang tersedia 2. Keterampilan dalam penggunaan saluran yang ada, baik pack perusahaan maupun publik 3. Dampak yang diinginkan (dikaitkan dengan tujuan program humas) 4. Relevansi saluran dan respon yang diharapkan terhadap informasi yang disampaikan. 5. Berkaitan dengan pilihan media yang dapat dikontrol atau tidak. Media yang dapat dikontrol akan menjamin pesan yang disampaikan sesuai dengan keinginan perusahaan dan tepat ditentukan waktu penyampaiannya, sehingga biayanya tentu Iebih mahal dan kredibilitas yang rendah. Sedangkan media yang tidak dapat dikontrol biasanya lebih menjamin kepercayaan publik terhadap pesan media, tetapi tidak menjamin kebenaran pesan seperti yang diinginkan (Heiptas, dalam Putra, 1999). 6. Tinggi rendah kemampuannya dalam membawa pesan dan tinggi rendah kepercayaan publik terhadap media tersebut (Simmons, dalam Putra. 1999). Sedangkan menurut Volkmann, masing-masing saluran komunikasi yang ada memiliki tingkat keefektifan yang berbeda-beda. Urutan keefektifannya (dan yang paling efektif sampai dengan yang kurang efektif) adalah sebagai berikut: 1. Percakapan tatap muka antara dua orang 2. Diskusi atau pertemuan kelompok kecil 3. Pidato di hadapan orang banyak 4. Percakapan melalui telepon 5. Catatan atau tulisan pribadi 6. Sural pribadi yang diketik 7. Sural non personal yang diproduksi massal 8. Brosur atau pamphlet yang dikirim Iangsung 9. Artikel dan newsletter 10. Berita dalam sural kabar 11. iklan dalam media massa 12. Billboard, skywriting. Penerima atau publik sasaran. Pembagian publik dalam humas bisa mengikuti pembagian berdasarkan segmentasi tertentu. Misalnya segmentasi publik berdasarkan jenis kelamin, tingkat pendidikan, psikografis (gaya hidup), kepentingan (interesting). Bisa juga berdasarkan keaktifannya terhadap suatu persoalan. Ada publik yang menyadari ada persoalan, berpikir tentang persoalan tersebut dan berusaha aktif terlibat untuk menyelesaikan persoalan tersebut Namun ada juga publik yang menyadari ada persoalan, tetapi tidak secara aktif ikut berpikir dan memecahkan persoalan tersebut. Karakter-karakter publik berdasarkan segmentansi di atas, akan mempengaruhi cara kita berkomunikasi dengan masing-masing mereka. Hal penting kaitannya dengan penerima adalah pemahaman praktisi humas tentang bagaimana penerima menggunakan suatu informasi atau pesan. Hasil riset menunjukkan, seseorang mencari informasi yang seirama dengan sikapnya dan menolak pesan-pesan yang bertentangan dengan sikapnya. Seseorang juga mencari informasi yang relevan dengankebutuhannya, bukan karena informasi tersebut memperkuat pandangan mereka. Pandangan ini memperjelas bahwasanya penerima pesan adalah bukan seseorang yang pasif. Kalangan praktisi humas percaya adanya efek Teori Domino (Grunig dan Hunt, 1984) dalam komunikasi. Evaluasi Arti penting evaluasi Evaluasi program humas pada dasarnya adalah melihat efektivitas suatu program yang telah dilaksanakan dan sumbangan program humas ini bagi organisasi. Sedangkan efektivitas bisa dilihat melalui ukuran tercapai tidaknya tujuan program sesuai dengan yang direncanakan, bisa juga dilihat dan hasil yang telah dicapai oleh suatu program humas. Broom dan Dozier (1990) menyatakan, “evaluation is determining the worth of something”. Manfaat evaluasi menurut Gregory (2001) adalah: 1. Memfokuskan usaha. Jika Kita tahu bahwa pengukuran akan dilakukan berdasarkan jumlah target yang telah disetujui, kita akan memfokuskan din pada hal-hal yang penting dan meletakkan hal-hal sekunder dalam pengawasan. 2. Menunjukkan keefektifan. Tidak ada sukses seperti sukses!. Jika kita berhasil mencapai apa yang telah ditetapkan, tidak ada seorang pun yang dapat menariknya kembali. Dengan demikian kita bisa menunjukkan nilai Kita 3. Memastikan efisiensi biaya. Karena kita berkonsentrasi pada hal-hal yang menjadi prioritas, kita akan menggunakan anggaran dan waktu (yang juga berarti uang) untuk hal-hal yang berarti dan memberikan hasil yang bagus. 4. Mendukung manajemen yang baik. Manajemen berdasarkan tujuan. dengan memiliki sasaran yang jelas, akan memberikan ketajaman pada keseluruhan operasi humas. Hal-hal yang tidak relevan dapat diidentifikasi dengan cepal dan disingkirkan. 5. Memfasilitasi pertanggungjawaban. Menyediakan hasil bukan hanya menjadi tanggung jawab kita, tetapi juga mereka yang bekerja bersama kita. Tetapi anehnya, masih saja banyak praktisi Humas yang tidak mau melakukan evaluasi. Watson seperti dikutip oleh Gregory (2001) dalam sebuah risetnya menunjukkan bahwa para praktisi humas lebih suka bersikap defensive terhadap kegiatan mereka. Watson menunjukkan alasan utama mengapa program tidak di evaluasi secara formal. Pertama, kurangnya pengetahuan (mungkin tidak ada minat untuk mempelajari teknik evaluasi), kedua, biaya, yaitu ‘kurangnya anggaran”. Beberapa alasan lain mengapa evaluasi dianggap sebagai masalah adalah sebagai berikut: a. Memahami apa yang harus dievaluasi. Seringkali yang diukur adalah output bukan hasil akhir (outcome). Suatu contoh, praktisi humas mungkin lebih merasa senang dengan melihat file kliping yang tebal serta indah dan akan mengeluarkan uang untuk membayar agen penyedia jasa kliping untuk menggabungkan seluruh file tersebut. b. Memahami apa yang dapat dicapai. Sama halnya dalam lahap perencanaan, Praktisi humas seharusnya membuat tujuan (janji) yang realistis. Lebih penting lagi adalah membuat penilaian yang jujur dan realistis terhadap apa yang bisa dicapai. Mengelola harapan adalah tugas utama praktisi humas. Apabila sejak perencanaan tujuan humas ditetapkan dengan tidak realistis, maka biasanya praktisi humas enggan melakukan evaluasi. c. Agregasi. Kadangkala sulit untuk mengidentifikasi secara tepat kontribusi yang bisa diberikan humas jika terdapat bentuk lain dan kegiatan komunikasi, seperti iklan, pengiriman melalui pos (direct mail) dan promosi-promosi khusus. d. Cakupan teknik evaluasi yang dibutuhkan. Humas berbeda dengan bentuk-bentuk komunikasi pemasaran lain, seperti pengiriman melalui Pos (direct mail) yang memungkinkan evaluasi dilakukan dengan mudah (mis. Menghitung jumlah sural yang dikembalikan dan transaksi yang terjadi). Humas menyentuh berbagai publik melalui berbagai cara sehingga teknik evaluasi yang digunakan pun juga berbeda. Oleh karena itu, praktisi humas perlu memahami teknik riset yang berbeda seria memiliki sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakannya. Tingkat dan tahap evaluasi Faktor-faktor apa yang dievaluasi bisa sangat tergantung pada masing masing organisasi dan tui uan program-program humasnya. Hal ini akan berhubungan dengan tahap evaluasi dan teknik evaluasi yang bisa digunakan. Reily (1982) memberi pedoman beberapa faktor yang perlu dievaluasi antara lain evaluasi apa yang telah dikerjakan oleh masing-masing anggota yang terlibat dalam program humas; evaluasi publik, evaluasi kegiatan yang telah dilakukan untuk mendukung program humas, evaluasi anggaran dan evaluasi publisitas. Namun, banyak pakar lebih mengonsentrasikan din pada upaya evaluasi komunikasi dan program humas. Selanjutnya tingkat dan tahap evaluasi bisa dibedakan menjadi dua, yakni Evaluasi Formatif atau evaluasi selama program berlangsung dan Evaluasi Sumatif atau evaluasi setelah program humas dilaksanakan semua. Cutlip, Center dan Broom (1994) mengemukakan tiga tingkat dan tahap evaluasi, yaitu: 1. Preparation evaluation. Evaluasi persiapan ini memiliki tahapan-tahapan sebagai berikut: Pertama, menilai kecukupan informasi yang melatarbelakangi sebuah program humas. Kedua, melihat organisasi dan ketepatan strategi dan taktik program, serta ketepatan pesan-pesan yang direncanakan. Ketiga, menilai kualitas pesan dan unsur-unsur presentasi program lainnya. 2. Implementation evaluation. Evaluasi implementasi program adalah evaluasi tentang apa yang dikerjakan oleh praktisi humas dalam melaksanakan program-program humas. Tahapan pertama bisa berupa penghitungan jumlah pesan yang telah dikirim dan terdistribusikan. Cutlip, Center dan Broom (1994) mengatakan inti tahapan pertama ini adalah pendokumentasian seluruh materi-materi komunikasi yang telah diproduksi dan disebarkan. Tahapan kedua adalah menghitung jumlah pesan yang muncul di media. Ketiga, mengetahui jumlah orang yang terkena terpaan pesan-pesan tersebut. Keempat menentukan berapa jumlah orang yang benar-benar mengikuti pesan. 3. Impact evaluation. Evaluasi pengaruh bertujuan mengetahui outcome sesuai tujuan program untuk masing-masing sasaran publik maupun keseluruhan program yang dapat dicapai. Tahap pertama adalah mengetahui apa yang bisa dipelajari publik dan program yang sudah dijalankan. Kedua, menghitung jumlah orang yang berpendapat, bersikap dan berperilaku seperti harapan organisasi. Metode dan teknik evaluasi Seperti dalam tahap awal perencanaan program humas, penelitian merupakan keharusan dalam upaya evaluasi program. Menurut Gregory (2001) tidak ada standar yang pasti untuk evaluasi program-program dan kampanye tunggal membutuhkan metode evaluasi yang khusus. Menurut penulis, metode dan teknik penelitian secara umum bisa diterapkan untuk mengevaluasi program humas. Bila fokusnya pada evaluasi komunikasi, berikut ini disajikan contoh metode dan teknik evaluasi komunikasi. 1. Analisis isi. Evaluasi yang berkaitan dengan pesan-pesan bisa menggunakan metode analisis isi pesan. Misalnya analisis isi materi-materi yang sudah diproduksi dalam bentuk naskah pidato, bahan presentasi, news release, tulisan-tulisan di media massa. Analisis isi bisa berupa analisis kesesuaian pesan dengan tujuan program, bisa juga menganalisis kualitas penyajiannya. Instrumen test yang biasa digunakan antara lain test keterbacaan (readability test) yang digunakan untuk menilai apakah suatu teks tertulis cukup mudah dipahami oleh kelompok sosial tertentu atau tidak. 2. Riset Audiens. Evaluasi yang berkaitan dengan terpaan pesan terhadap khalayak bisa menggunakan metode riset audiens. Misalnya, study kepembacaan (readerships) untuk audiens media cetak. Studi ini juga bisa diberlakukan kepada pemirsa (televisi, film) dan pendengar (radio). Riset ini bertujuan untuk mengetahui siapa audiens masing-masing media tersebut, apa saja yang dikonsumsi, seberapa banyak mereka mengonsumsi, apakah setiap orang mengonsumsi semua media, berapa media yang mereka konsumsi. Riset audiens bisa dilakukan dengan survey maupun pooling audiens. Jim Macnamara dalam Gregory (2001) memberikan model makro evaluasi, sebagai berikut: LIHAT GAMBAR hal 6.38 Evaluasi model makro Macnamara Model Makro Macnamara tersebut membentuk sebuah piramida. Bagian dasar piramid itu adalah input yang pada dasarnya merupakan informasi dan perencanaan, sedangkan pada bagian puncaknya adalah tujuan yang berhasil dicapai. Tiap kegiatan dipecah menjadi beberapa langkah proses komunikasi. Model tersebut mengenali input dan akan mengajukan pertanyaan kepada user untuk membuat penilaian terhadap kualitas informasi, pilihan medium komunikasi dan isi dan komunikasi. Setelah itu output pun dipertimbangkan, yaitu apa yang dihasilkan oleh komunikasi, misalnya newsletter, press release, yaitu apa yang sebenarnya dicapai oleh komunikan itu sendiri. Di sepanjang jalur piramida tersebut adalah daftar metode evaluasi yang mungkin digunakan untuk kampanye media, newsletter, dan sebagainya. Tiap proyek memerlukan modifikasi dan model tersebut. namun konsep dasarnya tetap sama. Kekuatan dari model tersebut adalah dapat mengenali serangkaian metode evaluasi, tidak ada rumus ajaib yang mencakup segala hal. Masih dengan model Macnamara, metode evaluasi yang semakin canggih di puncak piramida, yaitu yang mengukur outcome, sangat direkomendasikan. Sedangkan metode yang berada di bagian bawah piramida Iebih mendasar dan dapat dianggap sebagal alat untuk menguji apakah kita telah melakukan hal yang tepat, dan hampir sama dengan quality control!. Kita akan lebih yakin sukses berada di puncak piramida jika telah mendapatkan dasar yang tepat. Teknik Komunikasi Lisan Komunikasi lisan bisa menjadi media organisasi yang paling efektif dan paling murah untuk menyampaikan informasi kepada publik. (Moore, 1981). Hal ini dikarenakan komunikasi lisan merupakan proses komunikasi dua arah yang memungkinkan informasi tersebut segera diterima dan mendapatkan feed back dengan segera. Beberapa komunikasi lisan yang patut kita pelajari dalam bidang humas antara lain; Lobi. Negosiasi, dun Presentasi. A. LOBI Lobi bisa dipahami sebagai suatu kegiatan komunikasi dengan tujuan mewujudkan kepentingan orang yang melakukan ¡obi (pelobi) atau seseorang/organisasi yang menggunakan pelobi dengan cara yang halus. Dengan kata lain, kegiatan tersebut lebih pada upaya informatif dan persuasif daripada koersif (memaksa). Lobi juga bisa diartikan sebagai kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh orang-orang atau kelompok dengan sasaran akhirnya adalah mempengaruhi keputusan pemerintah dan para pembuat undang-undang. Seperti dipaparkan Kasali (1994), di Amerika para lobbyist ini telah memiliki organisasi profesi, di mana keanggotaannya diikat oleh suatu Kode Etik Profesi sehingga kegiatan mereka (lobbyist) bisa dipertanggungjawabkan secara etis. Seitel dalam Kasali (1994) membuat tahapan-tahapan lobi sebagai berikut. 1. Pengumpulan data dan fakta. Dal am tahapan ini hal yang harus dilakukan oleh pelobi adalah mengetahui siapa dan di mana sumber sumber data tersebut berada dan bagaimana cara menghubunginya. 2. Interpretasi terhadap langkah-langkah pemerintah. Keputusan yang ditetapkan oleh pemerintah umumnya merupakan penjabaran opini para pejabat pemerintah. Pelobi bertugas menterjemahkan opini tersebut ke dalam keputusan organisasi serta memprediksi apa yang akan terjadi secara hukum, dan selanjutnya memberikan rekomendasi agar organisasi bisa menyesuaikan din dengan peraturan tersebut. 3. Interpretasi terhadap langkah-langkah organisasi. Karena pelobi merniliki kontak dengan pejabat dan pengambil keputusan maka pelobi merniliki informasi mengenai pandangan organisasi atau publik tertentu terhadap keputusan yang di buat oleh pemerintah. 4. Membangun posisi. Ada saatnya pelobi mendekati pejabat pemenintah agar ada penundaan pelaksanaan sebuah peraturan agar organisasi yang diwakilinya tidak mengalami kesulitan serius dan semua pihak siap melaksanakan peraturan itu. Para pelobi harus mampu meyakinkan para pembuat keputusan bahwa pelaksanaan sebuah keputusan membutuhkan waktu untuk pelaziman. 5. Melemparkan berita misional. Istilah umum yang dipergunakan adalah publicity springboard yakni menggunakan tempat lobi sebagai tempat yang selalu dikunjungi wartawan. Berita yang dilemparkan dan tempat lobi ini akan segera men jadi berita nasional. 6. Mendukung kegiatan pemasaran. Pada tahap ini, kegiatan yang dilakukan pelobi adalah melobi pemerintah agar membeli produk yang dihasilkan organisasi, karena pemerintah merupakan pembeli terbesar, mulai dan alat tulis kantor sampai alat-alat berat. Pelobi tidak hanya menawarkan barang atau jasa melainkan juga proposal agar pembelian barang itu dianggarkan oleh pemerintah. B. NEGOSIASI Negosiasi secara awam kadang dipahami sebagai suatu upaya komunikasi dalam situasi konflik. Padahal definisi negosiasi yang sebenarnya adalah “pembicaraan dengan orang lain dengan maksud untuk mencapai kompromi atau kesepakatan ... untuk mengatur atan mengemukakan.” (O.ijord Dictionary). Ludlow and Panton (1992) mengatakan bahwa negosiasi adalah pertemuan antara dua pihak dengan tujuan mencapai kesepakatan atas pokok-pokok masalah yang: 1. penting dalam pandangan kedua belah pihak 2. dapat menimbulkan konflik di antara kedua belah pihak 3. membutuhkan kerjasama kedua belah pihak untuk mencapainya. Negosiasi sebenamya hampir selalu kita jumpai di sekeliling kita, yakni antara pimpinan dengan karyawan, antara sales dengan pembeli, antan departemen di kantor, dan sebagainya. Kunci utama kegiatan negosiasi adalah win-win solution. Dalam setiap negosiasi terdapat kesempatan untuk menggunakan kemampuan sosial, komunikasi efektif dan kreatif tmtuk membawa kedua belah pihak ke arah hasil yang positif bagi kepentingan bersama (Ludlow dan Panton, 1992). Namun demikian, dalam praktik tujuan utama negosiasi tidak selalu bisa tercapai. Suatu negosiasi mungkin saja berakhir dengan adanya perasaan/kondisi kalah-menang, kalah-kalah, atau mungkin kompromi (walau ada yang menang dan kalah, namun bal itu atas kompromi kedua belah (pihak) Beberapa hal yang dapat mempengaruhi negosiasi antara lain: a. kekuatan tawar menawar b. kepentingan-kepentingan dalam negosiasi c. suasana negosiasi 1. Teknik Negasiasi Negosiasi adalah pembicaraan dengan orang lain dengan tujuan untuk mencapai kompromi atau kesepakatan. Adapun tahapan negosiasi adalah sebagai berikut: a. Persiapan Persiapan yang efektif sangat penting jika kita ingin mencapai hasil terbaik. Para negosiator yang sukses merniliki tujuan-tujuan umum dan tujuan khusus terlebih dahulu dan menyusun rencana bagaimana mencapai tujuan-tujuan tersebut sebelum melakukan negosiasi. Walau begitu (Ludlow dan Panton, (1992) mengingatkan untuk tidak selalu terpaku pada tujuan-tujuan tersebut secara kaku, karena bisa menyebabkan munculnya sikap antipati terhadap kerja sana. Pada saat proses negosiasi perlu juga kita memikirkan kembali tujuan-tujuan kiln. Untuk mencapai basil terbaik, sebelum negosiasi dilaksanakan, usahakanlah mengetahui sebanyak-banyaknya perihal pihak lain yang akan diajak bernegosiasi. Hal yang perlu diketahui meliputi: 1) Apakah dia independent atau bagian dan sebuah fin? 2) Apakah dia memiliki wewenang untuk membuat keputusan tanpa harus mengadakan rujukan balik? 3) Dapatkah dia memutuskan, dan jika tidak siapakah yang dapat? 4) Jenis orang seperti apakah dia? 5) Bagaimana tingkat pengalamannya sebagai seorang negosiator? 6) Jenis pendekatan apa yang mungkin digunakan untuk mencapai basil terbaik? 7) Apakah kepentingan-kepentingannya dan bagaimana urutan prioritasnya? 8) Perilaku seperti apa yang dapat kita harapkan dad orang tersebut? b. Proses Negosiasi Selama negosiasi berlangsung, kita perlu memperhatikan beberapa hal, yaitu: 1) Strategi negosiasi. Dalam menyusun strategi negosiasi, faktor-faktor yang harus diingat dan menjadi bahan pertanyaan kita adalah mengenai: Bagaimana kita dapat mengubah harapan pihak lain?; Bagaimana kita dapat memperoleh informasi dan mereka tentang komitmen mereka terhadap tujuan-tujuan mereka? Bagaimana kita dapat meningkatkan kekuatan tawar menawar kita? Strategi apa yang dapat kita pakai untuk menghadapi strategi mereka? Bagaimana kita dapat menyusun agenda dengan sebaik-baiknya? Bagaimana menyusun harapan pihak lain? Apakah kita akan menangani per item ataukah per paket? Semua itu adalah daftar pertanyaan dalam strategi negosiasi. 2) Taktik-taktik negosiasi. Dalam membuat taktik negosiasi, hal-hal yang perlu menjadi bahan pertimbangan dan pertanyaan kita adalah sebagai berikut: Apakah kita membuka dengan mengajukan permintaan-permintaan kita terlebih dahulu, atau belakangan? Bagaimana kita mengambil inisiatif (tidak mau kompromi, mengajukan argument yang kuat)? Rencana cadangan apa yang kita miliki untuk menghadapi hal-hal yang tidak diharapkan? (menghentikan negosiasi, menyetujui tapi tidak menepati kesepakatannya, konsekuensinya terhadap kredibilitas kita). Apakah pihak lain memiliki gaya tertentu yang dapat kita serang? Apakab gertakan merupakan taktik yang bermanfaat dalam situasi tertentu?; Apakah kita yakin bisa membedakan mana fakta, opini, asumsi, dan rumor?; Akankah pihak lain akan menerima fakta-fakta yang kita berikan? Bagaimana kita bisa menjelaskan konsekuensi-konsekuensi yang tidak menyenangkan apabila pihak lain menolak usulan kita? dan sebagainya c. Mencari Penyelesaian Penyelesaian hanya dapat diperoleh apabila kedua belah pihak mampu dan bersedia untuk mencapai kemajuan. Hal-hal yang perlu kita lakukan adalah: 1) Menyatakan tujuan kita dengan jelas dan tegas (meskipun tidak secara agresif), tanpa menyesal atau menerima saran apapun sehingga terdapat ruang untuk berkompromi. 2) Membahas pokok persoalan secara objektif dengan sikap yang sopan dan dengan praktis. Senantiasa kuasai emosi kita. Seperti dikatakan Herbert yang dikutip Ludlow (1992), “Bersikaplah tenang dalam berargumentasi, karena sikap yang kasar membuat kekeliruan menjadi semakin nyata dan kebenaran menjadi ketidaksopanan. Ketenangan merupakan keuntungan yang besar”. 3) Hindari sikap membela din atau perasaan tidak aman. Katakan, “Saya tidak dapat menerima hal lain kecuali ...“ daripada, ‘Saya kurang dapat menenima.” Katakan dengan tegas, namun sopan dan ramah. Katakan yang Anda maksudkan. 4) Hindari pilihan yang lunak karena dapat mengalihkan kita dan tujuan-tujuan kita dan menghasilkan penyelesaian yang kurang efektif. Dalam mencari penyelesaian, tujuan negosiasi hendaknya kedua belah pihak memperoleh kemenangan, alau seburuk-buruknya dinyatakan seri. d. Mengakhiri negosiasi Komitmen nyata merupakan hal yang sangat penting agar penerapan berhasil. Jadi, sebelum mengakhiri negosiasi, pastikan hal-hal berikut ini: 1) Apakah semua pihak memahami dengan jelas apa yang telah disepakati? 2) Apakah semua pihak berkomitmen terhadap kesepakatan tersebut? 3) Apakah diperlukan pertemuan lain untuk membahas pokok-pokok yang kecil (atau yang besar)? Kalau memang diperlukan, kapan pertemuan tersebut dilakukan? 4) Bagaimana perasaan kedua belah pihak terhadap kesepakatan yang telah dibuat? Apakah dirasa adil? Apakab kita puas? Apakah kita saling mengecam? Ataukah Kecewa? Setelah negosiasi berakhir, kaji kembali perencanaan dan persiapan Anda; bagaimana Anda menggelar proses itu sendiri; perhatikan variasinya; pikirkan apa yang perlu dikembangkan, terutama keahlian negosiasi, sebelum kita kembali di meja perundingan yang lainnya. C. PRESENTASI Presentasi adalah kegiatan menyampaikan sesuatu dengan tujuan tertentu. Ludlow dan Panton (1992) menjelaskan beberapa tujuan presentasi, antara lain: 1. untuk mempertunjukkan: Layanan, produk, sistem. 2. untuk membentuk: citra, strategi 3. untuk menghibur: Kolega, orang luar. 4. untuk menjual: Konsep, produk, ide 5. untuk mewakili: kelompok, perusahaan, departemen 6. untuk mempromosikan: sikap, cara bekerja 7. untuk mengusulkan: penyelesaian, konsep baru. Sebelum praktisi humas mempersiapkan materi presentasi, tujuan presentasi harus ditetapkan terlebih dahulu. Hal ini penting karena akan berkaitan dengan pilihan materi, gaya presentasi, pemilihan alat bantu atau media, bahkan tujuan presentasi juga akan berkaitan dengan pilihan siapa yang Iayak menjadi presenternya. Kegiatan presentasi memiliki perluasan efek. Selain materi harus sesuai dengan tujuan presentasinya (dimensi isi/pesan), presentasi juga merupakan cermin diri. Keterampilan dan kesan dan hasil presentasi merupakan kesan menyeluruh penampilan perusahaan. Dalam bab ini akan dibahas hal utama yang berkaitan dengan persiapan presentasi, yaitu persiapan bahan dan penampilan. Berikut ini, seperti disampaikan Hutabarat (1993): 1. Persiapan Pada tahap ini kita harus bisa menyerap apa tujuan dan presentasi tersebut. Kalau kita harus menyiapkan untuk orang lain maka kita harus bisa menyerap apa yang diinginkan oleh orang tersebut untuk dipresentasikannya. Setelah ¡tu, ikuti langkah-langkah berikut. a. Susunlah teks berupa makalah beserta lampirannya. Lampiran mi bisa berupa copy dan gambar-gainbar ataupun tulisan nanti akan ditayangkan. b. Tentukan media presentasinya. Misalnya Over Head Proyektor (OHP), slide proyector, animasi komputer, infocus, video. c. Buatkan gambar terawang bila memakai OHP, slide bila menggunakan slide proyector, atau power point bila menggunakan infocus, dsb. Membuat semua itu tidak harus dikerjakan sendiri, kita bisa meyerahkannya kepada spesialis, namun tetap kita yang membuat konsep, terutama materi pesan yang harus disampaikan. d. Bila kita mengerjakan persiapan ini untuk orang lain, tunjukkan apa yang telah kita lakukan pada Iangkah a. b, dan c padanya. Minta persetujuannya mengenai teks atau makalah beserta lampirannya, media yang akan digunakan beserta gambar terawang, slide, atau animasinya. Namun bila persiapan itu untuk kita sendiri, cek kembali dengan bail apakah sudah lengkap. e. Simpan bahan-bahan presentasi tersebut dengan baik, karena biasanya bahan yang sama akan digunakan kembali dilain kesempatan. 2. Latihan Hal-hal berikut sangat dianjurkan untuk kegiatan berlatih. a. Menguasai alat yang dipakai. Misalnya kita akan menggunakan OHP maka kita harus mengerti cara kerjanya, kelebihan dan kelemahannya, serta bagaimana mengoperasikannya. b. Memastikan urutan yang benar dan bahan-bahan yang akan dipresentasikan. c. Mencoba berbagai karakter suara yang kita miliki. 3. Presentasi Ludlow dan kawan-kawan (1996) dalam The Essence of Effective Communications, menyajikan teknik-teknik presentasi sebagai berikut. a. Penggunaan kata-kata. Kekuatan kata-kata sebagal sumber utama presentasi harus diperhatikan. b. Penampilan c. Penggunaan suara, yakni mengatur volume, nada/tone, irama/putch, tempo/speed, dan pengaturan nafas. d. Bahasa tubuh. e. Penggunaan alat bantu/visual. Dalam menggunakan alat-alat bantu/visual, kita hunts yakin apa manfaat yang bisa diberikan dengan menggunakan alat bantu tersebut serta bagaimana cara mengoperasikan dengan benar. Berikut ini beberapa cara menggunakan alat Bantu dengan efektif: 1) Pastikan bahwa bantuan visual yang kita pakai memperkuat pokok pokok yang ingin kita sajikan. 2) Berdiam dirilah sejenak untuk memberi kesempatan pendengar membaca atau menikmatinya. 3) Matikan atau sisihkan alat tersebut setelah kita memberi penjelasan dan bermaksud masuk ke pokok yang lain. 4) Bila kita menggunakan OHP maupun infokus a) tatap pendengar, bukan layar/proyektor b) Bila ingin menekankan sesuatu., jangan tunjuk pada layarnya, kecuali menggunakan sinar. Tunjuklah pada OHP-nya. c) Pastikan semua hadirin dapat melihat layar d) Tulisan cukup besar untuk hadirin yang duduk paling belakang e) Letakkan transparan dengan benar sebelum lampu 01-IP dihidupkan f) Matikan OHP bila ingin mengganti transparan g) Susunlah urutan transparan yang akan ditampilkan dengan benar dan rapi. Lalu kembalikan sesuai urutan seielah ditayangkan. h) Ingatlah, transparan/power pain bukanlah semata-mata untuk “menyontek” maka kita harus hafal/menguasai apa yang akan dibicarakan, 5) Bila menggunakan whiteboard/papan tulis: a) Pastikan spidol yang tersedia tidak kering b) Urutkan spidol dalam genggaman tangan lain yang leluasa dan letakkan kembali dalam t.autan itu setelah digunakan. c) Berdirilah di sisi kanan tulisan, Anda menghadap ke sisi kiri hadirin dan bergerak ke arah kanan hadirin ketika menulis. f. Menjawab pertanyaan. Dengarkanlah pertanyaan dengan baik dan berikan jawaban secara langsung. D. BERBICARA DI MUKA UMUM Oleh karena itu, seperti dikatakan Karanjia yang dikutip Moore (1981) perencanaan dan penyusunan pidato eksekutif harus menjadi bagian dan keseluruhan program humas suatu organisasi. Karanjia menampilkan empat Iangkah untuk menjamin tercapainya tujuan tersebut. 1. Memilih kapan dan di mana. CEO, dengan bimbingan para ahli komunikasi, harus melaksanakan pengawasan yang seksama bukan saja terhadap apa yang dikatakan, tetapi juga terhadap forum dan waktu presentasi. 2. Putusan apa yang akan dibicarakan. 3. Tulislah dulu siaran berita. 4. Sekarang mulailah menyusun pidato. Langkah yang keempat akan sangat tergantung dan metode yang digunakan para pembicara. Mungkin ada pembicara yang tidak perlu menuliskan materi pidato terlebih dahulu ke dalam bentuk naskah. Beberapa yang lain mengharuskan tersedianya naskah, dan sebagainya. Berkaitan dengan hal tersebut, De Vito membagi metode penyampaian dalam public speaking ke dalam empat metode, yaitu: 1. Impromptu. Metode berbicara di depan umum tanpa persiapan khusus. 2. Manuskrip atau Naskah. Pembicara membacakan naskah pidato bagi khalayak. 3. Menghafal. 4. Ekstemporer. Penyampaian dengan metode ini memerlukan persiapan yang menyeluruh, mengingat gagasan-gagasan pokok serta urutan kemunculan pesan yang disampaikan, dan barang kali menghapal beberapa kalimat pertama dan terakhir dan pembicaraan. Tetapi, tidak ada keterikatan yang kaku dalam pemilihan kata-kata. De Vito (1992) sangat menganjurkan metode ini untuk pembicaraan di muka umum (public speaking). Tips yang bisa digunakan dalam metode ekstemporer: (a) hafalkan kalimat-kalimat pembuka kurang lebih dua atau tiga kalimat pertarma, (b) hafalkan pokok-pokok pembicaraan serta urutan penyajiannya, dan (c) hafalkan pula kalimat penutup barangkali dua atau tiga kalimat terakhir dan pembicaraan. 7.21 Teknik Komunikasi Tulis Cetak Sama halnya dengan komunikasi usan, komunikasi tulis cetak merupakan aktivitas yang sering dilakukan praktisi humas. Bahkan berdasarkan penelitian Ananto (1999) terhadap 292 responden yang terdiri dan praktisi humas di Indonesia, kegiatan humas sebagian besar adalab menulis dan editing. Berbeda dengan komunikasi lisan yang cenderung face to face sehingga respon penerima segana dapat diketahul dan respon tersebut bisa Iangsung mempenganthi cara kita berkomunikasi (mungkin memperbaiki komunikasi), pesan yang disampaikan secant tertulis memiliki respon yang tertundasehingga kita tidak bisa dengan segera memperbaiki komunikasi yang sudah terlanjur disainpaikan (secara tertulis). Oleh karena itu, diperlukan persiapan yang mating sebelum pesan tertulis disampaikan. A. PENULISAN INFORMATIF Efek kegiatan komunikasi dibagi menjadi efek kognisi, efek afeksi, dan efek psikomotoris. Efek kognisi dapat diukur dan bertambahnya pengetahuan penerima, afeksi diukur dan penguatan ataupun perubahan sikap, sedangkan efek psikomotoris dapat dilihat dari tindakan yang dilakukan oleh penerima. Pesan-pesan yang sifatnya informatif lebih mengharapkan efek kognisi daripada efek yang lain. Suatu informasi adalah suatu pesan yang dianggap baru bagi penerimanya sehingga dianggap sebagai usaha menambah pengetahuan. Dengan era media canggih saat ini ada berjuta-juta informasi yang bisa kita peroleh. Namun, informasi tersebut tentu tidak semuanya kita butuhkan. Di sinilah perlu dipahami, bahwasanya khalayak akan menyeleksi informasi-informasi yang berjuta-juta tersebut. Praktisi humas juga akan menghadapi situasi yang sama. Ada banyak sumber informasi yang bisa digunakan bagi kepentingan organisasi dan publik. Ke dalam organisasi praktisi humas harus mampu menyediakan informasi-informasi untuk pengambilan keputusan, sedangkan ke luar organisasi praktisi humas harus mampu menyampaikan informasi yang layak diketahui oleh publik. Tidak haras semua informasi disampaikan kepada organisasi dan tidak semua informasi disampaikan kepada publik. Disinilah diperlukan keterampilan praktisi humas dalam memilah dim menyusun informasi yang betul-betul dibutuhkan. Contoh praktik penulisan informatif dalam dunia kehumasan adalah penulisan Press Release. Merilis informasi bagi praktisi humas merupakan pekerjaan rutin. Oleh karenanya memerlukan keterampilan tersendiri supaya tulisannya tidak membosankan namun efektif bagi tujuan komunikasi. Pendekatan Informasi Cara untuk mengetahui apakah suatu informasi tersebut adalah fakta, bisa mengikuti formula 5 W + 1 H yaitu, Who (siapa), What (tentang apa), Where (dimana), When (kapan), Why (mengapa) dan How (bagaimana kejadiannya). B. PENULISAN PERSUASIF Persuasi menurut Kamus Istilah Komunikasi (1979) adalah proses mempengaruhi sikap, pendapat, dan perilaku orang lain dengan menggunakan manipulasi psikologis sehingga orang tersebut berperilaku seperti atas kehendaknya sendiri. ladi meskipun menggunakan manipulasi psikologis, persuasi tidak membolehkan adanya terror, pemerasan, ancaman, dan sebagainya. Dalam dunia bisnis, penulisan persuasif biasa digunakan dalam surat permintaan, swat penawaran, dan penanganan Maim atau keluhan. Sementara yang paling dekat dengan dunia kehumasan, salah satu bentuk penulisan persuasif adalah iklan yang dimuat di media cetak baik dalam bentuk iklan produk yang menunjang keberhasilan marketing maupun iklan korporat yang memperkuat positioning organisasi. 1. Pendekatan Persuasi Banyak pakar mengemukakan pikirannya tentang pendekatan persuasi, namun benang merahnya adalah sarna yaitu mengacu pada A-A Procedure arau From Attention to Action yaitu penahapan persuasi yang dimulai dan usaha menumbuhkan perhatian (Attention) hingga pada menggerakkan suatu perbuatan (action) tertentu. Prosedur A-A diuraikan menjadi formula AIDDA, yaitu akronim dan Attention, Interest, Desire, Decission, dan Action. Formula AIDDA memberi gambaran bahwa tahapan persuasi dimulai dengan menumbuhkan perhatian terlebih dahulu, suatu pesan tidak akan di perhatikan oleh penerima sebelum sebuah sural kita kirimkan padanya, sebuah pesan tidak akan dilihat, didengar, dibaca oleh seseorang manakala perhatian orang tersebut masih pada hal yang lain. Apabila perhatian penerima sudah kita tumbuhkan ke arah pesan yang akan kita sampaikan maka langkah berikutnya adalah membangkitkan rasa tertarik (interest) yakni pesan-pesan disusun dalam perpaduan warna yang indah, kata-kata yang merayu, alunan musik yang merdu, susunan yang harmonis sehingga akan timbul keinginan (desire) untuk lebih mengetahui atau memiliki. Rasa ingin tahu itu kemudian akan dimantapkan dengan suatu sikap mengambil keputusan (decision) sehingga benar-benar penerima akan melakukan faction) sesuatu. 2. Tabapan Penulisan Persuasi Berdasarkan formula AIDDA, pesan persuasi bisa mengikuti tahapan tahapan tertentu. Lazimnya sebuah teknik penulisan yang lain, penulisan persuasif juga merniliki sistematika sebuah tulisan pada umumnya yang terdiri dan Pembukaan, Pembahasan, dan Penutup. a. Pembukuan Kalimat pembukaan harus dibuat menarik sehingga mampu merebut perhatian penerima. Kita dapat menentukan kalimat yang bagaimana yang digunakan. Berikut ini adalah cara-cara yang bisa digunakan sebagai pertimbangan. 1) Menceritakan pengalaman pribadi 2) Mengutip pendapat pakar yang terkenal (testimoni) 3) Mengutip bait lagu yang sedang popular 4) Mengutip teoni yang diakui kebenarannya 5) Menghubungkan kejadian mutakhir 6) Menghubungkan dengan konteks yang sedang melingkupi 7) Menceritakan suatu kisah nyata ataupun fiktif dan mitos 8) Membuat anekdot dan humor 9) Membuka dengan kalimat pertanyaan yang sifatnya provokatif b. Pembahasan Setelah upaya menumbuhkan perhatian, bangkitkan rasa tertarik dalam diri khalayak penerima pesan kita. Seseorang biasanya tertarik dengan sesuatu yang mereka butuhkan, sesuatu yang bermanfaat bagi diri dan kehidupannya. Dalam hal ini segera ajukan mengapa kita menyampaikan pesan-pesan ini. Ungkapkan alasan-alasannya. Upaya ini dalam rangka menjaga minat pembaca. Pengembangan tahap pembahasan sangat perlu menyajikan fakta-fakta dan peran yang dapat dimainkan oleh khalayak. Apa keuntungan bagi mereka dan bagaimana pentingnya khalayak bagi tujuan pesan ini. Meskipun pesan ini disampaikan secant tertulis yang memungkinkan respon terjadi secara tertunda atau delayed feed back, kita harus sudah bisa memprediksi apa kira-kira yang akan ditanyakan oleh khalayak. Apa yang mungkin rnenjadi keberatan mereka. Setelah bisa kita identifikasi, giringlah pengungkapan yang menunjukkan empati atas pertanyaan atau keberatan mereka. Sajikan fakta dan situasi dengan lebih rinci. Terutama fakta yang berkaitan dengan kebutuhan dan apa yang bisa dilakukan bersama. Ungkapkan rekomendasi atau jalan keluar yang mungkin bisa dilakukan bersama. c. Penutup Fungsi utama penutup dibuat adalah untuk memberi kesan klimaks yang positif. Kalimat penutup mestinya bisa memperkuat daya persuasi, yaitu mendorong kearah perubahan sikap dan perilaku yang diharapkan. Menutup sebuah pesan persuasi dapat dilakukan dengan cara yang sederhana sampal dengan cara yang lebih panjang, yaltu: 1) menyimpulkan pesan 2) ucapan terima kasih dan pujian kepada khalayak 3) mengutip kata-kata mutiara atau pribahasa 4) mendorong khalayak untuk bertindak 7.29 Teknik Komunikasi Audio Visual Salah satu elemen dan komunikasi, adalah media, yang dewasa ini mengalami perkembangan sangat pesat. Bila ditelusuri dan sejarah teknologi media maka perkembangannya dimulai sejak ditemukannya mesin cetak oleh Guttenberg. A. PEMANFAATAN MEDIA AUDIO DALAM KEHUMASAN Berikut disajikan kelebihan dan kelemahan masing-masing media audio: 1. Telepon Keuntungan media telepon adalah sifatnya yang personal, jauhnya jarak jangkauan, dan sifatnya dapat mengirim dan menerima pesan secant langsung. Dengan sifatnya ini media telepon bisa dimanfaatkan untuk pembicaraan penting (yang mungkin juga rahasia) yang memerlukan respon segera, walau jarak pengirim dan penerima berjauhan. 2. Radio Telepon Alat komunikasi radio ini menggunakan gelombang radio, dimana frekuensinya terbuka untuk publik sehingga pembicaraannya tidak bisa dikatakan personal. Dibandingkan dengan media telepon misalnya, penggunaan media radio telepon ini jauh lebih murah tetapi jangkauannya tidak seluas media massa, dan juga tidak sejauh media telepon. Fenomena yang berkembang di masyarakat kita saat ini, para pengguna yang dikenal dengan para breaker memiliki ikatan komunitas yang kuat. Solidaritas komunitas ini sangat tinggi. Melalui organisasi ORARI dan RAPI mereka nampak aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial. Lembaga-lembaga tertentu seperti SAR dan Kamling Udara sering menggunakan kelompok komunitas ini untuk tujuan-tujuan koordinasi dan bantuan sosial. 3. Radio Kelebihan radio siaran antara lain (Suhandang, 2004): a. Mempunyai daya penyampaian langsung, membawakan suara ditempat-tempat yang berjauhan secara immediately ()hampir bersamaan) b. Siaran-siarannya dapat diikuti dan dinikmati dalam lingkungan keluarga di rumah-rumah sehingga komunikasi berlangsung dalam suasana akrab (intimacy). c. Kombinasi dialog, efek suara, dan musik menambah daya pikat bagi pendengar. d. Pesawat penerimanya relatif murah dan merakyat. Sifat audio dan gaya penyampainya sangat memungkinkan pesan diterima dengan santai, sambil makan, istirahat, ataupun sambil bekerja. e. Pesawat penerimanya dapat dibuat dalam berbagai ukuran dan mudah dibawa serta dipindahkan. Tetapi media siaran radio juga memiliki kelemahan, antara lain: a. Sifatnya sepintas sehingga membutuhkan penangkapan dan pengertian pendengarnya secara cepat dan akurat. Sifat ini juga memungkinkan bias yang cukup besar. b. Gangguan cuaca dan gangguan teknis merupakan faktor yang menyebabkan pesan kurang efektif dan juga bias. Penggunaan frekuensi gelombang suara membuat siaran radio akan jernih diterima di pagi dan malam hari. c. Pendengar radio adalah khalayak yang sangat heterogen dan sisi demografi dan psikografis. Walaupun sekarang sudah mulai berkembang spesialisasi siaran radio berdasarkan segmentasi tertentu, namun tetap saja siaran radio ini berada dalam ruang yang relatif bebas didengar siapa saja. Mensiasati kelebihan dan kelemahan radio siaran sebagai media komunikasi humas maka praktisi humas perlu mempertimbangkan naskah siaran yang baik, yaitu naskah siaran ditulis secara: (1) Jelas (cleanly), dapat dilakukan melalui penulisan kalimat yang singkat, sederhana, umum dipakai, mengalir, pengulangan pada pesan-pesan yang penting, penuh dengan ilustrasi, informasi atau ide yang disampaikan tidak terlalu banyak; (2) Lincah (vividness), yaitu berupa kata-kata yang konkrit dan mengandung gambaran (picture words), segar, ilustrasi yang lucu (anekdot), pertentangan ide-ide, dan hal-hal yang mengarah pada adanya keharuan: musik, efek suara, dan sebagainya, (3) Aneka ragam (variety), dengan tujuan agar dapat memikat dan menambah perhatian pendengar, yang dapat dilakukan melalui kalimat-kalimat yang berbeda panjangnya, beberapa mengandung seruan-seruan, paragraf-paragraf dalam naskah berbeda panjangnya dan berbeda beda dalam menimbulkan perasaan, serta mengandung unsur humor bila memungkinkan. B. PEMANFAATAN MEDIA AUDIOVISUAL 1. Televisi Sama halnya dengan radio, televisi bagi praktisi humas dipahami sebagai serangkaian peralatan yang terlibat dalam aktivitas penyiaran, namun penyampaiannya secara audio visual. Televisi merupakan medium telekomunikasi yang memiliki jangkauan luas dan serempak menuju pada khalayak yang banyak. Khalayak televisi lebih heterogen daripada media massa lainnya, karena adanya kemudahan dalam menerima pesan-pesan yang disampaikan secara audio dan visual. Pesan melalui televisi bisa dimengerti oleh mereka yang buta huruf, maupun berbeda bahasa. Fungsi media massa yang bersifat memberi informasi, mendidik, dan menghibur dapat dengan lengkap dijalankan oleh televisi. Praktisi humas dapat memanfaatkan televisi untuk menayangkan iklan, berita, membuat serangkaian wawancara ekslusif, talk show, pidato, dan sebagainya. Namun begitu, televisi juga mempunyai kelemahan. Kelemahan televisi bukan semata pada teknologinya, melainkan lebih pada perlakuan masyarakat yang memanfaatkan televisi Iebih sebagai media hiburan. Sebagai media komunikasi, harga space and time-nya pun relatif mahal. 2. Film Satu hal yang disenangi para praktisi humas terhadap film adalah kendali pengontrolan yang kuat. Film bagi humas merupakan media komunikasi, instruksi, riset, dan sebagainya. Melalui film, humas dapat menyampaikan pesan-pesannya. Tidak hanya film dokumenter, film cerita juga merupakan media yang efektif bagi tujuan humas. Hollywood adalah suatu contoh bagaimana industri film merupakan humas yang efektif bagi negara Amerika. Konon, kekalahan Amerika atas Vietnam yang menjadi aib terbesar Amerika, telah mampu dibersihkan dengan diproduksinya film-film Hollywood tentang perang Vietnam. Sebut salah satunya The Killing Field. Film-film tentang perang yang melibatkan Amerika selalu mampu di kemas ke dalam citra Amerika yang patriotik, pembela kemanusiaan, dan profesional. Tidak jauh berbeda adalah film-film televisi. Saat ini banyak perusahaan yang memanfaatkan teknologi dan teknik film untuk membuat company profile sehingga penggambaran profil organisasi nampak lebih hidup dan menarik. 8.3 Humas di Organisasi Politik A. HUMAS DI PEMERINTAHAN Presiden Amerika Serikat Abraham Lincoln pada tahun 1864 pemah mengatakan, Let the people know the facts, and the country will be safe. (dikutip dalam Sullivan, tanpa tahun). Hal ini menunjukkan bahwa sebuah pemerintahan demokratis yang masih menurut Lincoln adalah government of tise people, by the people, and for the people menjadikan rakyat sebagai partner utama pemerintah. Pemerintah bertanggung jawab kepada rakyat untuk segala kebijakan, peraturan, serta berbagai keputusan yang dibuat. Untuk itu, rakyat berhak tahu dan wajib untuk tahu akan segala hal yang dilakukan Pemerintah. Mike McCurry, mantan Sekretaris Pers Presiden Bill Clinton mengatakan, Governments have so much information that they need an effective way to distribute it to their citizens. (Pemerintah punya begitu bamyak informasi, sehingga mereka perlu sebuah cara yang efektif untuk menyampaikannya kepada rakyat) (dikutip dalam Sullivan, tanpa tahun). Dan sinilah kegiatan kehumasan diperlukan. Humas pemerintah diharapkan bisa mengelola sebuah cara yang efektif (seperti yang dikatakan McCurry) dalam berkomunikasi dengan rakyat. Sebuah Pemerintahan, baik pusat maupun daerah, karenanya sangat memerlukan sebuah praktik kehumasan yang mumpuni dan kredibel. Di negara-negara maju, bagian Humas di pemerintahan biasa disebut dengan Press Office. Sebuah Press Office biasa dikoordinasi oleh seorang Press Secretary (Sekretaris Pers) atau seorang Spokesperson (Juru Bicara). Walaupun pembahasan pada kegiatan belajar I ini akan lebih banyak menyoroti kegiatan kehumasan di pemerintahan namun hal itu tidak berarti lembaga pemerintahan yang lain seperti Kementerian tidak bisa memaksimalkan kinerjanya dengan memanfaatkan keahlian-keahlian berkomunikasi yang dimiliki oleh praktik kehumasan. Sehingga praktik kehumasan di sini bisa diterapkan dalam pengertian yang lebih luas, bukan saja pada Pemerintah Pusat dan Daerah tetapi juga pada berbagai lembaga pemerintahan yang lain seperti Kementerian, berbagai Dinas, serta perusahaan-perusahaan milik pemerintah. Stephen Stockwell (2000) menyatakan bahwa pada prinsipnya kegiatan kehumasan di Pemerintahan merupakan pekerjaan-pekerjaan untuk mengelola liga hal, yaitu: 1. mengelola hubungan dengan media guna menyampaikan informasi informasi yang berkenaan dengan kebijakan seria informasi-informasi yang bersifat politis 2. mengelola kegiatan-kegiatan lobbying yang dilakukan oleh berbagai kelompok kepentingan yang ada 3. mengelola teknik kampanye dalam Pemilu sebelum sebuah pemerintahan (baru) terbentuk. Sementara Cutlip, Center, dan Broom (1985) menyatakan bahwa tugas Humas pemerintahan yang utama adalah: 1. active cooperation on action programs (mensosialisasikan program-program pemerintah agar mendapat dukungan penuh dan rakyat) 2. compliance in regulatory programs (mengkampanyekan peraturan peraturan pemerintah serta perundang-undangan barn agar diketahui dan dipatuhi masyarakat) 3. voter support for the incumbent administration‘s policies (mengupayakan agar pemilih mendukung kebijakan-kebijakan pemerintah yang tengah berkuasa). Seorang politikus, Mordecai Lee menyatakan bahwa praktik kehumasan yang profesional dan kredibel di lembaga pemerintahan alum memberikan kontribusi yang cukup besar pada hal-hal berikut ini. 1. Penerapan kebijakan publik 2. Membantu media massa meliput kegiatan pemerintahan 3. Melaporkan kepada masyarakat akan berbagai kegiatan yang dilakukan pemerintah 4. Meningkatkan kerjasama dan rasa saling percaya antan bagian di dalam lembaga pemerintahan itu sendiri 5. Meningkatkan sensitivitas pemerintah terhadap apa yang diinginkan publik 6. Memobilisasi dukungan terhadap pemerintah (dikutip dalam Cutlip, Center dan Broom, 1985) Dari berbagai pendapat tersebut bisa ditarik kesimpulan bahwa ada 3 macam kegiatan utama humas pemerintah, yaitu: 1. segala hal yang berhubungan dengan bagaimana menjalin kerjasama yang baik dengan pihak media 2. segala hal yang berkaitan dengan penyampaian dan menggalang dukungan dan masyarakat untuk berbagai program dan kebijakan serta peraturan dan pemerintah 3. membantu pemerintah yang tengah berkuasa mendapatkan dukungan dan masyarakat Dengan gambaran ruang lingkup tugas utama humas di lembaga pemerintah yang meliputi tiga bal tersebut, maka perencanaan-perencanaan yang harus segera disusun oleh pihak humas meliputi: 1. membuat perencanaan program humas yang komprehensif tentang bagaimana agar masyarakat mendukung program-program, kebijakan, serta peraturan-peraturan pemerintah 2. membuat perencanaan program humas yang komperhensif yang berkenaan dengan perubahan pemerintahan (membiasakan masyarakat dengan pergantian pemerintahan yang terjadi) 3. membuat program-program humas yang komprehensif untuk menginformasikan berbagai bentuk pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah agar masyarakat tahu dan dapat memanfaatkan berbagai pelayanan tersebut dengan maksimal 4. membuat program-program humas yang komprehensif dalam upaya menyediakan berbagai informasi yang dapat diandalkan kebenaran serta kelengkapannya tentang berbagai kegiatan pemerintah 5. menginterpretasi opini publik dengan lepat untuk dijadikan pembuatan peraturan perundangan yang realistis dan dapat diterima masyarakat 6. membuat perencanaan program humas dalam upaya untuk menjelaskan berbagai kebijakan pemerintah dengan cara-cara yang tidak koersif sehingga masyarakat dapat memahami keputusan pemerintah dan mendukungnya 7. membuat perencanaan program humas untuk menjalin hubungan dengan berbagai figur penting yang memiliki aliansi dengan bermacam-macam kelompok dan elemen yang ada dalam masyarakat agar pemerintah mendapatkan dukungan dan berbagai pihak B. HUMAS DI PARTAI POLITIK Sebuah kampanye politik biasa ditangani oleh profesional-profesional yang disebut sebagai Campaign Directors. Di Indonesia tim semacam ini dikenal sebagai Tim Sukses. Stephen Stockwell (2000) membagi kampanye politik menjadi dua, yaitu (1) insurgent campaign dan (2) incumbent campaign Insurgent campaign adalah kampenye politik untuk calon/kandidat yang ingin memenangkan sebuah kedudukan politik, sedangkan Incumbent Campaign adalah kampanye politik untuk calon atau kandidat yang tengah memegang kedudukan politik tertentu dan ingin mempertahankannya. Menurut Stockwell, ada beberapa hal mendasar yang harus dilakukan oleh Tim Sukses dalam menangani kampanye komunikasi politik: 1. Menciptakan positioning tertentu bagi kandidat politik 2. Melakukan riset 3. Media Management 4. Mengelola upaya kontak langsung dengan pemilih (direct voter contact) 1. Menciptakan Positioning bagi Kandidat Meminjam istilah yang biasa digunakan dalam Marketing, positioning adalah sebuah upaya untuk menciptakan sebuah cura tertentu bagi sebuah produk yang membedakannya dengan produk lain. Selain menciptakan positioning kandidat secara keseluruhan ada hal-hal lain yang juga perlu dicermati oleh Tim Sukses. Menurut Witherspoon (dikutip dalam Stockwell, 2000) hal-hal tersebut adalah: a. identifikasi Identifikasi adalah menciptakan sebuah merek’ bagi kandidat sehingga pemilih mudah mengidentifikasikannya. ‘Merek’ inilah yang akan membedakan seorang kandidat dengan kandidat lainnya. Hal ini bisa diupayakan dengan misalnya mempopulerkan gaya khas tertentu kandidat, bisa dan gaya berpakaiannya atau gerak-gerik tubuhnya. b. Biografi Dokumentasi yang komprehensif tentang diri kandidat dan keluarganya. Keberhasilan-keberhasilan apa saja yang telah diraihnya, hobi dan kegiatan sampingannya, profil istri atau suami kandidat serta aktivitas ti anak-anak mereka. Hal ini bisa dimanfaatkan untuk membuat tulisan feature and soft news tentang kandidat. C. Definisi isu Menciptakan satu ‘tema’ kampanye yang bisa merangkum sernua program-program kandidat. Terna ini selanjutnya bisa dijadikan sebagai dasar pembuatan catchphrase, jargon, maupun slogan kampanye. d. Serangan Serangan disini tidak diartikan dalam hal melakukan ‘black campaign’ terhadap lawan politik kandidat, melainkan berusaha menonjolkan kelebihan-kelebihan program-program kandidat yang kita tangani. Kampanye dalam bentuk kritik yang membangun terhadap program lawan politik kandidat juga bisa masuk dalam pengertian ini. Hal ini penting sekali untuk dipersiapkan dengan matang khususnya dalam menghadapi debat politik dengan kandidat lawan. e. Komparasi atau Perbandingan Hampir sama dengan teknik Menyerang yang baru saja kini bahas, disini Tim Sukses berupaya untuk membuat perbandingan antara program program kerja yang ditawarkan kandidat kita dengan program-program kerja kandidat lawan. Selain membuat komparasi program kerja, Tim Sukses juga bisa membandingkan point rf view kandidat kita dengan kandidat lawan terhadap suatu persoalan bangsa tertentu. Misalnya terhadap isu kemiskinan, bagaimana sudut pandang kandidat kita dalam memandang persoalan bangsa tersebut jika dibandingkan dengan kandidat lawan. Dengan demikian pemilih seolah dihadapkan pada posisi untuk segera memilih yang terbaik. 2. Melakukan Riset Dari segi tujuan penelitian, penelitian-penelitian untuk kepentingan kampanye biasanya bertujuan untuk: a. mengetahui perilaku memilih pada pemilu yang lalu. Informasi semacam ini bisa diperoleh dan Pusat Data Statistik setempat b. mengetahui perilaku memilih pemilih pemula yang biasanya masih )lit ditebak (swinging voters). Hal ini bisa dilakukan baik dengan metode penelitian kuantitatif semacam polling atau survey maupun dengan metode penelitian kualitatif seperti FGD. Seperti telah banyak diketahui, penelitian kuantitatif hanya bisa memberikan gambaran yang umum sifatnya, sementara penelitian kualitatif akan bisa melengkapi dengan detail-detail kecil yang juga penting artinya bagi keberhasilan kampanye. c. mengetahui keinginan atau kepedulian dan para pendukung partai-partai kecil. Jika ternyata kepedulian mereka masuk dalam program-program kandidat kita maka sebuah kampanye khusus bisa diluncurkan untuk mereka. d. melakukan penelitian terhadap kehidupan kandidat lawan. Hal ini sah sah saja sepanjang dilakukan dengan berpegang teguh pada etika penelitian. Jika etika tersebut dilanggar, bukan tidak mungkin kondisi akan menjadi berbalik merugikan kandidat yang kita tangani. 3. Media Management Beberapa hal yang mendasari yang harus dilakukan Tim Sukses dalam mengorganisasikan liputan media massa adalah: a. mempersiapkan kandidat dengan kutipan langsung (direct quote) yang pendek namun menarik dan komprehensif untuk media massa. Kutipan diupayakan pendek namun menarik dan komprehensif karena akan memudahkan media massa dalam menata atau memasukkannya dalam liputan mereka b. membuat press release untuk media massa. Press Release harus menyertakan nomor telpon yang bisa dikontak serta tanggal pemuatan c. menjalin hubungan personal yang baik dengan wartawan, khususnya wartawan politik d. memberikan nomor telpon yang bisa dikontak wartawan 24 jam dalam sehari e. menjalin hubungan baik dengan orang-orang media yang lain (selain wartawan) seperti editor senior, pemimpin redaksi, pemilik media, dan sebagainya f. menjalin hubungan baik dengan figur-figur atau tokoh-tokoh masyarakat lain yang sering muncul di media massa. Dan smi akan muncul kesempatan untuk membuat liputan bersama antara kandidat kita dengan tokoh masyarakat tersebut (Stockwell, 2000). 4. Direct Voters Contact Management Beberapa cara yang bisa digunakan untuk menjalin kontak langsung dengan (calon) pemilih: a. Dialog Iangsung dengan masyarakat. b. Menggunakan Direct Mail Prinsip-prinsip lain dalam penulisan direct mail adalah: 1) Surat hendaknya tidak terlalu panjang, satu lembar saja cukup 2) Gunakan pilihan kata-kata yang sederhana, hindari jargon-jargon yang tidak perlu 3) Gunakan pilihan kata yang personal, dekat, hangat, namun sopan 4) Sampaikan kepedulian Anda pada isu-isu lokal, sesuai dengan daerah asal penerima surai Anda 5) Buatlah pesan Anda konsisten dengan keseluruhan tema kampanye yang Anda lakukan c. Menggunakan Telemarketing Telemarketing adalah upaya menawarkan produk barang maupun jasa langsung kepada konsumen yang dikehendaki melalui telepon. Karena kandidat tidak mungkin melakukan pembicaraan melalui telepon seorang diri maka yang harus dilakukan adalah: 1) Memberikan training yang cukup kepada sukarelawan yang akan melakukan telemarketing. Training meliputi pengetahuan yang memadai tentang segala hal yang berkaitan dengan diri kandidat dan program-programnya. Selain itu, sukarelawan harus sopan dan ramah ketika berhubungan dengan calon pemilih melalui telepon. 2) Mendirikan posko informasi yang dilengkapi dengan sistem komputer yang terintegasi dengan telepon, sehingga data polling bisa langsung diproses. 8.20 Humas untuk Organisasi Bisnis A. TANTANGAN ORGANISASI BISNIS Agar sebuah perusahaan bisa tenis bertahan, salah satu kemampuan yang mutlak dimiiliki oleh organisasi adalah kemampuan untuk membaca situasi yang sedang maupun akan terjadi yang akan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup organisasi. 1. Isu, Humas, dan Perusahaan Masing-masing perubahan sosial ini memunculkan isu-isu sosial serta trend-trend sosial yang harus diwaspadai. Menurut Grunig dan Hunt (1984) isu adalah, Topics around which publics are formed. Sedangkan Heath dan Nelson (1986) melihatnya sebagai, A contestable question of fact, value, or policy. (dikutip dalam Grunig dan Repper, 1992). Heath (1997) sendiri berpendapat bahwa isu merupakan Dispute between parties based on gaps in facts, values, or policies. Dan pendapat yang berbeda-beda tersebut nampaknya ada satu benang merah yang menghubungkan ketiganya yaitu bahwa isu yang dimaksud disini tidak hanya sekedar rumor atau kabar burung, melainkan lebih pada h-end sosial yang tengah menggejala di masyarakat. Steve Mackey (2000) mengakui bahwa isu sulit untuk didefinisikan karena banyak hal bisa disebut sebagai isu sosial. Ia menyatakan, It has to do with the subtle word of people ‘s ideas and attitudes. Ideas and attitudes which sometimes develop slowly in a society over the years that they are hard to notice until their effects bite, possibly in the form of new laws or government regulations. Dari Mackey kita mendapatkan kata kunci ideas dan attitudes atau ide-ide dan sikap manusia terhadap suatu hal. Heath dan Nelson sebelumnya mengemukakan kata kunci values (nilai-nilai), facts (fakta), dan policies (kebijakan) yang kesemuanya itu masih contestable (bisa diperdebatkan lagi). Karenanya, mungkin bisa disimpulkan bahwa isu sosial berkenaan dengan sikap serta berbagai pemikiran yang tumbuh dan beredar di masyarakat. Sikap dan pemikiran tersebut berkenaan dengan hal-hal yang menyangkut nilai-nilai yang dipercaya masyarakat, fakta-fakta yang ada, atau kebijakan-kebijakan yang akan atau tengah dianut di suatu masyarakat. Dalam banyak literatur penanganan ¡su secara profesional oleh perusahaan kini disebut sebagai penerapan Management Isu (issues Management) yang manfaatnya mulai banyak dirasakan. Menurut Grunig (1984) dan Heath (1997) penanganan isu bisa dibagi menjadi beberapa tahap yaitu: a. Tahap I: Issue identification Mengidentifikasi isu-isu apa saja yang tengah beredar di masyarakat. Baik yang relevan maupun yang tampaknya tidak relevan dengan perusahaan. b. Tahap 2: Issue analysis Menganalisis isu berdasarkan urgensinya, isu-isu mana saja yang relevan dengan perusahaan, serta memperkirakan dalam jangka waktu berapa lama isu tersebut akan benar-benar berpengaruh terhadap perusahaan. c. Tahap 3: Issue classification Mengklasifikasi isu berdasarkan bentuk dan jenisnya. Misalnya yang mana isu tentang lingkungan, yang mana isu tentang HAM. d. Tahap 4: Issue prioritization Membuat daftar prioritas isu, yang mana yang harus ditangani perusahaan terlebih dulu yang mana yang harus ditangani berikutnya, kapan harus ditangani, dan sebagainya. e. Tahap 5: Determine strategy options Membuat beberapa alternatif pilihan penanganan isu. Pikirkan baik-baik pilihan-pilihan tersebut dan berbagai aspek. Diskusikan dengan pihak manajemen. f. Tahap 6: Issue(s) Action Programs Merencanakan dan melaksanakan penanganan isu yang telah dipilih pada tahap lima. g. Tahap 7: Issue management evaluation Mengevaluasi langkah-langkah yang telah diambil. Bandingkan antara hasil yang didapat dengan basil yang diinginkan. 2. Humas dan Tanggungjawab Sosial Organisasi Tantangan lain yang harus dihadapi oleh perusahaan pada masa sekarang ini adalah bagaimana menyeimbangkan antara mendapatkan keuntungan yang besar dan menerapkan tanggung jawab sosialnya. Isu tentang Corporate Social Responsibility atau yang di Indonesia kan menjadi Tanggungjawab Sosial Perusahaan (selanjutnya akan disebut sebagai TSP) ini sebenarnya bukanlah isu yang baru bagi perusahaan-perusahaan di negara-negara maju. Hanya saja di Indonesia hal ini memang masih menjadi sesuatu yang barn, setidaknya dan segi nama. Walaupun banyak perusahaan di Indonesia yang mungkin masih belum familiar dengan konsep ini, tapi penulis yakin bahwa telah banyak pula perusahaan nasional yang menerapkannya, tanpa menyadari bahwa apa yang mereka lakukan itu adalah bagian dari penerapan tanggungjawab sosial perusahaan. Konsep tentang TSP ini berawal dan kajian organisasi sebagai sebuah sistem. Seperti yang telah dibahas di Modul 3, sebagai sebuah sistem organisasi tidak bisa tidak harus menjalin interaksi yang seimbang dan saling menguntungkan dengan lingkungannya. Dengan kata lain organisasi chin Iingkungan yang ada di sekitarnya merupakan satu bentuk hubungan yang saling tergantung, dalam beberapa hat lingkungan tergantung pada organisasi, dan begitu pula sebaliknya, sebuah konsep yang oleh Preston dan Post (1975) disebut sebagai interpenetrating system (dikutip dalam Grunig dan Hunt, 1984). Menurut David C.H Johnston ada beberapa aspek yang menjadi tanggung jawab sosial perusahaan karena kehadiran sebuah organisasi di sebuah Iingkungan tertentu. a. Dampak Ekonomi, Lapangan pekerjaan baru yang tumbuh dengan hadirnya perusahaan di tengah-tengah masyarakat b. Kualitas Produk. Perusahaan berkewajiban memproduksi produk yang berkualitas c. Hubungan dengan Konsumen. Konsumen berhak atas produk yang berkualitas, informasi yang jujur, serta harga yang pantas d. Dampak Lingkungan Hidup. Perusahaan harus bertanggung jawab atas adanya kemungkinan polusi (baik tanab, udara, dan air) sebagal akibat dan hadirnya perusahaan di suatu lingkungan tertentu e. Konservasi Energi. Perusahaan memiliki kewajiban untuk menghemat energi yang dibutuhkannya untuk beroperasi f. Hubungan dengan Karyawan. Tanggung jawab perusahaan terhadap karyawan adalah 1) kesempatan mendapatkan pekerjaan yang sama bagi semua orang, 2) kesempatan untuk mendapatkan kepuasan kerja selama bekerja di perusahaan tersebut, dan (c) kesempatan untuk mendapatkan jaminan keselamatan kerja g. Hubungan dengan Komunitas. Perusahaan diwajibkan membantu perbaikan kualitas hidup komunitas di mana organisasi tersebut berada (dikutip dalam Grunig dan Hunt, 1984). Daftar diatas adalah sebagian daftar ‘kewajiban’ organisasi terhadap masyarakat. B. PERANAN HUMAS DALAM BISNIS 1. Humas dan Financial Relations Selain investor atau penaman modal maka publik lain yang tergolong sebagai Financial Relations adalah pemilik saham (shareholders). Grunig dan Hunt (1984) bahkan mengidentifikasi empat publik lain yang tergolong dalam Financial Relations yaitu: (a) current shareholders, (b) prospective shareholders (kelompok-kelompok yang dianggap potensial untuk menjadi pemegang saham di kemudian hari), (c) the financial community seperti bankir, para pialang saham, penasehat investasi, perusahaan asuransi, dan sebagainya, serta (d) financial media. Publik-publik ini termasuk dalam kategori publik yang menurut Grunig dan Hunt (1984) adalah “...active and information seeking “. Karena publik-publik tersebut memiliki kepentingan dari segi finansial maka mereka tergolong sebagai tipe publik yang selalu aktif mengamati segala kegiatan perusahaan serta selalu ingin mendapatkan informasi yang terkini tentang kondisi dan kinerja perusahaan. Dalam hal ini tugas Humas lah untuk selalu mensuplai mereka dengan informasi-informasi penting yang mereka butuhkan. Beberapa cara untuk menjalin hubungan dengan para investor dan pemegang sahamyang disampaikan oleh Harris (2000) adalah: a. Annual Reports (Laporan tahunan) Laporan tahunan adalah sebuah bentuk laporan keuangan yang memuat segada transaksi keuangan thiam setahun. Laporan keuangan semacam ini memang dibuat untuk dipublikasikan kepada masyarakat luas sefla dikirimkan kepada publik-publik tertentu. b. Annual General Meeting Annual General Meeting adalah pertemuan tahunan para pemegang saham. Pada pertemuan semacam ini para pemegang saham berkesempatan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada pihak manajemen sehubungan dengan kinerja perusahaan. Selain itu, pada kesempatan ini mereka biasanya juga akan mengevaluasi peraturan peraturan yang pada saat ini diterapkan di perusahaan serta membuat perubahan jika diperlukan. 2. Humas dan Lobbying Jika kita mendengar kata lobbying maka biasanya yang tergambar di benak kita adalah sebuah kegiatan yang biasanya dilakukan oleh para politikus. Kegiatan melobi kita anggap hanya merupakan kewenangan mereka yang berkecimpung di dunia politik saja seperti orang-orang partai atau pemerintah. Moloney (1997) mendefinisikan lobbying sebagai, ...persuasive activity to change public policy in favour of an organization by groups of people who are not directly involved in a political process. (dikutip dalam Harris, 2000). Lebih lanjut ja menyatakan kegiatan lobbying meliputi, ...monitoring public policy making for a group interest; building a case in favour of that interest; and putting it privately with varying degrees of pressures to public decision makers for their acceptance and support through favourable political intervention. Dengan lobbying perusahaan berupaya untuk menyampaikan kepentingan-kepentingan mereka sehubungan dengan akan diberlakukannya sebuah peraturan baru atau perundang-undangan. Kegiatan melobi memerlukan data contact person dan orang berpengaruh di berbagai bidang yang cukup lengkap serta harus selalu diperbarui dan waktu ke waktu. Mereka juga harus bisa membaca trend sosial yang tengah menggejala, koalisi-koalisi yang terbentuk di masyarakat, serta momen-momen penting di mana kebijakan publik gah dibahas atau diproses. Sebagai sebuah profesi, pelobi profesional memiliki beberapa area spesialisasi seperti pelobi khusus bidang perdagangan atau lingkungan hidup. Pada awalnya profesi pelobi banyak berasal dan para wartawan senior yang telah pensiun. Namun sekarang, para pelobi profesional banyak yang berasal dari lulusan ilmu komunikasi. Dan sebagai orang yang paham ilmu komunikasi, pelobi profesional juga banyak memanfaatkan opini publik untuk memperjuangkan kepentingan kliennya. 8.33 Humas untuk Organisasi Sosial Organisasi sosial adalah organisasi yang bertujuan tidak mencari keuntungan (not for profit organization). Contoh : PMI, MER-C. Baskin & Aronoff (1997) mengatakan bahwa salah satu kegiatan utama organisasi sosial seperti asosiasi profesi, organisasi keagamaan, lembaga pendidikan, rumah sakit adalah berkomunikasi dengan para anggotanya, pemerintah, dan publik eksternal. Perlunya lembaga non profit melakukan komunikasi dengan anggotanya dan para donatur adalah untuk menjaga hubungan baik. Seperti diketahui berbeda dengan organisasi profit yang sumber dana imtuk kegiatannya diperoleh dan keuntungan penjualan produk atau jasa, lembaga non profit mendapatkan sumber dana dan para donatur dan anggota organisasi. Organisasi profesi seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dalam menjalankan aktifitasnya organisasi ini sangat didukung oleh aktifitas anggotanya baik dalam bentuk dana ataupun dalam bentuk tenaga. Selain ita, organisasi ini memerlukan pengakuan dan publik, jadi organisasi profesi memerlukan kegiatan humas untuk menunjang aktivitasnya. A. HUMAS ASOSIASI PROFESI Asosiasi profesi (proffesional associations) merupakan organisasi yang aktivitasnya tergantung dan anggota. Baskin & Aronoff (1997) menyebutkan bahwa keberadaan humas dalam organisasi semacam ini berfungsi untuk membangun komunikasi antara organisasi dengan anggotanya dan juga mereka yang bukan anggota. Namun demikian, peran humas dalam asosiasi profesi dapat dideskripsikan sebagai berikut (Baskin & Aronoff). 1. Menyiapkan dan mendistribusikan bahan informasi kepada media. 2. Menyiapkan dan menyebarkan bahan-bahan untuk pendidikan masyarakat dalam bentuk publikasi, film, audio visual. 3. Menyelenggarakan kegiatan pertemuan profesi, seminar, dan pameran. 4. Mengelola hubungan dengan pemerintah, termasuk menerjemahkan aturan-aturan pemerintah. 5. Mengumpulkan dan mempublikasikan data, hash kajian organisasi profesi. 6. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan masyarakat misalnya dalam memberikan pelayanan kesehatan gratis. 7. Menyebarluaskan kode etik profesi atau standar profesi pada anggota. 8. Membuat iklan layanan masyarakat. B. HUMAS ORGANISASI BURUH Organisasi buruh (labour unions) merupakan organisasi yang tenis berkembang. Di dunia internasional kita mengenal ILO (International Labour Organization) dan di Indonesia kita mengenal Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), Serikat Buruh Indonesia (SBI). Organisasi buruh didirikan untuk menampung aspirasi para pekerja dalam memperjuangkan hak-haknya. Baskin & Aronoff (1997) menambahkan bahwa peran humas dalam organisasi buruh diperlukan untuk menyebarluaskan publikasi, siaran pers, loby dengan pihak-pihak perusahaan atau pemerintah. C. RUMAH RUMAH SAKIT Rumah sakit merupakan organisasi sosial, walaupun akhir-akhir ini ada kecenderungan komersialisasi rumah salât namun pada dasarnya rumah sakit tetap sebagai organisasi sosial. Dalam situasi seperti itu, peran humas sangat dibutuhkan. Humas menjadi bagian dan manajemen krisis. Baskin & Aronoff (1997) menyebutkan berkomunikasi dengan berbagai publik penting dilakukan. Publik rumah saldt menurut Baskin & Aronoff (1997) dapat dikategorikan sebagai benikt. 1. Pemerintah Pemerintah yang mengatur dan menetapkan ketentuan-ketentuan tentang rumah sakit. Peraturan dibuat untuk melindungi pasien. 2. Lembaga bisnis. Saat ini organisasi rumah sakit tidak bisa dipisahkan dengan lembaga bisnis lain seperti perusahaan farmasi, perusahaan makanan, perusahaan peralatan medis, perusahaan penunjang kebutuhan rumah sakit seperti furniture. 3. Pekerja Non Profesional. Kegiatan rumah sakit tidak hanya dilakukan oleh tenaga medis namun juga didukung oleh tenaga non medis seperti administrasi, laundry, kebersihan, dapur, tukang kebun. Mereka juga menjadi publik internal rumah sakit dan menjadi unsur penting d aktivitas rumah sakit. Mereka harus diperlakukan sama dengan tenaga profesional dan tenaga medis berkaitan dengan hak-haknya sebagai pekerja. 4. Pekerja Profesional Terdiri dan perawat dan teknisi rumah sakit seperti tenaga laboratorium, radiologi, apoteker, sebagai pendukung aktivitas rumah sakit. Mereka sering terabaikan dan ini akan berdampak pada pelayanan yang tidak maksimal, dan berakibat menurunkan citra rumah sakit. Bahkan di beberapa negara para perawat memiliki organisasi yang cukup kuat untuk mempengaruhi kebijakan rumah sakit. 5. Dokter Dokter merupakan unsur penting bagi organisasi rumah sakit. Tentu tidak ada satupun rumah sakit yang tidak memiliki tenaga dokter. Oleh karena itu memberikan sarana yang memadai, tenaga staff yang mendukung menjadi kewajiban rumah sakit. Peran humas adalah berkomunikasi dan melayani. 6. Pasien Pasien merupakan “konsumen” rumah sakit. Baskin & Aronoff (1997) menyebut patient are unique class consumers , mengapa disebut unik? Karena berbeda dengan konsumen produk atau jasa lain, konsumen rumah sakit adalah orang yang sedang tidak bahagia. D. HUMAS ORGANISASI KEAGAMAAN MUI sebagai lembaga yang menaungi umat Islam di Indonesia mengeluarkan himbauan atau fatwa sebagai petunjuk. E. HUMAS ORGANISASI PENDIDIKAN Organisasi pendidikan dan tingkat dasar hingga perguruan tinggi memiliki publik internal dan eksternal. Yang termasuk publik internal adalah pengajar (guru, dosen), murid atau mahasiswa, pegawai administrasi, orang tua mahasiswa, alumni. Publik eksternal : pemerintah daerah atau pemerintah pusat, sekolah atau perguruan tinggi lain, perusahaan-perusahaan, lembaga keagamaan, lembaga hukum, organisasi guru, masyarakat sekitar. Dengan publik yang banyak ini maka organisasi pendidikan memerlukan humas untuk menunjang kegiatannya. Sebagal organisasi sosial organisasi pendidikan memerlukan publikasi karya-karya staf pengajar, memerlukan berkomunikasi dengan publik yang beragam berkait dengan kebijakan dan aktivitasnya. F. HUMAS ORGANISASI FUND RAISING Organisasi fund-raising adalah organisasi yang kegiatannya memberi bantuan pada masyarakat berupa bantuan dana, pendampingan, penyadaran, pendidikan tentang suatu masalab atau bidang tertentu seperti hukum, lingkungan, kesehatan. Berbeda dengan organisasi profit yang bertujuan mendapatkan keuntungan organisasi, fund-raising lebih mengedepankan pada upaya pendidikan dan pemberdayaan masyarakat untuk peduli pada berbagai persoalan seperti lingkungan, hukum, kesehatan, diskriminasi pada kelompok seperti masyarakat miskin dan perempuan. Humas organisasi find-raising membina hubungan dengan media, melakukan surat menyurat dengan para donatur, atau menggunakan saluran telepon dalam berkomunikasi dengan publiknya. Mereka perlu melakukan kampanye untuk memperkenal kan programnya dan kampanye untuk mendidik masyarakat. Misalnya WALHI secara rutin mengkampanyekan keselamatan lingkungan, hutan, sumber air. Profesi, Profesional dan Profesionalisme Profesi berasal dan kata professues (latin) yang berarti “suatu kegiatan atau pekerjaan yang semula dihubungkan dengan sumpah dan janji”. Seseorang yang memiliki profesi berarti memiliki ikatan batin dengan pelanggaran sumpah jabatan yang dianggap menodai ‘kesucian” profesi tersebut, Masyarakat kita mengartikan profesi sebagai suatu keterampilan atau keahlian khusus yang dimiliki seseorang sebagai suatu pekerjaan atau kegiatan utama yang diperolehnya lewat jalur pendidikan atau pengalaman, dan dilaksanakan secara terus-menerus, serius, yang merupakan sumber utama bagi nafkah hidupnya. Namun, tidak semua pekerjaan bisa disebut sebagai suatu profesi, karena untuk dapat disebut sebagai profesi ada karakteristik tertentu yang harus dimiliki oleh suatu pekerjaan. Apabila suatu pekerjaan diakui sebagai suatu profesi, maka praktisi yang menggeluti profesi tersebut bisa disebut sebagai profesional. Tentu saja setelah dia mampu memenuhi standart-standart kualitas seorang profesional. Profesional adalah seseorang yang memiliki kemampuan teknis dan operasional yang diterapkan secara optimum dalam batas-batas etika profesi. Seseorang yang bisa digolongkan dan dikatakan sebagai seorang profesional adalah A Person Who Does Something With Great Skill. Sikap dan kemampuan seorang profesional bisa disebut sebagai profesionalisme, yakni mampu bekerja atau bertindak melalui pertimbangan yang matang dan benar dalam memberikan pelayanan tertentu berdasarkan klasifikasi pendidikan dan pelatihan, serta memiliki pengetahuan memadai dan dapat membedakan secara etis mana yang dapat dilakukan dan mana yang tidak dapat dilakukan sesuai dengan pedoman kode etik profesi (Ruslan, 2002: 49). Menjadi profesional, harus memiliki ciri-ciri atau karakteristik khusus tertentu, antara lain: 1. memiliki Skill atau kemampuan yang titik dipunyai oleh orang umum Iainnya, apakah itu diperoleh dan hasil pendidikan atau pelatihan, dan ditambah dengan pengalaman selama bertahun-tahun yang telah ditempuhnya secant profesional. 2. memiliki tanggung jawab profesi dan integritas pribadi. 3. memiliki jiwa pengabdian pada publik atau masyarakat dan dengan penuh dedikasi. 4. menjadi salah satu anggota profesi akan sangat membantu. A. KARAKTERISTIK ATAU CIRI-CIRI PROFESI. Siebert dkk dalam Dahlan (1999) berpendapat bahwasannya suatu bidang disebut sebagal profesi apabila; (1) memiliki body of knowledge, (2) memiliki kode etik profesi, (3) adanya kontrol akses yang tertutup bagi orang yang ingin memasukinya. Body of Knowledge atau badan pengetahuan bisa ditunjukkan dengan terumuskannya suatu model kerja ataupim model kerangka berpikir sebuah bidang kerja. Body of knowledge juga bisa dilihat dan adanya suatu filsafat/ falsafah, misi dan tujuan bidang kerja tersebut secara jelas. Sedangkan Kode Etik adalah suatu perangkat pedoman tingkah laku yang mengikat semua anggota profesi. Kode Etik, ini lazimnya disusun dan dikeluarkan oleh sebuah organisasi profesi. terakhir, kontrol akses yang tertutup adalah adanya upaya yang dilakukan oleh (utamanya) organisasi profesi untuk menyeleksi dan atau memberi kriteria bagi orang yang ingin menjadi profesional. Seleksi tersebut bisa berupa serangkaian Lest administratif, test pengetahuan dan skill. Pengukuhan oleh sebuah organisasi profesi juga bisa dikategorikan sebagai kontrol. B. TANTANGAN DALAM PROFESI HUMAS Apakah Humas telah Iayak disebut sebagai profesi? Itu barang kali pertanyaan yang sering muncul dalam benak para siswa humas. Sebagian orang menaruh perhatian dengan predikat profesi tersebut, sebagian lagi tidak. Apabila kita melihat pengertian dan karakteristik profesi, profesional dan profesionalisme, kita bisa mengevaluasi hal-hal berikut ini. 1. Sebagai sebuah bidang kerja, humas telah memiliki body of knowledge, di mana dasar teorinya berasal dari teori-teori Ilmu Sosial, khususnya Ilmu Komunikasi. Aspek relationships jelas sekali menjadi ranah kajian komunikasi. Dalam dimensi-dimensi komunikasi, relationships tidak hanya sebatas komunikasi antar personal, melainkan juga dalam level yang lebih luas, yakni dalam komunikasi organisasi maupun komunikasi massa. Model-model komunikasi, mulai model linier sampai dengan model yang diadik dan interaktif bisa dianggap sebagai bidang pengetahuan dalam praktik humas. Humas tidak terlepas dan teori-teori sosiologi, dan antropologi dalam memahami publiknya. Saat ini pendekatan-pendekatan budaya mewarnai praktik humas organisasi— organisasi multinasional. Konsep pembangunan reputasi dan tanggung jawab sosial melalui community development dan community relations, jelas—jelas merupakan pengembangan ilmu-ilmu sosial. Begitu pula secara teknis komunikasinya tidak lepas dan teori-teori psikologi. Dimensi politis juga menjadi bagian penting dalam praktik humas dunia. 2. Memiliki Kode Etik. Saat mi banyak bermunculan organisasi profesi kehumasan. Baik di tingkat dunia, Asia dan Indonesia. Organisasi profesi humas tingkat dunia adalah International Public Relations Association (IPRA) yang beranggotakan para profesional humas di seluruh dunia. Para praktisi humas (profesional) mas Indonesia sudah menjadi anggota IPRA. Di tingkat Asia juga ada. Saat ini hampir tiap negara sudah ada organisasi profesi. Misalnya, Perhimpunan Hubungan Ma.syarakat (PERHUMAS) dan Asosiasi Perusahaan Public Relations Indonesia (APPRI) di Indonesia. Semua organisasi profesi ini mengeluarkan Kode Etik. 3. Kontrol akses yang tertutup. Betapapun PERHUMAS misalnya telah memiliki prosedur untuk merekrut anggotanya, namun pengontrolan terhadap perilaku profesional humas di Indonesia ini masih lemah. Namun, beberapa badan humas dunia telab memberlakukan. Misalnya Amerika dengan PRSA-nya. Pelanggaran kode etik akan mendapat sanksi tegas, mulai peringatan sampai dengan pemecatan. Saat ini kita temukan suatu fenomena yang cenderung membingungkan kita. Di satu sisi banyak organisasi yang memiliki respon atau apresiasi yang positif terhadap humas dengan memasukkan humas sebagai salah satu pendekatan manajemen dan memasukkannya ke dalam suatu lembaga tersendiri dalam organisasi, juga adanya fenomena positif dengan semakin banyaknya organisasi yang mengangkat seorang pejabat humas bagi organisasinya. Namun, di sisi lain masih saja ditemukan keberadaan humas yang tidak mendukung tercapainya pelaksanaan profesionalisme humas. Berdasarkan studi di beberapa negara, seperti Australia, Amerika. Inggris, Indonesia, Malaysia, India, HongKong, dan Filipina, beberapa persoalan penting yang saat ini dihadapi humas adalah: 1. masih sedikit organisasi yang memberi posisi humas di tingkat korporat. Bila ada humas yang dapat langsung memiliki akses pada CEO, tetapi ternyata mereka (PRO) belum banyak yang dilibatkan seba tim pengambil keputusan organisasi. 2. evaluasi manajemen (eksekutif) puncak terhadap kerja humas yang masih buruk. Humas dianggap sebagai kerja yang tidak direncanakan dengan baik, kualifikasi dan kemampuan petugas humas yang rendah dalam bidang komunikasi, dan kemampuan manajerial PRO yang lemah. 3. diragukannya pendidikan humas dalam menyiapkan atau mendukung humas yang strategis. Tiga hal di atas setidaknya merupakan tantangan berat yang sedang dialami dunia humas. Organisasi Profesi A. BEBERAPA ORGANISASI PROFESI HUMAS Berdasarkan organisasi yang sudah ada, organisasi humas bisa dibedakan menjadi tiga. Pertama, organisasi yang menghimpun para praktisi humas secara umum, kedua organisasi yang menghimpun perusahaan humas (konsultan humas), dan ketiga adalah organisasi yang menghimpun para praktisi humas yang dibedakan berdasarkan jenis perusahaannya (misal khusus perhotelan, khusus perusahaan rokok). Sementara ini, harus diakui bahwa Amerika merupakan negara yang pertama membentuk organisasi profesi bagi para praktisi humas. Tahun 1948 di Amerika tebal terbentuk suatu wadah yang dinamakan Public Relations Society of America (PRSA). Langkah ini kemudian diikuti oleh Inggris, Jerman, Belanda/ Netherlands, Spanyol, Swiss (diolah dan data dalam Black, 1993). Sedangkan terbentuknya organisasi profesi humas di Indonesia sendiri pada tahun 1972 yaitu Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia (PERHUMAS). Berikut ini akan dijelaskan beberapa organisasi profesi humas, informasi penting selain sejarahnya, juga deskripsi tentang kegiatan atau aktivitas organisasi-organisasi tersebut sehingga kita bisa mengambil pelajaran serta meniru yang baik, dalam rangka memajukan profesi humas di Indonesia. B. PERHIMPUNAN HUBUNGAN MASYARAKAT INDONESIA (PERHUMAS) Para praktisi humas di Indonesia mendirikan Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia (PERHUMAS) di Jakarta pada tanggal 15 Desember 1972, dengan maksud untuk menghimpun dan membentuk wadah bagi para praktis humas. Lebih lengkap tujuan Perhumas adalah sebagai berikut. 1. Meningkatkan perkembangan dan keterampilan profesional hubungan masyarakat di Indonesia. 2. Memperluas dan memperdalam pengetahuan mengenai hubungan masyarakat. 3. Meningkatkan kontak dan pertukaran pengalaman di antara para anggotanya. 4. Menyelenggarakan hubungan dengan organisasi-organisasi serumpun dengan bidang hubungan masyarakat, di dalam maupun di luar negeri. Pada tahun 1997 Perhumas memprakarsai berdirinya organisasi humas di Asia Tenggara yakni Federation of ASEAN Public Relations Organization (FAPRO) di Kuala Lumpur. Indonesia melalui Perhumas ditunjuk menjadi tuan rumah Konferensi FAPRO di Jakarta. Perhumas juga sudab tercatat dan diakui oleh Internasional Public Relations Association (IPRA) dan pernah dipercaya sebagai tuan rumah konferensi IPRA pada tahun 1995. Indonesia telah menjadi board member IPRA. Bahkan pada tahun 2000-2001 board member IPRA diwakili oleh Indonesia, Amerika seiikat, Inggris, Afrika Selatan, Kenya, Jerman, dan Turki. Tahun 2000 ketika IPRA menyelenggarakan event bergengsi bagi kompetisi program humas di tingkat dunia, yakni Golden World Award for Excellent in PR (GWA) praktisi humas Indonesia menjadi salah satu tim juri di antara 30 juri yang mewakili 19 negara di dunia. Saat ini Perhumas telah beranggotakan ribuan orang/praktisi yang terdiri dan anggota kehormatan, anggota biasa, anggota peserta. dan anggota siswa. Beberapa kegiatan Perhumas antara lain: 1. menjalin kerjasama dengan beberapa perguruan tinggi untuk bersama sama mengembangkan pendidikan humas. Perhumas menerima anggota siswa yang berasal dan para mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi dan atau humas. 2. menjalin kerja sama dengan perusahaan-perusahaan dan lembaga lembaga. Seperti kerjasama dengan majalah Info Pasar Modal yang mewakili kalangan pasar modal (Bapepam dan Bursa Efek Jakarta) telah mendirikan Lembaga Pengembangan Hubungan Masyarakat Perusahaan Publik Indonesia (LPHPPI),. Selain itu, Perhumas juga menjalin kerjasama dengan Komite Pemberantasan Korupsi. 3. menerbitkan jurnal Perhumas yang berisi tentang aktivitas organisasi dan tulisan para pakar tentang humas dan komunikasi. 4. setiap tahun Perhumas menyelenggarakan konvensi (pertemuan) nasional. 5. menyelenggarakan serangkaian seminar dan lokakarya. 6. menyelenggarakan Lomba Penerbitan Majalah Ing Griya yang terbagi ke dalam katagori Majalah/ bulletin, tabloid, news letter, dan warkat investor. Terakhir, lomba Ing Griya ini diselenggarakan pada tahun 2004. 7. menyelenggarakan Musyawarah Nasional. Terakhir Munas diselenggarakan di Yogyakarta, pada tanggal 16-18 Desember 2004, sekaligus memilih Ketua Umum periode 2004-2007. Ketua Umum terpilih adalah Rush Simanjuntak dan Bank Indonesia. Perkembangan Perhumas bisa diikuti melalui web site Perhumas: www.perhumas.or.id C. ASOSIASI PERUSAHAAN PUBLIC RELATIONS INDONESIA (APPRI) Selain Perhumas yang menghimpun para praktisi humas di Indonesia, juga telah terbentuk organisasi yang menghimpun perusahaan humas, yakni Asosiasi Perusahaan Public Relations (APPRI). APPRI berdiri pada tanggal 10 April 1987 di Jakarta dan bersifat independen. Tujuan APPRI adalah sebagai berikut. 1. Menghimpun, membina, dan mengarahkan potensi perusahaan publik relations nasional, agar secara aktif, positif, dan kreatif, turut serta dalam usaha mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. 2. Mewujudkan fungsi publik relations yang sehat, jujur, dan bertanggung jawab, sesuai dengan kode praktik dan kode etik yang lazim berlaku secara nasional dan internasional. 3. Mengembangkan dan memajukan kepentingan asosiasi dengan memberikan kesempatan kepada para anggota untuk konsultasi dan kerjasama, serta memberikan saran bagi pemerintah, badan-badan kemasyarakatan, asosiasi yang mewakili dunia industri dan perdagangan, serta badan-badan lain untuk berkonsultasi dengan APPRI sebagai suatu lembaga. 4. Memberi informasi kepada klien bahwa anggota APPRI memenuhi syarat untuk memberikan nasihat dalam bidang public relations dan akan bertindak untuk klien menurut kemampuan profesionalnya. 5. Merupakan sarana untuk para anggotanya dalam soal-soal kepentingan usaha dan profesi, dan menjadi forum koordinasi pratik public relations. 6. Merupakan medium bagi masyarakat umum untuk mengetahui mengenai pengalaman dan kualifikasi para anggotanya. 7. Membantu mengembangkan kepercayaan umum atas jasa public relations. APPRI telah menetapkan Kode Etik Profesi dan memberlakukan pada anggotanya. Sampai sejauh ini anggota APPRI telah berkiprah di tingkat internasional. Misalnya, Soedarto & Noeradi PR consultant, Fortune PR, Ida Sudoyo Associates M-PR consultant, Inke Maris Associates, Eksekutif PR. Selain Perhumas dan APPRI, di Indonesia juga ada organisasi profesi yang lebih spesifik berdasarkan jenis usahanya, misalnya Perhimpunan Public Relations Perhotelan Indonesia, dimana yang pemah menjadi ketuanya antara lain Rae Sita Supit dan Sri Sekartaji dan Sahid Jaya Hotel Jakarta. Kemudian ketika terjadi krisis perbankan nasional dimana banyak bank di likuidasi, di merger, dan di akuisisi (sekitar 1997), sempat muncul iklan perbankan di televisi yang mengatasnamakan “Persatuan Public Relations Perbankan Indonesia”. Saat ini di Kota Making, Jawa Timur telah terbentuk Forum Humas Perguruan Tinggi yang beranggotakan para humas perguruan tinggi-perguruan tinggi se Malang Raya. Kemunculan organisasi-organisasi ini merupakan budaya yang baik selama memiliki komitmen untuk memecahkan persoalan profesi, berkaitan dengan akses-akses yang memperkokoh pelaksanaan kerja humas secara Iebih profesional. Dengan dua organisasi profesi yang mantap seperti Perhumas dan APPRI saja misalnya, maka profesi humas dapat lebih dikukuhkan. Apalagi bila organisasi-organisasi tersebut juga memperhatikan komitmen untuk merancang kurikulum humas di perguruan tinggi, seperti yang dilakukan Public Relation Society of Amerika. Berikut ini kita akan mengenal Iebih jauh tentang organisasi profesi humas di luar negeri. D. ORGANISASI PROFESI HUMAS DI LUAR NEGERI Organisasi-organisasi humas di negara Eropa berkumpul dalam satu wadah organisasi di tingkat Eropa, yakni Federation Associated Public Relations Organization (FAPRO). Aktivitas organisasi ditujukan untuk secara terus menerus mengembangkan profesi humas, meningkatkan keahlian para praktisi humas melalui berbagai kegiatan-kegiatan pertemuan (seminar, lokakarya, pelatihan, dan sebagainya), riset, penerbitan (jurnal, majalah, news letter) dan pengembangan pendidikan. Tidak ketinggalan adalah aktivitas yang bertujuan untuk mengembangkan profesi antara lain menyebarkan pentingnya arti humas bagi suatu lembaga, melakukan control akses, merumuskan dan memberlakukan kode etik profesi, melakukan evaluasi dan kontrol terhadap praktik humas para anggotanya. Berikut beberapa organisasi profesi humas di Amerika dan Inggris yang penulis sadur dan Black (1992). 1. Public Relations Society of Amerika (PRSA) PRSA berkantor pusat di New York, berdiri pada tahun 1947. Tujuan didirikan PRSA adalah: a. untuk menyatukan mereka yang melakukan kegiatan di bidang humas b. untuk mempertimbangkan segala masalah yang dihadapi bidang kehumasan c. untuk merumuskan, memajukan, menjelaskan kepada kelompok kelompok usaha, profesional, dan lain-lain, serta masyarakat, tentang tujuan-tujuan, dan fungsi humas, dan tentang mereka yang bergiat di bidang humas. d. untuk memperbaiki hubungan pelaksana humas dengan para majikan dan klien, dengan media yang mapan mengenai informasi dan opini, dan dengan masyarakat. e. untuk memajukan dan berusaha mempertahankan standar yang tinggi mengenai pelayanan umum dan tingkah laku. f. untuk bertukar pikiran dan pengalaman. dan untuk menghimpun dan menyebarkan informasi yang bernilai kepada para petugas humas dan masyarakat. g. untuk menggiatkan, mensponsori, dan membantu perkembangan riset belajar dan cara mengajar dalam golongan masyarakat humas melalui ceramah-ceramah dan kursus-kursus lain yang dapat menjadi keharusan dan dilakukan secara beraturan pada lembaga-lembaga pendidikan yang mapan. h. menyediakan sarana dan kesempatan bag “riset dan analisis mengenai setiap dan segala segi kehumasan melalui berbagai forum, diskusi, survey, pertemuan umum, pameran, dan konferensi. i. Untuk menerbitkan pamphlet, buku, monografi, dan secara umum menyebarkan informasi mengenai masalah kehumasan. j. Untuk memberikan, menghibahkan, dan mensponsori pemberian beasiswa dan hadiah pada lembaga pendidikan yang diakui bagi pengkajian dan riset di bidang humas. Standar profesional dalam PRSA dikontrol secara ketat. Setiap orang yang ingin menjadi anggota diwajibkan mentaati prinsip-prinsip kode standar profesionalnya. Pada tahun 1965 PRSA mengadakan program pengakuan sebagai anggota PRSA dengan gelar APR, melalui ujian lisan dan tulis. Ujian diadakan untuk menguji kemampuan dan pengetahuan calon anggota dalam bidang humas. Ujian tertulis diawasi oleh sebuah organisasi penguji profesional, dan ujian lisan dilakukan oleh tim yang terdiri dan tiga anggota yang diakui keahlian mereka. Bahkan sejak 1969, aturan itu diberlakukan sebagai syarat wajib bagi mereka yang ingin menjadi anggota aktif. Pelayanan dan kegiatan terus dilakukan untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan praktisi humas pada segala tingkatan melalui karir humas. Antara lain dibentuklah Persatuan mahasiswa Humas Amerika(PRSSA) bagi para sarjana muda. Kegiatan pendidikan PRSSA dibimbing secara nasional oleh komite pendidikan dengan penasihat para pendidik dan berbagai sekolah tinggi dan universitas di seluruh Amerika serikat. Begitu pula kegiatan riset mendapat perhatian tersendiri. Tahun 1955 dibentuk pusat informasi dan merupakan pusat informasi nasional satu-satunya bagi bidang humas. Pusat ini menghimpun data mengenai humas dan memenuhi kebutuhan pengkajian dan sebagai acuan para eksekutif, pengajar, dan mahasiswa humas. Tahun 1956 PRSA mendirikan yayasan riset humas dan pendidikan oleh para anggota PRSA. Kegiatan yayasan ¡ni antara lain memberi beasiswa tahunan kepada sejumlah pengajar humas terpilih dan memberi hadiah beasiswa tingkat sarjana setiap tahun kepada mahasiswa humas yang berprestasi. Yayasan juga melakukan kegiatan dokumentasi audio visual para penceramah humas, riwayat, wawancara yang di filmkan, serangkaian monograf mengenai sejarah profesi, penerbitan data hasil riset, dan menerbitkan buku “Undang-undang Humas:” Sebuah Bibliografi Komprehensif”. Tahun 1973, yayasan memproduksi film ‘Pendapat Masyarakat” mengenai profesi humas. Selain menerbitkan jurnal humas, PRSA menerbitkan Register issue of the journal, yakni publikasi tahunan yang memuat daftar para anggota PRSA, alamat, dan afiliasi bisnis mereka, standar profesional, dan prosedur bagi para panel pengadilan, kebijakan-kebijakan dewan tertentu dan peraturan peraturan PRSA. Penerbitan humas tertua oleh PRSA adalah media publikasi Channels yang terbit bulanan, pertama kali terbit tahun 1937. PRSA memiliki program tahunan, yakni Pemberian penghargaan Gold Anvil Award (GAW) bagi pengabdian luar biasa seseorang kepada profesi humas, antara lain: Outstanding Educator Award bagi prestasi seorang pengajar humas, Paul Lund Awards bagi pengabdian umum yang luar biaisa, President Citation bagi pengabdian luar biasa kepada organisasi profesi (PRSA), Film Festival Award bagi film humas terbaik pada tahun pemilihan (terbuka bagi anggota saja). Sementara penganugerahan Chapter Banner Award diberikan kepada cabang organisasi yang menonjol dalam memajukan profesi humas maupun PRSA. Selain GAW juga ada Silver Anvil Award Competition bagi program-program humas yang menonjol yang diadakan selama setahun sebelumnya. Semua kompetisi ini terbuka bagi anggota dan yang bukan anggota. 2. Institute Public Relations of British (IPR) IPR Berada di Inggris dan didirikan pada tahun 1948 oleh sekelompok pegawai humas dari pemerintah pusat, lokal, kalangan industri, dan sektor perdagangan. Secara resmi IPR diresmikan dan mendapat pengakuan pada tahun 1964. Tujuan IPR adalah sebagal berikut. a. Untuk memajukan perkembangan humas demi kepentingan praktik tersebut di bidang perdagangan, industri, pemerintah lokal, dan pusat, perusahaan-perusahaan nasional profesional, organisasi-organisasi sukarela dan demi kepentingan semua praktisi dan semua pihak yang berkaitan dengan humas. b. Untuk mendorong dan memupuk ketaatan pada standar profesional yang tinggi bagi para anggotanya dan untuk menetapkan serta merumuskan standar-standar semacam itu. c. Untuk mengatur pertemuan, diskusi, konferensi, dan lain-lain mengenai masalah yang menjadi kepentingan bersama dan secara umum untuk bertindak sebagai wadah bagi pertukaran gagasan mengenai praktik kehumasan. Keanggotaan aktif IPR terbuka bagi perseorangan yang berusia 28 tahun atau lebih, memiliki pengalaman minimal 5 tahun dalam bidang kehumasan, dan memenuhi syarat untuk menjalankan profesi humas seperti yang ditegaskan oleh memorandum of association. Selain itu, keanggotaan aktif IPR terbuka bagi perseorangan yang berusia 26 tahun atau lebih, dengan pengalaman minimal 2 tahun meliputi berbagai bal, tetapi telah mendapatkan diploma CAM dan memenuhi syarat, seperti tercantum dalam memorandum of association. Sama dengan Perhumas maupun PRSA, IPR juga menerima anggota mahasiswa, yakni mereka yang mengikuti kursus pendidikan atau latihan yang dikelola dan diakui oleh [PR. Bagi anggota mi selain kursus, juga dilakukan kegiatan berupa pertemuan untuk diskusi, perdebatan, pertunjukan film, konferensi sehari atau akhir pekan yang kesemuanya ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan anggotanya. Setiap bulan diadakan acara pertemuan makan siang dan bulan September sampai Juni di London. Acara tersebut menghadirkan pembicara tamu dari kalangan perindustrian, pemerintahan, berbagai profesi, dan sebagainya. IPR menerbitkan sebuah laporan berkala bulanan, berbagai laporan, dan monografi mengenai aspek-aspek tertentu tentang praktik humas. 3. International Public Relations Association (TPRA) IPRA merupakan organisasi humas di tingkat intemasional, terbentuk pada bulan Mei tahun 1955 dalam suatu pertemuan di Stratford-Upon-Avon, dengan tujuan sebagai berikut. a. Menyediakan jalur bagi pertukaran gagasan dan pengalaman profesional antara mereka yang berurusan dalam kegiatan humas mengenai kepentingan internasional. b. Mengadakan suatu rotasi (perputaran) apabila anggotanya setiap saat memerlukan pemberitahuan dan bimbingan, dapat meyakini akan kebaikan dan bantuan dan para anggotanya di seluruh dunia. c. Membantu mencapai kualitas tertinggi tentang praktik kehumasan umumnya di seluruh negara dan terutama di bidang internasional. d. Meningkatkan praktik kehumasan di semua bidang kegiatan di dunia dan memajukan nilai-nilai dan pengaruhnya melalui promosi ilmu pengetahuan dan pengertian tentang berbagai tujuan dan caranya baik di dalam maupun di luar profesi itu. e. Meninjau dan mencari jalan keluar terhadap permasalahan yang mempengaruhi praktik kehumasan yang biasa terjadi di berbagai negara termasuk masalah-masalah seperti status profesi berbagai kode etik profesi dan kualifikasi untuk menangani bidang tersebut. f. Menerbitkan berbagai bulletin, majalah atau terbitan-terbitan lain termasuk who ‘s who”di bidang humas internasional. g. Mengerjakan kegiatan-kegiatan lain yang mungkin dapat menguntungkan para anggotanya atau memberikan kemajuan bagi praktik kehumasan di seluruh dunia. Keanggotaan IPRA terbuka bagi semua orang yang bertanggung jawab penuh bagi rencana dan pelaksanaan suatu bagian penting dan berkaitan dengan semua kegiatan dan suatu badan hukum, perusahaan, perserikatan, pemerintahan, atau organisasi lain yang membina hubungan baik dan produktif dengan publik atau khalayak ramai. Kongres pertama IPRA diselenggarakan di Brussel pada bulan Juni tahun 1958, dihadiri oleh 250 praktisi dan 23 negara. Kongres humas dunia selanjutnya diselenggarakan tiga tahun sekali. Asia untuk pertama kalinya menjadi tempat kongres humas dunia (Kongres ke IX) pada bulan Januari tahun 1982 di Bombay. IPRA memiliki agenda tetap berupa penghargaan anugerah bagi para anggotanya, antara lain penghargaan tertinggi dalam ajang humas, ‘Golden World Awards for Excellent in Public Relations” (GWA sejak tahun 1990) dan Grand Prize for Excellence in Public Relations. Penghargaan kepada program humas dan suatu organisasi dimana humas baru berkembang, “Front Line 21”, United Nation Award. Penyelenggaraan Seminar Humas Internasional IPRA dilakukan setahun sekali sekaligus memilih presiden IPRA. 9.22 Etika dan Kode Etik Kehumasan A. ETIKA Etika berbeda dengan moral, Menurut Ruslan (1995), moral adalah suatu system nilai tentang bagaimana menjalankan hidup dengan membedakan antara yang baik dengan yang buruk selaku individu dan anggota masyarakat. Sistem nilai-nilai moral tersebut secara guns besar acuannya adalah nilai universal mengenai baik dan buruk, yang biasanya dikaitkan dengan nilai kesusilaan (kebaikan), tradisi atau adat istiadat yang berlaku, keagamaan, kependidikan, dan lain sebagainya. Kraf (1991) menyebut moralitas adalah tradisi kepercayaan dalam agama atau kebudayaan tentang peri laku yang baik dan buruk. Moralitas memberikan suatu petunjuk dalam bentuk bagaimana seharusnya bertindak (das sollen). Sedangkan etika lebih banyak menyinggung nilai-nilai atau norma-norma moral yang bersifat menentukan atau sebagai pedoman sikap tindak atau perilaku dalam wujud yang lebih konkrit (das sein). Terdapat dua macam etika (Ruslan, 1995): 1. Etika deskriptif. Yaitu etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan pola perilaku manusia serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Etika deskriptif berbicara mengenai fakta secara apa adanya, yakni mengenai nilai dan pola perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas konkrit yang membudaya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kenyataan dalam penghayatan nilai atau tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang dikaitkan dengan kondisi tertentu memungkinkan manusia bertindak secara etis. 2. Etika normatif. Yaitu etika yang menetapkan berbagai sikap dan pola perilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini (Keraf, 1991). Oleh karena itu, etika normatif merupakan norma-norma yang dapat menuntun dan menghimbau manusia agar bertindak secara baik dan menghindarkan bal yang buruk. sesuai dengan kaidah atau norma yang berlaku di masyarakat. B. KODE ETIK HUMAS Bila dianalogikan seperti tumbuhan, etika adalah genusnya, dan yang menjadi spesiesnya adalah etik, kode etik (code of conduct) dan etiket (etiquette) yang merupakan tata krama dalam pergaulan (Ruslan, 1995). Kode Etik humas merupakan piagam moral”, dan “gideliness” atau merupakan rambu-rambu untuk mengatur dan menertibkan public relations officer by profession (praktisi humas sebagai subjek yang terlibat dalam pekerjaan profesional) dan public relations officer by function (praktisi humas sebagai pihak yang terlibat dalam proses pengambil keputusan, tanggung jawab, memiliki keterampilan manajemen organisasi, dan program kerja dengan persyaratan standart tertentu). Kode Etik Profesi dikeluarkan oleh organisasi humas dan sifatnya mengikat para anggotanya. Jadi apabila di tiap-tiap negara ada organisasi profesi maka masing-masing akan memiliki Kode Etik sendiri. Tidak terkecuali di Indonesia (PERHUMAS), Amerika (PRSA), Inggris (IPR of British), Netherlands (NGPR), India, Korea, Filipina, HongKong, Cina, Australia, Brazil, dan sebagainya. Selain organisasi profesi yang beranggotakan praktisi humas (perorangan) juga terdapat organisasi profesi yang anggotanya adalah lembaga konsultan humas. Organisasi seperti ini juga mengeluarkan Kode Etik Profesi tersendiri. Misalnya di Indonesia ada Asosiasi Perusahaan Public Relations Indonesia (APPRI), Public Relations consultant Association (PRCA) di Inggris, VPRA di Belanda. Meskipun masing-masing organisasi profesi di tiap-tiap negara memiliki Kode Etik sendiri, namun pada dasarnya hal-hal yang diatur dalam Kode Etik tersebut relatif sama. Apalagi dalam percaturan profesi humas dunia, para praktisi humas dan berbagai negara tersebut melebur ke dalam satu wadah organisasi profesi, yaitu international Public Relations Association (IPRA) di mana IPRA juga mengeluarkan Kode Etik Profesi yang mengikat seluruh anggotanya yang tersebar di berbagai negara. Kode Etik Humas Internasional inilah yang selanjutnya diratifikasi oleh beberapa organisasi profesi humas di negara-negara yang memiliki organisasi profesi. Hal-hal yang diatur dalam Kode Etik Profesi Humas berkaitan dengan hubungan antara humas dan para publiknya., antara lain meliputi: 1. sikap dan perilaku yang bermoral tinggi 2. integrasi pribadi 3. hal yang diperbolehkan dan yang dilarang atau hak dan kewajiban sebagai praktisi humas Pengontrolan terhadap pelaksanaan Kode Etik oleh para anggotanya di tiap organisasi profesi berbeda-beda. Ada yang ketat dan ada pula yang sangat longgar. Mereka yang ketat tentu saja mengacu pada tanggung jawab organisasi profesi, sedangkan yang Ionggar pengontrolannya berdalih bahwa itu “hanyalah” kode tingkah laku, bukan suatu “hukum”. Kode Etik memang lebih bersifat fakultatif (longgar) yang tidak secara apriori wajib dipatuhi sehingga bila terjadi pelanggaran, suatu teguran atau sanksi dan organisasi yang mengeluarkan kode etik tersebut sudab dianggap cukup. Dalam organisasi profesi humas, anggota yang melanggar kode etik cukup diberi peringatan dan paling keras dicoret dan keanggotaan organisasi. Menghadapi kelemahan-kelemahan dalam pelaksanaan Kode Etik Profesi Humas, maka sekarang di kalangan masyarakat berkembang sebuah lembaga swadaya yang bernama PR Watch. Cara kerja, tugas dan kegiatannya mirip dengan Media Watch untuk profesi jurnalistik. Mereka mengawasi kerja para profesional, memberi kritik dan komentar serta melayani advokasi bagi pelanggaran-pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh perorangan maupun oleh organisasi yang melakukan aktivitas program humas. Di Indonesia, penulis belum menemukan adanya lembaga pengawas kehumasan seperti ini. Dalam modul ini dilampirkan contoh Kode Etik Profesi Humas yang dikeluarkan oleh Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia (PERHUMAS), Asosiasi Perusahaan Public Relations Indonesia (APPRI) dan Internasional Public Relations Association (IPRA).

Ari Kristanto

Some say he’s half man half fish, others say he’s more of a seventy/thirty split. Either way he’s a fishy bastard.

0 komentar: